ANCAM KAB. PULAU TALIABU HENGKANG DARI MALUT, BUPATI ALIONG MUS DIKECAM GAGAL PAHAM.
PIKIRAN UMMAT.Com—Ternate||Pernyataan Bupati Pulau Taliabu bernada ancaman bakal keluar dari provinsi Maluku utara dan bergabung dengan provinsi Sulawesi Timur menuai kecaman keras berbagai kalangan.
Statemen Aliong Mus justru dinilai sebagai bentuk gagal paham dan politik cuci tangan seorang Aliong Mus atas kegagalannya memimpin dan membangun Kabupaten Pulau Taliabu selama dua periode kepemimpinanya itu.
Paduka Sultan Ternate menilai pernyataan adik AHM itu mustahil dia wujudkan sebab Wilayah Kabupaten Pulau Taliabu merupakan wilayah Kesultanan Ternate.
“Tuntutan aliong itu mustahil dilakukan. Itu hanya sikap ketidakpuasan bupati kepada Pemprov saja”ujar Sultan Hidayatullah Mudhafar Sjah.
Sultan menimpali bahwa wilayah Sulawesi Timur yang dituju Kabupaten Pulau Taliabu justru merupakan wilayah taklukan Kesultanan Ternate.
“Justru Sulawesi Timur itu dulu wilayah taklukan Ternate jadi janggal jika sekarang wilayah Kesultanan Ternate masuk menjadi wilayah Sulawesi Timur” tandas Sultan Ternate.
Muhaimin Syarif, tokoh pemekaran Kabupaten Pulau Taliabu mengecam sikap Bupati Aliong Mus yang dinilai sebagai bentuk gagal paham Bupati Pulau Taliabu terhadap sistem Otonomi Daerah.
Ketua Gerindra Provinsi Malut ini menjelaskan bahwa Pemekaran daerah kabupaten pulau taliabu, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2013 menandankan bahwa Taliabu secara yuridis adalah bagian dari wilayah provinsi Maluku utara.
Dia mengatakan, lazimnya jika bupati Taliabu memahami latar belakang lahirnya sebuah Undang-Undang dimana memiliki pendekatan filosofis, sosiologis, yuridis, dan historis maka ancaman bupati tersebut harusnya tidak dilontarkan di depan umum.
“Bagaimana tidak ancaman ini justru menggambarkan kegagalan dia dalam menahkodai kabupaten pulau taliabu, sebab selain tidak paham tentang mengelola pemerintahan menandakan aliong mus juga tidak memiliki kemampuan memahmi bahwa lahirnya undang-undang yang memiliki asas yaitu kejelasan tujuan, kelembagaan, kesesuaian antara jenis, hirarki dan materi muatan, dapat dilaksanakan, efektivitas, dan efisensi, kejelasan rumusan, dan keterbukaan”papar Muhaimin Syarif.
Dari aspek aspek ini lanjut dia, maka Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2013 masih sangat relefan dengan undang-undang Nomor Nomor 23 Tahun 2014.
Haji Muhaimin syarif menambahkan, alasan Aliong hengkang dan bergabung dengan provinsi sulteng karena ketimpangan kebijakan pembangunan provinsi Maluku utara terhadap kab pulau taliabu, padahal secara formil tata-kelola pemerintahan daerah terkait kebijakan pembangunan tentu memiliki basis hukum.
Muhaimin menerangkan sejauh ini belum ada tata-ruang yang mengatur tentang kewenangan pemerintah provinsi dalam mengimplementasi tugas dan kewenangan tentang wilayah mana menjadi kewajiban pemerintah daerah provinsi untuk mendistribusi kewenangan pembangunan termasuk terhadap Kabupaten Pulau Taliabu.
Sultan Hidayatullah Sjah meminta Pemprov Memahami kegalauan Aliong Mus dengan kebijakan pembangunan untuk Kabuoaten Taliabu.Sebab kata Paduka, Kabuoaten Pulau Taliabu masih terkebelakang pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan.
“Sy dukung keresahan bupati kaitannya dg pemprov. Wajar jika bupati bereaksi demikian. Walau reaksi iti sungguh mustahil dikabulkan”imbuhnya.
Paduka Sultan berharap perhatian pemerintah ke Taliabu.
“Pemprov harus perhatikan Kab Taliabu. 90% jalan di Taliabu rusak berat. Hampir semua jalan tanah. 2 Jembatan pun hasil swadaya masyarakat. Pemprov Malut harus turun tangan membangun Taliabu”
Namun Muhaimin seolah mengingatkan kembali bahwa Aliong Mus bahkan membantah pernyataan Gubernur Malut AGK bakal meluncurkan anggaran 75 Milyar untuk pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu .
“Bahkan pernyataan gubernur Maluku utara Tentang Taliabu mendapat bantuan anggaran 75 M dibantah oleh aliong mus selaku bupati taliabu”ungkap nya.
Muhaimin syarif mengingatkan kepada Aliong bahwa lahirnya kabupaten pulau taliabu secara mekanisme mendapatkan persetujuan provinsi Maluku utara olehnya jangan sampai hanya karena ketidak pahaman kepala daerah lalu dengan dalil ketimpangan kebijakan pembangunan kemudian mengancam untuk bergabung dengan provinsi lain.
“ini merupakan bentuk kegagalan bupati dalam memahami eksistensinya sendiri. Bahkan terkesan bupati tidak mengerti bagaimana proses lahirnya sebuah daerah otonomi baru”semprot Muhaimin.
Dalam hemat muhaimin syarif selaku mantan sekretaris tim pemekaran kab pulau taliabu, ada indikasi ancaman aliong ini selain gagal paham atas proses lahirnya sebuah daerah otonomi juga adalah statemen politik untuk mengelabaui publik Maluku utara secara umum dan pulau taliabu khusunya atas kegagalannya membangun kabupaten Pupau Taliabu.
“Boleh jadi, ini merupakan cara aliong mus menutupi kegagalan dia selama dua periode menjadi bupati taliabu khusnya atas janji kampanye, hal mana dapat dilihat selama dua periode menjadi bupati Aliong mus tidak mampu meyediakan infrastruktur dasar mulai dari jalan, pelabuhan, bandara, kesehatan, dan pedidikan, dalam rangka mempercepat akselerasi dan koneksitas antara wilayah sehingga tujuan otonomi daerah dalam hal ini menumbuhkan pertumbahan dan pemerataan ekonomi, dapat terpenuhi”papar Muhaimin.
Kegagalan Aliong Mus memimpin Taliabu tuding Muhaimin berdanpak luas terhadap kehidupan masyarakat dan secara politisi potensial menasbihkan Aliong Mus sebagai Bupati pembohong atas janji-janji kampanye saat pemilihan Bupati yang tak kunjung dia penuhi.
“Justru selama ini, dapat dilihat dikarenakan tidak tersedianya infrastruktur dasar sehingga angka stunting di taliabu adalah tertinggi dimaluku utara, bahkan dieranya memimpin, lapangan kerja sangat minim dan tertundanya pembayaran gaji honorer. Padahal dalam janji kampanyenya mengatakan bahwa jika terpilih dan tidak mampu membangun jalan lingkar pulau taliabu aliong mus mengatakan bahwa masyarakat boleh menyebutnya bupati bohong”beber dia.
Lebih jauh lagi dia menilai telah terjadi disparitas ekonomi dan menyebabkan tidak sedikit warga yang eksodus dari pulau Taliabu guna mengadu nasib di negeri orang.
“kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya disparitas ekonomi. Dalam perkembanganya tidak sedikit warga Taliabu yang meninggalkan pulau taliabu untuk mengaduh nasib di negeri orang demi mempertahankan hidup” pungkasnya.
Untuk itu selaku ketua DPD PARTAI GERINDRA yang juga selaku putra daerah taliabu mengajak semua elemen yang cinta akan kabupaten pulau taliabu untuk tidak memggubris statemen bupati aliong mus sebagai suatu pernyataan pejabat Negara (kepala daerah) sejatinya tidak memahami eksistensinya sebagai bupati.
“Saya harap masyarakat Kabupaten Pulau Taliabu tidak terkecoh karena Statemen Aliong Mus tak ubah nya sebuah pernyataan Pejabat Negara yang tidak memahami eksistensi sebagai Bupati”pungkas Muhaimin Syarif, Tokoh Tokoh Kabupaten Pulau Taliabu dan Ketua DPD Gerindra Provinsi Maluku utara.(***)