HEADLINE
ISU OTSUS DINILAI TIDAK RELEVAN LAGI.
Sementara bagi pakar Ekonomi, Mukhtar Adam,Problem bangsa, yang perlu menjadi fokus bersama anak bangsa saat ini adalah pada upaya pemulihan ekonomi di tengah Pademi Covid-19, karena itu negara lagi berupaya mengatasi problem ekonomi dengan mengkonsentrasikan sumber-sumber penerimaan negara dalam membiaya pemulihan ekonomi, termasuk menarik banyak sumber pendapatan yg dialokasikan ke daerah mengalami pemangkasan yg sangat masif, setidaknya tergambar dalam UU 1/2022 Tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
Selanjutnya sambung Mukhtar, rumusan undang-undang ini, pesan negara terlihat nyata melakukan resentralisasi kebijakan fiskal, dengan mengurangi beban anggaran yg dialokasikan ke daerah
Oleh karena itu menurut Ekonom jebolan Unpad ini, Jika semangat otonomi khusus dan daerah istimewa yang dilandasi semangat mendapatkan kue APBN, akan mengalami hambatan yg cukup besar, alasan yg sama juga pada pembatasan pembentukan DOB baru, termasuk didalamnya RUU kepulauan yg terkantung – katung karena problem fiskalnya belum terurai.
“Bangsa ini dalam tekanan ekonomi yg cukup tinggi, dari pendapatan negara yang mengalami penurunan akibat Covid-19, yang memporak porandakan ekonomi memaksa negara memberikan insentif pajak, mengurangi pajak bagi pelaku usaha, resiko kemudian pendapatan negara mengalami penurunan, untuk menutupi kebutuhan pembiayaan, memaksa negara melakukan pelebaran defisit melalui penambahan utang negara yg terus mengalami pembengkakan dalam 2 tahun terakhir dan akan berakhir pada tahun 2023”urai dia.
Mukhtar menegaskan, Saat negara mengalami tekanan, menjadi tidak elegan jika daerah-daerah melakukan upaya ekspansi fiskal melalui pembentukan daerah baru, isu otonomi khusus, dan daerah istimewa menjadi tidak sejalan dengan tantangan bangsa saat ini.
“Kondisi yg di hadapi bangsa ini, memaksa kita untuk membangun solidaritas pemulihan ekonomi, dengan memberi peran seluas-luasnya bagi tumbuh pelaku UMKM yg kompetitif mengisi kekosongan ekonomi yg ambruk akibat Covid-19.sudahi dan geser gagasan yang berpotensi menekan negara yang masih dalam tekanan ekonomi domestik dan global.”pintanya.
Selanjutnya sambung Mukhtar, rumusan undang-undang ini, pesan negara terlihat nyata melakukan resentralisasi kebijakan fiskal, dengan mengurangi beban anggaran yg dialokasikan ke daerah
Oleh karena itu menurut Ekonom jebolan Unpad ini, Jika semangat otonomi khusus dan daerah istimewa yang dilandasi semangat mendapatkan kue APBN, akan mengalami hambatan yg cukup besar, alasan yg sama juga pada pembatasan pembentukan DOB baru, termasuk didalamnya RUU kepulauan yg terkantung – katung karena problem fiskalnya belum terurai.
“Bangsa ini dalam tekanan ekonomi yg cukup tinggi, dari pendapatan negara yang mengalami penurunan akibat Covid-19, yang memporak porandakan ekonomi memaksa negara memberikan insentif pajak, mengurangi pajak bagi pelaku usaha, resiko kemudian pendapatan negara mengalami penurunan, untuk menutupi kebutuhan pembiayaan, memaksa negara melakukan pelebaran defisit melalui penambahan utang negara yg terus mengalami pembengkakan dalam 2 tahun terakhir dan akan berakhir pada tahun 2023”urai dia.
Mukhtar menegaskan, Saat negara mengalami tekanan, menjadi tidak elegan jika daerah-daerah melakukan upaya ekspansi fiskal melalui pembentukan daerah baru, isu otonomi khusus, dan daerah istimewa menjadi tidak sejalan dengan tantangan bangsa saat ini.
“Kondisi yg di hadapi bangsa ini, memaksa kita untuk membangun solidaritas pemulihan ekonomi, dengan memberi peran seluas-luasnya bagi tumbuh pelaku UMKM yg kompetitif mengisi kekosongan ekonomi yg ambruk akibat Covid-19.sudahi dan geser gagasan yang berpotensi menekan negara yang masih dalam tekanan ekonomi domestik dan global.”pintanya.