OPINI

Sosok A.G.Ely dan Tidore : Potret Keteladanan dari Negeri Seberang [Part.46].

Anwar Husen/Kolomnis Tetap/tinggal di Tidore.

Jelang masuk waktu Jum’at tadi,saya iseng melihat sebentar facebook.Tak di nyana,ada postingan @Karim Ely yang bagi saya teramat menggugah.Di kediaman orang tuanya,A.G.Ely di Poka-Ambon,foto keluarga mereka dan narasinya menautkan ingatan saya berpuluh tahun lalu.

Sontak,saya mengirim pesan inboks ke karib Karim tadi,meminta nomor kontaknya dan beliau spontan menelpon.Dari pesan Whatsapp,saya mendapatkan cukup informasi untuk konten catatan pendek ini.

Saya percaya,jika ini adalah karunia kemahakuasaan Tuhan membolak-balikan hati.Dan bukan kebetulan jika beberapa malam lalu,kami sedang mereview perjalanan daerah ini,Kota Tidore Kepulauan,termasuk menyebut-nyebut nama mantan sekretaris daerah administratif Halmahera Tengah tadi,A.G Ely,yang kini telah menjelang usia 90 tahun itu.Jujur saya kaget ketika melihat postingan anak sulungnya di facebook tadi.

Bukan kebetulan pula jika di postingan lain,ada gambar mantan walikota Ternate Samsir Andili dan Burhan Abdurrahman,yang telah berpulang,dengan sedikit narasi kebanggaan akan jejak maha karya mereka,di akun senior saya,@Malik Ibrahim.Jum’at hari ini,benar-benar memberi berkah dan hikmah yang tak terkira.

Iya,bapaknya karib saya Karim Ely tadi,Drs.A.G.Ely adalah mantan sekretaris daerah,daerah administratif Halmahera Tengah,yang di usia senjanya bersama sang isteri tercinta menempati sebuah kediaman sederhana seperti yang terlihat di facebook tadi,di Poka.

Menempati kediaman dinas yang kini di tempati sekretaris daerah kota Tidore Kepulauan sebelum di rehabilitasi total di bilangan Kotamabopo,pak Ely,demikian kami di masa kecil sering menyapanya,beliau hidup bersama keluarganya,sebuah potret keserdehaan hidup yang luar biasa.Di masa kecil,kami saksi hidupnya.Anak-anaknya adalah teman masa kecil saya dan teman lain.Pohon mangga besar di samping kediamannya di jalan turun Open Space saat itu adalah saksi bisu betapa masa kecil kami adalah saat di mana buahnya kadangkala jadi “jajan” kami sepanjang waktu,di setiap musim,di era tahun 80-an.

Menjadi sekretaris daerah administratif,sebuah status yang mengambang,kecamatan tidak kabupaten bukan,dari tahun 1976 hingga 1990.Bersama mantan Bupatinya almarhum Drs.I.E.Toekan,mereka berjasa besar mengantar daerah dengan status mengambang ini menjadi sebuah kabupaten definitif di tahun 1990.Mendagri kala itu,Rudini,adalah sosok yang berjasa menekan tombol peresmian yang penuh gegap-gempita dan menyemburkan emosi rasa syukur tak bertepi itu.

Mendampingi sang bupati pengagum Muhammad Ikbal dari Pakistan itu,pak Ely,alumnus Institut Ilmu Pemerintahan Malang angkatan lll tahun 1973 itu,bahu-membahu “mendrive” daerah tanpa status pembagian keuangan yang jelas dari pemerintahan di atasnya ini,dengan segala daya dan upaya.

Tak terhitung bangunan fasilitas pemerintahan hingga fasilitas umum yang bernilai “monumental” di bangun di masa mereka.Stadion Marimoi di pusat kota saat ini,cikal bakal RSUD saat ini hingga pasar Sarimalaha,sebelum di rehabilitasi karena bencana kebakaran,adalah sedikit dari tapak sejarah mereka yang kala itu,luas wilayah daerah ini masih meliputi semua wilayah kabupaten Halmahera Tengah,Kota Tidore Kepulauan hingga Halmahera Timur.Tentu bukan pekerjaan mudah di tengah status dan kondisi keuangan daerah yang tak jelas.

Di sadari bahwa situasi dan sistem pengelolaan pemerintahan saat ini memang telah jauh berubah.Pemilihan langsung kepala daerah dan anggota legislatif,juga jadi variabel yang turut mempengaruhi secara struktural praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah secara signifikan terkait akomodasi kepentingan publik.Ini variabel yang turut mempengaruh kreatifitas kepala daerah dan pengelola pemerintahan.

Apa sesungguhnya pesan paling “monumental” dari keseharian “dwi-tunggal” yang sama-sama dari Ambon dan bukan putra daerah ini???kesederhaan dan keteladanan,sejauh yang bisa di amati.Beberapa anak Tidore alumnus universitas Pattimura yang rutin menyambangi kediaman beliau di Poka kala itu,turut memberi testimoni tentang potret kesederhanaan hidup seorang A.G.Ely dan keluarganya.

Mereka benar-benar menepis anggapan bahwa hanya anak daerah yang punya peduli lebih dan serius mengurus daerah.Mungkin juga karena latar pamong mereka yang kuat mengesankan sebagai tipikal pembangun solidaritas.

Menyudahi tugas dan meninggalkan daerah ini karena purna tugas di tahun 1990,telah mematrikan kenangan indah bagi banyak orang,kenangan tentang kepedulian,kesederhanaan dan keteladanan,sebuah potret keseharian hidup yang mengesankan.

Ketika saya menanyakan usia pak Ely lewat telponan anak sulungnya tadi,di jawab bahwa bapaknya saat ini memasuki usia 90 tahun dan alhamdulillah masih segar bugar.Mamanya saja yang sedikit ada ganggu kesehatan.Saya menyambungnya,tanpa bermaksud mendahului kekuasaan Tuhan,saya sudah menduga bapak pasti sehat dan in shaa Allah berumur panjang.

Ini potongan komentar penutup karib saya,putra sulung pak Ely tadi,saat saya meminta beberapa informasi darinya untuk menyempurnakan tulisan pendek ini : “Katong tra tau Ambon karna kacil basar di Tidore.Adik Fat yang bungsu itu lahir di Tidore,dirumah sekda Kotamabopo”.
Wallahua’lam.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close