HEADLINE

PUTRA MALUT, PAKAR POLITIK & DEMOKRASI NASIONAL LUNCURKAN BUKU TENTANG ANIES.

PIKIRAN UMMAT.Com— Ternate||Pakar politik nasional yang juga Derektur IDEa Smith Alhadar, putra Maluku utara bersama koleganya Abdurahman Bin Seh Abubakar meluncurkan karya dalam bentuk buku yang mengupas tuntas kepemimpinan Anies Baswedan dengan judul “Membaca Masa Depan Bangsa ,Anies Baswedan : Gagasan, Narasi dan Karya.”
Lonching buku ini ditandai dengan diskusi publik bertajuk Gagasan Narasi dan Karya dilaksanakan di DRumah Kita Menteng, Jumat (15/7).
Louncing buku ini menghadirkan beberapa pembicara diantara intelektual Prof. Azzumardy Azra dan Abdurahman Bin Seh Abubakar sebagai penulis buku tentang kepemimpinan Anies Baswedan ini.
Anies Baswedan sebagai tema utama buku ini dihadirkan sebagai key note speaker atau pembicara kunci.
Di lansir dari media cyber nasional terkemuka, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disebut sebagai pemimpin otentik dalam peluncuran sebuah buku berjudul “Anies Baswedan: Gagasan, Narasi, dan Karya”. Buku itu ditulis oleh dua orang yaitu Abdurrahman Sehbubakar dan Smith Alhadar.

realitas politik di Indonesia, ada empat tipe pemimpin. Pertama, pemimpin otentik. Tipe ini merupakan pemimpin yang visioner, gagasannya besar, dan mampu menerjemahkan gagasan itu ke dalam kebijakan.

Tipe pemimpin ini juga mampu menerjemahkan sumber daya baik di pemerintah maupun nonpemerintah untuk mengeksekusi kebijakan. “Yang paling penting, tipe pemimpin ini memiliki keberanian politik untuk berhadapan dengan anasir-anasir jahat dalam ekonomi politik kita,” ujar dia di Drumah Kita, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 15 Juli 2022.

Kedua, Abdurrahman melanjutkan, pemimpn dengan visi besar, tapi sebatas retorika dan mimpi. Tipe pemimpin ini tidak mampu menerjemahkan visinya ke dalam kebijakan. Ketiga, pemimpin yang cakap pada tataran operasional dan program, tapi tidak memiliki gagasan besar.

Tipe keempat, yang paling celaka adalah pemimpin yang disebut ignorant leader, tidak memiliki gagasan dan eksekusinya amburadul, dan menjadi bagian dari episentrum oligarki serta korupsi. “Itu boleh dikatakan sebagai pemimpin plastik,” kata dia.

Dalam buku yang ditulis, dia berujar, Anies Baswedan, mulai dari gagasan, narasi, dan karya, serta berdasarkan kualitas personalnya, boleh dikatakan sebagai pemimpin otentik. “Kami meyakini berdasarkan kriteria objektif yang kami gunakan, parameter rasional, Mas Anies ini boleh dikatakan dekat dengan kriteria pemimpin otentik kalau tidak mau dikatakan pemimpin otentik,” tutur dia.

Anies Baswedan disebut memiliki atribut sempurna

Selain itu, Anies Baswedan juga disebut memiliki atribut yang sempurna memenuhi kriteria kepemimpinan model otentik. “Mas Anies ini mengutamakan isi daripada kemasan, beliau juga konsisten dengan ucapan, dan juga memenuhi janji-janji politik,” tutur Abdurahman.

Menurut dia, untuk melihat kualitas pemimpin yang paling dekat dengan atribut pemimpin otentik, bisa dilihat dari dua parameter meninjau dari analisis ekonomi politik. Pertama idealisme politik, yang memungkinkan melakukan analisis kritis terhadap situasi yang dihadapi.

Kemudian situasi ini dipersandingkan dengan para pemimpin atau calon pemimpin dengan kualitas personalnya, kinerjanya, dan track record-nya. Misalnya, Abdurrahman mencontohkan, sistem yang oligarki, artinya harus menemukan pemimpin yang memiliki keberanian politik untuk berhadapan dengan para oligarki.

“Di samping dia kompeten dan memiliki gagasan besar. Nah kemudian yang berikutnya adalah kredibilitas politik. Kami cek ini. Kami persandingkan dengan situasi yang kami hadapi,” ujar dia.

Selama ini, kata Abdurrahman, hal itu sering diabaikan. Dia mengaku tidak pernah mendengar bahwa orang mendengar apa gagasan Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Khofifah Indar Parawansa, Agus Harimurti Yudhoyono, dan tokoh lainnya. Termasuk juga bagaimana kinerja mereka selama ini.

“Enggak pernah kita dengar. Apa parameter yang kita gunakan, untuk mengatakan mereka berhasil atau tidak. Nah ini yang absen di dalam ruang publik kita,” katanya.

Dan selama ini, dia melanjutkan, hanya survei-survei seperti elektabilitas, aksesibilitas, dan popularitas saja yang diperhatikan para surveyor dan pengamat. Setiap dua minggu ada hasil survei yang hanya menangkap persepsi masyarakat yang sering kali tidak sinkron dengan realitas. “Dan kualitas pemimpin yang akan bertarung di dalam kontestasi elektoral. Itu yang terjadi,” tutur dia.(***)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *