USULAN PJS BUPATI MOROTAI DIMENTAHKAN MENDAGRI, BUKAN GUBERNUR MALUT YANG LEMAH TETAPI AROGANSI PEMERINTAH PUSAT.
PIKIRAN UMMAT.Com—Ternate||Usulan Pjs.Bupati Pulau Morotai oleh Gubernur Maluku utara kabarnya dimentahkan Mendagri Tito Karnavian.
Tito justru menetapkan Sekda Kabupaten Pulau Morotai M.Umar Ali yang tidak diusulkan Gubernur Maluku utara.
Berbagai kalangan baik pakar hukum tata negara, DPRD Kabupaten Pulau Morotai dan publik dibikin gerah dan berbalik mengkritik Mendagri.
Gubernur AGK kabarnya mengancam tidak akan melantik Pjs Bupati Pulau Morotai siluar usulannya.
Tito Karnavian dinilai mengangkangi konstitusi dan mengabaikan aspirasi daerah dalam semangat otonomisasi daerah.
Namun ada pihak yang melihat lain dengan mengkritik Gubernur Malut lemah dalam hal loby politik.
Padahal jika langkah loby dimaksimalkan maka usulan Gubernur bakal tidak sia-sia.
Namun demikian oleh para pakar bukan soal Gubernur AGK lemah dalam tingkat loby tetapi lebih disebabkan arogansi pemerintah pusat.
Loby menurut pakar hanya akan menghasilkan politik uang dan melegalkan praktek koruptif.
“Loby apaan kan aturannya sudah jelas lalu kenapa pake loby yang bakal melanggengkan prilaku koruptif “tukas pakar hukum tata negara of derecord ini.
Dia justru menilai soal Pjs.Bupati Morotai merupakan gunung es dari persoalan kecenderungan hegemoni pusat kepada daerah dengan perlahan mempreteli kewenangan daerah dalam semangat otonomisasi daerah.
Pusat katanya perlahan namun pasti mengebiri satu persatu kewenangan Atributif pemerintahan daerah dalam pelaksanaan otonomisasi daerah melaui kolaborasi politik dengan DPR .Padahal menurutnya otonomisasi daerah bakal lebih memajukan dan Mensejahterakan rakyat didaerah dan merupakan produk reformasi yang harus dijunjung tinggi sepanjang perkembanganya belum tergantikan oleh era politik baru.
“Bukan soal Gubernur AGK lemah ditingkat loby tetapi lebih pada upaya pemerintah pusat mempreteli kewenangan otonomisasi daerah padahal otonomisasi daerah merupakan merupakan amanat reformas sebagai kritik dan ikhtiar sejarah untuk lebih memajukan daerah”jelasnya.
Dia merinci satu persatu kewenangan misalnya kewenangan penerbitan ijin usaha termasuk IUP tambang dan soal pasal 5 ayat 3(tiga) Permendagri nomor 1 tahun 2018 yang mempreteli kewenangan Gubernur dalam pengusulan Pjs Bupati dan Walikota.
“Menarik kembali kewenangan Atributif daerah soal kewenangan mengeluarkan perijinan usaha termasuk IUP dan pasal 5 ayat 3(tiga) Permendagri itu bentuk nyata mereduksi peran pemerintah daerah dalam sistem otonomisasi daerah”bebernya.
Menurutnya penetapan Pjs Bupati Pulau Morotai dapat dilakukan langsung Mendagri namun patut memperhatikan dinamika aspirasi daerah yang berkembang sehingga keputusan penetapan oleh Mendagri tidak menuai masalah.
Keresahan akan lemahnya Pemda terhadap pusat juga terbaca dari manuver Gubernur AGK misalnya mengaku telah mengemis langsung kepada Presiden Jokowi agar membagi kue pendapatan tambang dengan Maluku utara sebagai daerah penghasil guna memaksimalkan akselerasi pembangunan bagi kemajuan dan kesejahteraan daerah dan rakyat.
Kembali soal Pjs Bupati Morotai, Dia menilai Mendagri Tito Karnavian potensial memiliki pilihan apakah keputusannya bersandar pada UU otonomisasi daerah dan pasal 5 ayat 2(dua) Permendagri atau hanya berdasarkan pada 5 ayat (3) Permendagri nomor 1(satu) tahun 2018 yang menyebutkan dalam ha melaksanakan kepentingan strategis nasional, pejabat sementara Bupati/Waikota dapat ditunjuk oleh menteri tanpa usul Gubernur.
Menurut nya frasa dapat dilakukan oleh Menteri juga mengandung makna tidak wajib tetapi Menteri bisa saja memilih klausula pada pasal lain karena pertimbangan stabilitas dan keberpihakan pada aspirasi rakyat.
“Frasa “dapat” pada pasal tersebut bisa dimaknai sebagai pilihan alternatif lain jika situasi dan kondisi memungkinkan”jelasnya.
Selain itu kepentingan strategis nasional yang telah digariskan konstitusi wajib hukumnya dijalankan oleh seluruh pejabat baik pemerintah daerah maupun DPRD atau pula bagaimana Mendagri bisa menjamin kedudukan Pjs yang lemah secara politik bisa menjamin kelangsungan kepentingan strategis nasional.
Nah Disinilah pertanyaan besar terhadap pasal 5 ayat 3(tiga) yang tidak hierarki dengan UU diatas nya sebagai bentuk lain mengebiri kewenangan pemerintah daerah semata.
Dia menyarankan Mendagri mencabut pasal 5 ayat 3(tiga) ini dan kembali ke pasal 5 ayat 2(dua) sehingga hierarki dengan UU dan menyentuh nilai demokrasi atau aspirasi daerah dalam semangat otonomisasi daerah.
“Elegan ya Mendagri cabut saja pasal 5 ayat (tiga) dan kembali ke ayat 2(dua)”saranya.
Oleh karena itu Dia berpandangan sengkarut Pjs Morotai membutuhkan kearifan berpikir semua pihak dalam menerjemahkan konstitusi sehingga keputusan pejabat sementara Bupati pulau Morotai tidak berunjung polemik.(***)