MENURUNNYA DERAJAT DPR.
DR. ABDUL AZIZ HAKIM: ITU IMPLIKASI DARI PENERAPAN PILPRES SECARA LANGSUNG.
PIKIRAN UMMAT.Com—Ternate||Beberapa Minggu belakangan ini publik dikejutkan dengan agenda politik nasional yaitu Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara DPR RI dengan Prof. Mahfud MD dalam posisnya sebgai Komnas PPATK.
Media ini mencoba melihat sisi lain forum RDPU pada aspek bagaimana hubungan sesungguhnya antara kedua lembaga ini dalam konstruksi konsep ketatanegaraan.
Berhubungan dengan hal ini kami mewancarai salah satu akademisi yang juga pakar hukum tata negara Dr. Abdul Aziz Hakim, SH., MH. Berikut beberapa catatan substansi terkait dengan hal tersebut.
Menurutnya posisi presiden dan DPR pasca amandemen UUD 1945, tentu mempunyai kedudukan yang sama dalam konteks legitimasi rakyat. Apalagi presiden dipilih rakyat secara langsung. Dari optik konsep ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen, tentu kekuatan presiden sama-sama kuat posisinya dengan DPR, hal ini berbeda dengan konsep presiden dipilih oleh MPR. Sebab konstitusi kita menganut konsep pemilihan langsung atau direct election yang nota bene merupakan turunan dari teori demokrasi langsung. Pakar hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku (FH UMMU Ternate).ini menilai konstruksi konstitusi pasca amandemen memberikan kedudukan hukum yang kuat kepada presiden. Walaupun begitu menurut sekretaris DPP APHTN-HAN ini posisi DPR tetap diberikan fungsi pengawasan oleh UUD utk mengontrol presiden. Dalam konteks konstitusi legal standing presiden itu sama-sama derajatnya karena dipiilih rakyat secara langsung, sehingga kita bisa katakan bahwa Presiden dan DPR ini sebagai mandataris rakyat karena dia diberi mandat langsung oleh rakyat, dalam konteks inilah dia sejajar. Beda halnya jika presiden itu dipilih MPR posisnya kuat hubungannya dengan struktur kekuasaan negara. Inilah resiko kita merubah konstitusi dengan tidak mempertimbangkan aspek rasio konstitusi, sehingga berimplikasi pada praktek ketatanegaraan kita. Menurut Dr. Abdul Aziz Hakim, harusnya secara filosofis dan ideologis presiden itu dipilih oleh MPR sebagaimana amanat pancasila, sila keempat yang merupakan norma tertinggi (Staat fundamental Norm), sebagaimana dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945, tetapi kan di rubah dan yang merubah juga oleh DPR yang masuk sebagai anggota MPR. Justru sadar atau tidak ini melemahkan kedudukan DPR sebagai satu-satunya pemegang mandat kedaulatan rakyat yang dianut dalam konsep ketatanegaraan Indonesia, tegas Aziz. Jadi dalam posisi ini sesungguhnya DPR sendiri yang menurunkan derajat konstitusi di mata rakyat. Presiden dan DPR dalam konteks ini sama-sama punya konstitusional power yang seimbang. Lebih lanjut menurut pakar hukum tata negara ini, sistem Pilpres secara langsung juga sebenarnya merubah wajah demokrasi Pancasila kita ke sistem demokrasi liberal. Jadi efeknya bisa mempengaruhi hubungan Presiden-DPR, sehingga dalam keadaan tertentu presiden bisa mengatakan ke DPR, hei DPR kita ini sama-sama dipilih langsung oleh rakyat jadi jangan terkesan memposisikan sebagai lembaga yang lebih tinggi dari presiden, lalu seenaknya memanggil presiden lewat menteri-menterinya.
Potensi tarik menarik kepentingan/ constitutiononal posisition ini sangat merimplikasi pada kedudukan ketatanegaraan kita.
Penulis buku Impeachment Presiden ini juga berkesimpulan bahwa, posisi DPR di era kekinian tidak begitu kuat walaupun dia diberi fungsi pengawasan dalam konstitusi, tetapi nilai pengawasannya tidak sekuat pada era pemilihan melalui MPR sebagai forum representasi langsung dari dari rakyat.
“Ya, namanya juga sistem pasti ada kelemahannya, dan lucunya lagi kelemahan ini dibiarkan saja oleh elite politik sehingga akan mengakibatkan rusaknya tatanan sistem ketatanegaraan yang sejak awal telah didesain dengan baik.”tandasnya.
Kekacauan sistem ketatanegaraan sebgaimana termaktub dalam konstitusi ini jika tidak diantisipasi dengan baik, maka ruang konflik lembaga-lembaga kenegaraan kita kedepan akan semakin besar.
“Dalam konteks inilah saya setuju jika sistem pemilihan kita dirubah kembali dengan mengikuti roh Pancasila sebagai roh dari konstitusi kita sendiri”pungkas nya..(***)