Kisah seorang calon yang akan berangkat haji ketika itu.Jauh berpuluh tahun lalu di sebuah kampung kecil yang letaknya agak di ketinggian,berjarak dari kampung-kampung di pesisir.Sebut saja,om Nen,nama rekaan untuk menyamarkan sosok dan latar sosiologisnya.Jauh ketika telah merebak kabar bahwa om Nen akan berangkat haji,suasana kampung seperti terangkat “derajat”nya.Saban hari orang bercakap dengan tema relatif sama,om Nen akan ke tanah suci.Maklum,berhaji ketika itu bukan pekerjaan mudah.Syarat berhaji sudah pasti di penuhi tetapi cara dan upaya “memenuhi”nya yang mungkin bisa berbeda.Tak seperti saat ini,jaman android,jenis transportasi yang di gunakan hingga akomodasi dan jenis layanan lainnya serba “terukur”,syaratnya relatif hanya satu : punya uang yang cukup,yang di jaman om Nen,bukan satu-satunya syarat.
Ketika saatnya tiba,warga seantero kampung “melepas” om Nen yang akan menunaikan rukun Islam yang ke-5 itu,bak sebuah seremoni “perpisahan”,emosi warga berbaur jadi satu,nyaris seolah om Nen,satu-satunya warga mereka yang berhaji ketika itu,adalah martabat,harga diri,bahkan ukuran religiusitas mereka.
Komentar