CAPRES INDONESIA DI MATA PUBLIK BARAT DAN CINA
Smith Alhadar/Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)
Seandainya Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto berkontestasi untuk merebut hati publik Barat dan Cina, maka bisa dipastikan pemenangnya sudah dapat ditentukan dari sekarang.
Anies akan menang telak di Barat, sementara Ganjar akan menang di Cina. Kemenangan Anies ditentukan oleh kualitas moral, intelektual, dan leadershipnya. Publik Barat sangat sensitif terhadao moralitas pemimpinnya.
Bahkan, mereka tak menoleransi calon pemimpin yang bersinggungan dengan pelecehan seksual, perzinaan, ataupun pornografi. Jangan tanya lagi kalau sudah menyangkut korupsi atau ketiadaan komitmen pada demokrasi.
Presiden petahana Donald Trump kalah dalam pilpres AS 2020 karena tersangkut dua dari tiga isu tersebut, yakni pelecahan seksual dan ketidakpeduliannya pada demokrasi. Dalam hal ini, Anies akan menjadi favorit karena ia bebas dari tiga indikator itu.
Ganjar tak akan menjadi pilihan karena, sebagaimana pengakuannya, gemar menonton film bokep. Prabowo juga akan tersingkir karena, sebagaimana pengakuan presiden ke-3 BJ Habibie, ia sempat hendak mengambil alih kekuasaan sehari setelah Presiden Soeharto lengser.
Tetapi Ganjar akan menang di Cina karena negara itu tak memedulikan ukuran moral yang menyangkut seksual. Mayoritas rakyatnya juga meremehkan sistem demokrsi yang dipandang sebagau inovasi Barat yang tak berguna.
Dus, kasus kekerasan di Wadas di mana Ganjar mengirim aparat bersenjata lengkap untuk mengintimidasi warga desa itu guna memaksa mereka menjual tanahnya untuk dijadikan proyek tambang batu andesit tak akan menjadi pertimbangan rakyat Cina.
Isu korupsi mungkin menjadi kekurangan Ganjar di Cina. Sebagaimana diketahui, Gubernur Jateng itu sempat dituduh terlibat mega korupsi e-KTP. Menurut Nazaruddin, Bendahara Partai Demokrat, Ganjar menerima US$ 520 ribu. Setya Novanto juga memberikan testimoni yang sama.
Tetapi Anies tak mendapat keuntungan dari kelemahan Ganjar karena mantan Gubernur DKI itu tak akan menoleransi penindasan Beijing atas komunitas Muslim Uighur. Bukan lantaran Anies didorong sentimen agama, melainkan karena penghormatannya pada kebebasan beragama.
Posisi Prabowo lebih baik dari pada Anies karena Menhan itu berjanji akan mempertahankan status quo di mana Cina sangat diuntungkan. Di bawah Presiden Jokowi, investasi Cina di Indonesia hanya bertujuan mendukung pertumbuhan industri dalam negerinya.
Tetapi publik Cina masih akan condong ke Ganjar karena Prabowo adalah mantan prajurit AD didikan AS dan secara ideologis-historis TNI AD sangat peka terhadao Cina komunis yang dianggap trlibat G30S 1965.
Anies juga lebih didukung publik Barat karena komitmennya yang kuat pada demokrasi dan penegakan HAM. Dalam hal ini Ganjar akan tertolak karena insiden Wadas.
Sementara, Prabowo dikaitkan dengan penculikan aktivis 1997. Kendati Prabowo mengaku sembilan aktivis yang diculiknya semuanya telah ia bebaskan, hal itu tak akan dimaafkan publik Barat.
Berbeda dengan Indonesia yang masih didominasi pemilih ideologis dalam struktur pemilihnya, pemilih di Barat lebih didominasi pemilih rasional. Lagi-lagi Anies akan unggul karena kapasitas intelektualnya dan rekam jejaknya yang gemilang saat memimpin DKI Jakarta.
Dalam hal ini, Prabowo dan Ganjar bukan tandingan Anies. Selama satu dekade memimpin Jateng, Ganjar tak mampu, bahkan terkesan tak peduli, pada kesejahteraan warganya. Jateng justru menjadi provinsi termiskin di Pulau Jawa.
Sebwlum covid-19 pd 2020, Anies berhsil mereduksi tingkat kemiskinan di ibu kota. Sementara, Prabowo tak mampu membuat Indonesia bebas dari impor pangan. Proyek food estate yang dipercayakan Jokowi kepadanya terbukti gagal total. Untuk ini, publik Barat dan Cina tak dapat menerimanya.
Dominannya pemilih rasional di Barat terlihat dari terpilihnya Barack Hussein Obama, etnis Afrika, sebagai presiden AS. Di Inggris, seorg keturunan migran India, Rishi Sunak, dipercaya publik memimpin bangsanya sebagai perdana menteri. Obama dan Sunak memang terbukti cakap dalam memimpin dua bangsa besar itu.
Tetapi Ganjar akan lebih diuntungkan di Cina karena pemilihnya didominasi pemilih sosiologis. Dalam hal ini, pemilih dengan latar belakang budaya Han, yang merupakan 80% dari populasi Cina. Ganjar lebih menarik karena kebijakannya akan menopang kemakmuran Cina (baca: Han).
Populasi non-Han terkonsentrasi di wilayah Mongolia Dalam, Tibet, dan Xinjiang (dihuni etnis Uighur) tentu lebih condong ke Anies yang dipandang peduli pada diskriminasi yang mereka alami.
Prabowo tak menarik bagi etnis non-Han, tetapi dibandingkan Anies, Prabowo lebih disukai etnis Han karena akan melanjutkan hubungan erat Indonesia-Cina yang sangat menguntungkan masyarakat Han. Buruh Cina di Indonesia umumnya berasal dari budaya Han.
Publik Barat mengedepankan kapasitas intelektual pemimpin dan nilai-nilai universal yang di-share mereka karena pemimpin semacam ini lebih mudah difahami dan karena itu perangainya lebih dapat diprediksi.
Pengetahuannya yang objektif dan mendalam — serta karakter jujur — lebih dapat diandalkan untuk berkomunikasi dan menyusun kebijakan negara mereka terhadap negara sahabat. Masyarakat sipil Barat yang makin berpengaruh dalam politik global juga menyukai pemimpin seperti Anies.
Awalnya, publik Barat sempat menyukai Jokowi karena terpengaruh kampanye media di tanah air yang membranding Jokowi sebagai tokoh kerakyatan yang pada dirinya mengandung unsur kebaruan, pintar, sederhana, demokratis, serta berkomitmen pada penegakan HAM.
Tak lama mereka meninggalkan Jokowi karena tak ada satu pun yang dilaporkan media nasional benar adanya. Ternyata Jokowi tak dapat dipercaya dan tak terfahami. Janjinya menyelesaikan isu pelanggaran HAM berat di masa lalu tak terbukti. Malah terjadi pemenjaraan kaum oposisi dan pembunuhan di Km 50. Sikap permisifnya terhadap ulah Cina di Laut Cina Selatan dipandang mengganggu stabilitas keamanan dan geopolitik global.
Sementara, Ganjar dianggap sama dan sebangun dengan Jokowi. Kendati bukan Soekarnois yang sosialistik, ia dipandang pemimpin boneka yang dikendalikan PDI-P, yang tidak ramah terhadap Barat dibandingkan sikapnya terhadap Cina. Publik Barat sensitif terhadap Cina karena negeri Tirai Bambu ini adalah rezim otoriter yang kejam terhadap rakyatnya.
Dus, Ganjar juga unpredictable. Ia tak bersuara ketika pada 2015 dan 2022 atlet badminton dan balap sepeda Israel bertanding di Jakarta, tapi tiba-tiba menolak timnas Israel dalam ajang Piala Dunia U-20.
Kesukaannya pada pornografi tentu juga menjadi catatan tersendiri bagi publik Barat. Pada awal Mei silam, Neil Parish, anggota parlemen Inggris dari Partai Konservatif, terpaksa mengundurkan diri setelah mengaku menonton fiilm bokep di House of Common.
Tetapi publik Cina lebih menyukai Ganjar karena, sebagaimana Jokowi, ia tak terlalu peduli pada masalah hukum asalkan tujuannya tercapai. Sebagaimana Jokowi, ia juga tak terlalu peduli pada protes publik terhadap besarnya buruh Cina yang bekerja di sini dan deal-deal bisnis Indonesia-Cina yang berat sebelah. Publik Barat ingin semua komunitas di dunia yang peduli pada demokrasi dan HAM tidak memberi keuntungan sedikit pun kepada Cina.
Prabowo rasional dan predictable. Dan sebagai nasionalis impulsif serta hubungan ideologis dan kulturalnya yang kuat dengan Barat membuat ia tak difavoritkan publik Cina dibandingkan dengan Ganjar meskipun Prabowo mengaku akan melanjutkan kebijakan pembangunan Jokowi.
Bagi Cina, Anies terlalu pintar sehingga sulit dijinakkan. Anies tahu kemampuan bangsanya dalam bernegosiasi dengan pihak luar. Lebih dari pada itu, Anies ditengarai didukung kaum kritis terhadap Cina. Dan secara ideologis, berbeda secara diametral dengan Cina.
Dengan demikian, hubungan ekonomi Jakarta-Beijing dibawah Anies sangat mungkin akan mengalami revisi. Tentu saja hubungan saling menguntungkan Indonesia-Cina akan dipelihara, tetapi Anies akan memosisikan RI pada titik imbang antara Barat dan Cina. Artinya, Anies akan mengeluarkan Indonesia dari posisinya sebagai mitra yunior Cina. Hal ini disukai publik Barat.
Dalam hal leadership, publik Barat juga akan memprioritaskan Anies. Kebijakan pembangunannya di Jakarta yang menggunakan konsep-konsep ekonomi-sosial kekinian yang menempatkan kemanusiaan — berintikan keadilan sosial — sebagai episentrum dikagumi di Barat.
Tak heran, banyak negara Barat, bahkan Sekjen PBB, meminta pendapatnya terkait isu-isu global untuk kepentingan bersama. Ganjar tak punya prestasi. Di masa kepemimpinannya, Jateng dilanda banjir besar yang bertahan lama. Sementara, publik Barat tak tahu apa yang dilakukan Prabowo selama memimpim Kemenhan. Bahkan karakter jujur Prabowo runtuh di mata publik Barat ketika ia memuji-muji Jokowi. Tetapi publik Cina akan mendahulukan Ganjar karena urusan banjir tak ada hubungannya dengan kepentingan mereka.
Memang negara Barat, khususnya AS, juga lebih peduli pada pemimpin (diktator sekalipun) yang memelihara kepentingan nasional AS. Tetapi berbeda dengan publik Cina, publik Barat kritis terhadao pemerintahannya yang menutup mata terhadao korupsi, demokrasi, dan HAM di negara-negara Dunia Ketiga.
Akhirnya, lepas dari bagaimanapun publik Barat dan Cina memandang capres Indonesia, rakyat Indonesialah yang paling tahu siapa pemimpin yang pas untuk memimpin bangsa pd 2024.
Tangsel, 14 Mei 2023.