MENSOS BU RISMA HARUS KONSUL PSIKIATER
by. Muhammad Syukur Mandar
Ketua Presidium Perhimpunan Indonesia Timur (PIT).
Mengapa protes saya layangkan, seiring dengan kejadian di Dinsos Kota Gorontalo yang viral di medsos, karena saya sebetulnya mengagumi anda Bu Risma, kagum dengan kejujuran anda bekerja, meskipun tolak ukurnya baru media dan medsos, tetapi setidaknya mainset saya terbentuk begitu. Dan saya rasa banyak orang juga merasakan hal yang sama, salut dengan kepolosan dan kejujuran anda bekerja. Tulisan ini tidak mengandung sentimen atau motif politik apapun, hanya sekedar koreksi kecil, koreksi soal bagaimana seorang publik figur bersikap dihadapan khalayak. Sebab sikap seorang publik figur itu penting, dan mengandung konsekuwensi sosial.
Bu Risma itu bagi saya sosok ibu yang hebat, meski kodratnya sebagai ibu rumah tangga, tetapi ibu mampu bekerja rasa-rasanya melampaui itu. Selain ibu mampu berakselarasi secara baik selama menjabat Walikota Surabaya, hemat saya ibu juga mampu membangun optimisme publik, dengan paradigma dan terobosan baik dalam membangun kota surabaya, masyarakat surabaya begitu mencintai ibu. Karena tangguh, jujur dan kerja keras, kemudian berbagai penghargaan ibu raih baik dalam dan luar negeri.
Atas capaian dan kesuksesan menata dan membangun kota surabaya itulah, Presiden Jokowi, tentu atas rekom dan dukungan PDIP, Bu Risma dipilih menjadi Menteri sosial RI menggantikan Juliari Batubara yang tersandung korupsi. Semenjak menjadi Walikota Surabaya, Saya terus mengikuti dan membaca jejak langkah Bu Risma, dan tentu penuh harap. Dan harapan saya, pada posisi Mensos inilah, akan banyak karya lebih nyata, lebih dasyat lagi akan ibu torehkan. Sebab disana lumbung masalah bantuan sosial (bansos) terkait kesejahteraan rakyat yang acap kali diabaikan dan tidak diurus dengan baik. Dan saya masih menaru harapan untuk itu. Tapi cara ibu marah-marah dalam bekerja, sikap yang tidak beretika dan tindakan melecehkan orang/staf, membuat saya kuatir kenyataan itu justru tak sesuai harapan. Banyak kawan kawan saya, yang sudah lama menjadi ASN di Kemensos, awal ibu jadi Mensos mereka optimis, tetapi makin kesini mereka mulai gelisah bahkan risau dengan cara kerja ibu. Konon katanya, jika satu hari ibu nga marah-marah, rasanya itu bukan Ibu. Selain itu cara kerja ibu yang dadakan, membuat sistem kerja kelembagaan Kemensos yang terukur jadi berantakan (kutip beberapa sumber), dan hal itu membuat saya harus ingatkan ibu melalui tulisan ini.
Berangkat dari semua itu, saya mencoba menyusun matriks tentang sikap dan tindakan kemarahan bu risma disaat menyelesaikan masalah dalam bekerja. Dan benar memang, saya menemukan sangat banyak sekali sikap marah-marah ibu dalam setiap ibu menyelesaikan pekerjaan. Atas dasar itu, saya merasa, ibu perlu berkonsultasi dengan psikiater, untuk apa?, tentu untuk memastikan apakah ada masalah pada emosi personal dengan cara kerja ibu?, selain itu juga untuk mengecek secara pasti apakah ada masalah atau tidak pada soal kejiwaan ibu yang nampaknya tak dapat mengontrol emosi kejiwaan ibu dalam menyelesaikan masalah?. Hal ini penting, sebab saat ini ibu sedang bekerja/berperan sebagai seorang publik figur/pejabat publik yang sudah pasti setiap tindak tanduknya ibu lakukan, berpengaruh dan menjadi tolak ukur keteladanan, panutan bagi masyarakat. Selain sikap arogan, emosi yang tidak terkontrol, cara kerja Bu Risma ditonton oleh banyak orang. Tentu menjadi tidak patut, selain jauh dari adab ketimuran kita, jika ibu bersikap memarahi siapapun didepan umum, apalagi dengan cara membentak, mengusir dan atau tindakan lainnya yang setara dan kurang adab seperti itu. Sikap itu semua tentu melanggar norma dan etika publik seorang pejabat negara.
Dalam teori akal sehat menyatakan bahwa setiap orang dalam bertindak berpotensi melampaui etika dan adab diri dan umum, bila tidak dapat menguasai emosinya. Karena itu hati, akal pikiran dan emosi manusia harus tercontrol dan mampu mengontrol segala tindakannya. Jika akal, hati kalah dengan emosi negatif, maka perkataan, sikap dan tindakan akan keluar dari pakem etik dan adab itu sendiri, cenderung arogan, melecehkan, dan lain-lain. Sebaliknya jika bersikap baik, sopan dan penuh etika dalam bertindak, maka artinya hati, akal pikiran dan emosi positifnya tercontrol dan bekerja dengan baik.
Oleh karena itu saya tentu berharap sekali, ibu risma berkonsultasi dengan psikiater, untuk memastikan ada masalah mental atau tidak, mengenai kebiasaan marah marah, membentak, dan melecehkan orang didepan umum saat bekerja. Konsultasi psikologi itu diperlukan untuk memastikan ada atau tidak faktor genetik dan atau hanya sekedar kebiasaan sehari hari?. Semua itu jika dikonsultasikan maka secara medis dapat di pertanggungjawabkan. Saya tidak bermaksud apa-apa, hanya ingin memastikan apa sebab utama sikap nonetik itu selalu terjadi dihadapan publik. Mungkin dengan begitu, setidaknya ada self control pada ibu (kontrol diri), sebab dengan keterangan medis mengenai kejiwaan. Akan memperjelas alasan mengapa emosi dan sikap nonetika jadi masalah pada ibu. Dan berkonsultasi dengan psikiater itu akan menenangkan publik, apapun hasilnya, publik dapat memaklumi dan dengan begitu ibu dapat memperbaiki cara kerja dan cara tindak ibu kedepan.
Bagi saya, setiap orang secara manusiawi pasti khilaf dalam sikap, sebab itu kodrat dan sunnatullah. Tentu akan baik bagi setiap orang yang mau belajar dan melakukan perbaikan sikap diri. Dengan begitu ibu kedepan akan menjadi lebih baik lagi. Saya percaya, jika emosi dan sikap arogan ibu stabil dan etik, akan menjadi omset politik yang besar bagi ibu. kejujuran yang ibu miliki, ibu juga pekerja keras, naluri keibuan ibu kuat sekali, ibu juga peka dengan keadaan rakyat. Itu semua tidak banyak dimiliki pemimpin masa kini. Dan modal maha besar buat ibu. Sebaliknya akan punah semua harapan publik, jika setiap hari ibu mencicil kemarahan ibu dalam bekerja, membiarkan pelanggaran etik dan keadaban publik terjadi pada ibu, bukan tidak mungkin semua prestasi ibu akan tak ada artinya dan bahkan akan bawa bencana politik buat ibu.
Semoga ibu dapat membaca tulisan ini dan memahami maksud baiknya. Salam.