OM PALA MALANESIA MENCERNA NILAI MALAM ELA-ELA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN FITRI.
PIKIRAN UMMAT.COM—Ternate||Momentum bulan suci ramadhan dan khusnya malam lailaturkadar yang femiliar lokalnya malam Ela-Ela benar-benar mematik sanubari seorang Dr.Mukhtar Adam, SE.MM.
Betapa tidak, nasib anak-anak yatim dan tak punya mendapat perhatian tulus pakar ekonomi ini.
Hal itu tergambar syahdu dalam rilis yang dia kirimkan kepada Media ini.
Rilisnya Sungguh menggugah kasadaran kita yang mengaku masih punya iman dan hati apalagi para pemimpin yang senantiasa berkoar pro rakyat untuk menoleh kembali apa dan bagaimana kita care terhadap anak-anak yatim dan tak mampu.
Soal kemanusian dan potensi mereka sebagai generasi penerus estafet bangsa harus menjadi perhatian kita semua.
Dengan mengawali pekikan takbir kemenangan Idul fitri, ekonom Unkhair Ternate ini menggambarkan kegetiran yang dialami anak-anak yatim dan tak mampu ditengah pikuk kesombongan orang-orang berada.
Berikut rilis lengkap sang Doktir Ekonomi ini kami rangkum secara lengkap dibawah ini.
Allaahu akbar allaahu akbar allaahu akbar. laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar wa lillaahilhamd
Takbir, Tahlil, dan Tahmid mengema di seantero dunia, gunung-gunung, laut, tanaman, hewan dan seantro ciptaan Allah mengemakan Takbir, Tahlil dan Tahmid sebagai bentuk kemerdekaan kesuciaan, mencari fitri ditengah pergemulan pikiran, perasaan dan Tindakan yang selalu berselisih, bersingungan, bahkan memunculkan amarah, bertemu dalam forum fitri yang mengikhlaskan semua yang berbau dosa dapat disambut dalam maaf, hanya dengan maaf membuat kita makin tenang, ikhlas, sebagaimana ikhlasnya rotasi bumi dalam waktu dan irama yang sama, begitu indahnya iringan maaf dalam takbir, tahlil dan tahmid mengikutinya.
Dentuman takbir, tahlil dan tahmid, terdengar di sela-sela dinding rumah yang rapuh, kemenangan hanya milik mereka yang berharta, memarkan kekayaan di jalan-jalan, dirumah mewah, disetiap sudut jalan, selah hari fitri adalah hari pemeran sedunia yang menampilkan berbagai bentuk kekuasaan ekonomi, yang menyayat hati kaum papah.
Disudut ruang anak yang tak bersendal, tak punya baju baru, tak ada parfum, tak punya kue lebaran, opor ayam yang tersisa dari tulang-tulang tetangga yang dibuang di samping rumahnya menjadi tontonan akan kelezatan opor ayam yang dimakan tetangga sebelah.
Anak itu hanya tertunduk lesu, jangankan merayakan fitrinya lebaran milik orang kaya, jangankan untuk beli baju baru, baju seragam pun tak punya, jangankan membuat kue lebaran beli buku untuk sekolahpun tak punya, jangankan mengecet rumah, mendaftar sekolah pun tak sangup, anak itu harus membantu ibunya yang ditingalkan bapaknya yang sudah meninggal, hanya berharap pasrah membantu ibunya mengais rejeki untuk makan sehari.
Bermimpi untuk membaca, menulis dan membuat rangkain soal dari guru, hanyalah hayalan semalam, besok harus melangkahkan kaki menelusiran jalan-jalan kota mengais rejeki membantu ibunya untuk makan sehari, besok cari lagi begitulah rutinitasnya, sambal terduduk lemas dilereng toko yang tutup dari deru mobil dan motor yang saling lalu Lalang melintasi kota merangkai silaturrahmi memamerkan kekayaa, anak kecil itu memegang sehelai kertas, bertuliskan IQRA, bait kata yang terangkai dalam secercak kertas itu, dengan rapi ditulis sang cendikia pandai, tentang makna IQRA.
“IQRA bacalah, adalah cara Allah memerintahkan kepada manusia, sebagai khalifa untuk membaca, belajar, merangkai huruf membentuk kata, merangkai kata membentuk kalimat, merangkai kalimat memproduksi pikiran, merangkai pikiran menjadi inovasi, karena itu belajar dan sekolah menjadi jembatan bagi kemajuan, kesejahteraan inovasi dan perubahan”
Sambal penatap jalan di perempatan toko, membawa pikiran kecilnya akan masa depan, sambal bertanya
mungkinkah saya bersekolah ?
mungkinkah sekolah sudah gratis ?
mungkinkah saya punya baju seragam yang gratis ?
mungkinkah angkot gratis untuk mengantar ke sekolah ?
mungkinkah pulang sekolah bisa saya makan ?
mungkinkah ibuku bisa kerja sendiri ?
mungkinkah saya bisa melanjutkan sekolah, jika pulang taka da makanan untuk ibu dan adik ku ?
ah sudahlah, sekolah gratis hanya untuk mengratiskan anak pejabat, bukan anak ibu yang miskin ini
ah sudahlah, sekolah gratis hanya ada di sekolah, bukan di rumah, karena di rumah makan juga mahal, ah sudahlah sekolah gratis, hanya untuk membuat pejabat gratis terus menjabat.
ah sudahlah sekolah gratis, hanya cara mereka berbohong kepada yang layak di bohongi
ah sudahlah mereka hanya merawat bohongnya dan pang foyanya.
menarik nilai-nilai hikmah diatas, kampong Malanesia Basudara nusantara hendak mematik nurani seluruh stackeholder baik penguasa, tokih masyarakat, aktivis pendidikan dan politik dan kita semua membangun empati kita terhadap generasi bangsa yang tercecer dan luput dari perhatian kita semua.
Kampoeng Basudara Melanesia Nusantara mengelar Upacara Pendidikan Fitri pada tanggal 2 Mei bertepatan dengan idul Fitri, bersama siswa putus sekolah di kota Ternate, dengan menghadirkan
1. Sultan Ternate
2. Wakil Walikota Ternate
3. Om Pala Melanesia
4. Para Guru Senior
5. Pemerhati Pendidikan
Dalam Gelar Pendidikan Fitri, resolusi keadilan kemanusiaan” pungkasnya dalam menutup keterangan nya.(***)