SULTAN TERNATE TEPIS ISYU KE BOROBUDUR HADIRI UNDANGAN GANJAR PRANOWO.
Paduka Sultan Hidayatullah :Itu Kegiatan Budaya Yang Dilaksanakan Oleh Matra atau Masyarakat Adat Nusantara.Bukan Ganjar.
PIKIRAN UMMAT.Com—Jakarta||Isyu politik di pemilihan Presiden tak pelak bias.Para tokoh yang dipandang memiliki pengaruh kuat di masyarakat diisyukan mendukung salah satu calon Presiden.Kegiatanya diplintir dan di freming sebagai bentuk dukungan keoada caores tertentu.Nuansa itu terjadi dan menimpa Sultan Ternate Hidayatullah H.Mudhafar Sjah.
Paduka Sultan ternate di isyukan memdapat undangan salah satu capres untuk menghadiri acara yang di gelar di Candi Borobudur Magelang Jawa Tengah.Padahal undangan kegiatan dimaksud diselenggarakan oleh lembaga budaya dengan agenda yang bukan agenda politik.
Sultan Ternate Hidayatullah menepis informasi liar itu sebagai isyu politik yang tidak benar.
Kepada media ini, paduka Sultan Hidayatullah menyatakan dirinya dan pihak kesultanan Ternate di undang ke agenda di candi Borobudur dalam acara yang diselenggarakan Matra atau Masyarakat Adat Nusantara bukan acara nya Ganjar Pranowo.
“Itu kegiatan budaya yang dilaksanakan oleh Matra atau Masyarakat Adat Nusantara.Bukan oleh Ganjar (Ganjar Pranowo-ref)”tegas Paduka Sultan menanggapi konfirmasi yang dilayangkan media ini.
Sultan menandaskan bahwa baik dirinya dan lembaga adat kesultanan Ternate belum menyatakan sikap mendukung calon Presiden siapapun.
Sikap Sultan Ternate yang dinilai netral menuai pujian dan apresiasi tinggi publik bahwa paduka Sultan Ternate membebaskan dirinya dan lembaga adat dari kepentingan politik yang sempit .
“Pak Sultan Ternate patut kita puji dan apresiasi tinggi atas sikap netral nya di Pilpres”puji Wahid yang mengaku warga Ternate ini.
Sementara nara sumber of derecord media ini mengingatkan agar lembaga adat mengambil posisi netral dengan alasan ditengah iklim demokrasi yang sarat pro kontra potensial menimbulkan kegaduhan.
Menurut nya, di alam demokrasi sekarang ini, masa kultural juga sudah berpikir bebas dan terfragmentasi dalam sikap dan pilihan-pilihan politik yang rasional sehingga lembaga adat seperti kesultanan atau kerajaan harus tampil sebagai fasilitator demokrasi tanpa upaya mengkebiri hak demokrasi warga adat.
Selain itu, keterlibatan lembaga-lembaga kultural dinilai seringkali di manfaatkan lain dan bias sehingga lembaga-lembaga adat dan budaya ini terseret secara tidak produktif dalam konteks promosi budaya sebagai alat pemersatu bangsa.
“Lembaga adat harus netral dan keluar dari interes politik yang potensial bisa mengiliminasi peran lembaga kultural sebagai alat pemersatu bangsa”pungkas nya.(***)