OPINI

“Pohon besar” dan kesaksian om Saleh [Part.16].

Anwar Husen,S.Pd,M.Si. Kolomnis tetap

Kamis kemarin [09/03],oleh seorang karib,kebetulan kami bertetangga cukup lama di rumah orang tua di kelurahan Gamtufkange sebelum saya “pindah alamat” karena menikah,saya di minta menjadi saksi atas perkara perdatanya yang sementara di sidangkan di kantor Pengadilan Agama,Tidore.

Di halaman kantor yang beralamat di kelurahan Tuguwaji,yang bersih dan tertata baik ini,ada sebuah pendopo mungil bertuliskan “Ruang baca dan merokok”.dalam hati saya,menarik juga tempat ini.di situ,kami mengobrol sesama saksi dan Pengacaranya sembari menunggu sidang di mulai.pengacara,yang kebetulan karib saya ini memberi “briefing” singkat : tugas saksi hanya menjelaskan apa yang di lihat,di dengar dan di alami,cukup itu.

kebetulan di deretan saksi,ada yang saya kenal dekat.beliau adalah Saleh Kader,warga kelurahan Soasio dan pensiunan ASN di kantor departemen pendidikan di jaman kabupaten Halmahera Tengah,sebelum bergulir otonomi daerah.telah berkepala Tujuh,usianya.kebetulan juga saya memulai karir ASN sebagai guru pada sebuah SMA Negeri di Tidore kala itu membuat kami relatif lama bersinggungan karena tugas.saya menyapanya om Saleh,sedikit dari orang yang “pakar” membuat “Besu”,semacam penutup kepala berbahan kain dan khas masyarakat adat di lingkungan kesultanan.

Di tengah obrolan itu,seolah baru tersadar,mata saya
tertuju pada sebuah pohon besar di halaman kantor ini,yang memang cukup lama telah ada,bahkan mungkin sebelum saya lahir,dan masih berdiri kokoh dan menjulang tinggi.di masa kecil,kami biasa menandai tempat ini sebagai “pohon besar”.di waktu lampau,sering ada kesaksian warga bahwa pohon ini banyak menebar aroma mistis di sekitarnya.

Karena telah cukup lama dan mengangapnya sebagai “biasa”,hanya sebuah pohon yang mungkin berusia tua karena lebih dulu tumbuhnya,orang relatif tak peduli saat lalu lalang termasuk juga saya,sebelum bertemu om Saleh di pagi kemarin itu.saya jeda mengambil HP dan memotretnya.

Padahal jika mau sedikit sensitif,saat ini sudah sangat sulit di temukan berdirinya pohon besar yang di taksir berusia puluhan bahkan ratusan tahun di tengah kota.bahkan bisa jadi bernilai “Icon”.di Ternate “tempo dulu”,pohon-pohon begini banyak terlihat di kawasan benteng Oranye dan di beberapa titik di dalam kota.

Saya iseng bertanya pada om Saleh,mungkin beliau tahu sejarah pohon ini.dengan sikap meyakinkan,beliau mengurai bahwa bibit pohon ini di bawa almarhum sultan Zainal Abidin Syah dari Jakarta di sekitar tahun 1968 atau 1969.dia bukan jenis Beringin seperti yang di duga banyak orang.sampai di sini saya magfum karena letaknya memang di halaman eks.kediaman sultan,sebelum di bangun kantor ini.jika menilik informasi om Saleh ini maka pohon ini relatif seusia saya.di tengah asyiknya berbagi cerita nostalgi ini,tiba-tiba petugas kantor memberi isyarat bahwa para saksi di silahkan masuk ke ruang tunggu,kami jeda.

Di “Teras Aton”, dalam sebuah “sesi” obrolan rutin tentang sejarah awal berpemerintahan di daerah ini,kami mendapatkan informasi bahwa burung-burung kecil sejenis pipit yang umum terlihat di halaman kantor Walikota dan sekitarnya saat ini,di bawa mantan bupati kabupaten Halmahera Tengah almarhum Abdul Bahar Andili dari jakarta,ketika daerah ini mulai definitif sebagai sebuah kabupaten di tahun 1990.demikian pula dengan pohon berjenis Palem yang tumbuh menjulang dan berjejer di jalan pantai Kotamabopo dan di beberapa titik saat ini termasuk di halaman kantor walikota yang telah berusia sangat tua bahkan sebahagiannya sudah di tebang itu,bibitnya juga di bawa oleh almarhum dari luar daerah.mungkin termasuk jenis pohon “import” yang pertama di Maluku Utara saat itu.ketika mendengar informasi ini,karib saya,pemilik “Teras Aton”,tempat nongkrong kami saban malam ini refleks memukul meja,mungkin pertanda kagum karena di luar nalarnya.kami kaget seketika.tapi kata-katanya ini yang justru bikin “kaget” kami semua malam itu : sekelas pohon dan burung saja,sempat di pikirkan oleh pemimpin kita ketika itu,puluhan tahun yang lalu.dia melanjutkan kata-kata,”tara dapa dia pe sama dengan”.maksudnya mungkin sulit di nalar dengan logika pikiran-pikiran hebat pemimpin daerah kita di masa lampau.

Jika benar,maka pohon besar tadi di bawah oleh almarhum sultan Zainal Abidin Syah untuk “melengkapi” halamannya yang luas itu.sama seperti burung-burung mungil dan bibit Palem yang di bawa almarhum Abdul Bahar Andili itu,untuk “melengkapi” sebuah bangunan termegah dan bervisi di Maluku Utara saat itu sebagai Icon daerah yang di bangun di masanya serta halamannya yang luas,tertata dan asri : kantor bupati Halmahera Tengah,kini kantor Walikota Tidore kepulauan.keduanya bisa bermakna ” visi” tentang masa depan,jauh melampaui apa yang di pikirkan warganya.

Potongan “briefing” pengacara kepada para saksi tadi bahwa hal yang di sampaikan adalah apa yang di lihat,di dengar dan di alami : di pendopo kecil tadi,om Saleh memberi kesaksian sejarah tentang potensi Icon kota yang mungkin di lupakan,sebuah pohon besar di tengah kota yang berusia sekitar 55 tahun.wallahua’lam.!

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *