OPINI

Dian Telah 17 Tahun,Serasa Menggantung di Horison : Harap-harap Cemas [Part 73].

Anwar Husen/Kolomnis Tetap/Tinggal di Tidore.

Iklan.
Ada hal yang ingin saya tulis untuk part ini.Ide dan pesan telah kelar, sisa menunggu jeda waktu untuk menuangkannya.Tiba-tiba si sulung di Makassar mengabarkan bahwa adiknya berulang tahun hari ini, Dian Shafa Ramadhanti.Jika saya memutuskan me nulis ini, maka itu tak semata mematrikan kenangan tetapi juga, ada pesan yang penting dan mengiringinya.

Si bungsu ini, di taqdirkan melihat dunia di 11 Oktober 2006.Memberi namanya, sengaja di pilih sebagai penanda waktu, di awal ramadhan, bulan yang di muliakan kaum muslimin sebagai yang penuh rahmat dan magfirah.Jadilah, pelita atau penerang di awal bulan penuh rahmat.Bisa juga bermakna cahaya, yang mentasbihkan mi’raj, jalan menggapai dan “memeluk”Nya di lapisan langit tertinggi dalam pandangan ahli hakikat.

Dan kita bisa saja berpendapat apa saja, tetapi kadar kasih dan sayang pada si bungsu, selalu paralel dengan titian kehendakNya.Para orang tua pasti tak bisa mengelak jika mereka-mereka ini punya bilik khusus di relung hati yang paling dalam.Ďengan mereka, rasionalitas jadi berantakan.Berbagi kasih yang setara,hanya teori.Yang tersisa, subjektifitas yang tak berbatas.Tak perlu menalar kehendak rahman dan rahimNya.

Karib saya di Manado, seorang pekerja media yang malang-melintang ketika itu, Katamsi Ginano,punya istilah khusus buat anak-anak bungsu, jenderal bintang lima.Penamaan ini terinspirasi dari tradisi Tentara Nasional Indonesia [TNI] yang ketika itu, di jaman Orde Baru, memberi gelar kepada jenderal-jenderal tertentu.Padahal dalam struktur kepangkatan hanya di kenal bintang empat.Dan jika di Indonesia ketika hanya ada satu jenderal bintang lima maka anak bungsu kita adalah yang keduanya.

Penamaan ini, hanya sekedar analog bahwa mereka memiliki “kekuasaan” tak terbatas.Ketika menghadapi ataupun mengamati prilaku mereka di mana saja,entah itu anak tetangga ataupun yang lain, saya sering mengingat istilah karib ini dan bikin jadi lucu.Termasuk si bungsu, sang “pelita” saya ini.

Dian kecil, punya memori khusus di bilik hati kedua orang tuanya.Ada hal di pertumbuhan masa kanak-anaknya yang memberi kami “pelajaran”, betapa mahalnya nilai kasih sayang orang tua pada anak-anak, sesuatu yang di impikan di setiap waktu, di setiap desah nafas yang mengaliri hidup mereka.

Saya, dan mungkin para para orang tua lainnya, sering di waktu yang tak di duga,merenunginya.Kita mungkin membayangkan kelak anak-anak kita, hidup tanpa kita lagi.Masa kanak-kanak, menjadi dewasa dan tua.Sama seperti kita hari ini, ketika mengingat masa-masa kecil dulu bersama orang terkasih kita, orang tua kita.Sebuah siklus sunatullah yang abadi.

Ketika merenungi siklus ini, sering saya membayangkan sedang melayang di horison, harap-harap cemas.Bertambahnya usia hanya penanda sekaligus peringatan bahwa “etape” kehidupan, telah berkurang setahun dari yang di rencanakan Tuhan.

Banyak pelajaran hidup di sekitar kita bahkan hingga di tiris rumah kita yang memberi peringatan betapa nikmat hidup itu bisa saja terambil kembali dalam seketika oleh sang pemiliknya.Kita, yang mungkin baru kemarin, bisa bercanda dan bersenda gurau dengan teman, sahabat hingga keluarga inti kita, hari ini bisa lepas semua itu.

Karib sekaligus keluarga saya di kampung sebelah, di kabari teman,berpulang di minggu malam itu.Padahal sorenya, karib ini sedang bersenda gurau dengan teman-teman baiknya.Di pukul 03.00 WIT.Senin dini hari, saya melayat karena baru mengetahui.Di depan jasadnya yang terbujur kaku, yang memancarkan aura ketenangan dan “kemenangan”, insya Allah,saya memanjatkan doa buat keselamatannya dan juga buat keselamatan dari hiruk-pikuk kehidupan dunia yang “menipu” ini.Batas antara bahagia dan nestapa, bisa secepat kedipan mata.

Serasa baru kemarin pertemanan dan senda gurau kita, hari ini telah berpulang.Serasa baru kemarin masa muda kita, hari ini telah renta.Serasa baru kemarin masa kanak-kanak para anak-anak kita, hari telah menanjak dewasa.

Tak saya duga, tiba-tiba ibundanya Dian, berujar spontan dan sedikit kaget, saat sedang santap malam ini : tak terasa Dian sudah 17 tahun.

“Ya Tuhan kami, jadikanlah suami-suami kami, isteri-isteri kami, anak-anak kami dan cucu-cucu kami, sebagai penyejuk pandangan mata, penenang dan penenteram jiwa”.

Selamat ulang tahun Dian.Jadilah cahaya kebaikan dan kebajikan, kini dan kelak, buat sesama.Wallahua’lam.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *