Pekan kemarin, Rizal Marsaoly, Kepala Bappelitbangda Kota Ternate melontarkan gagasan yang hemat saya sangat menarik.Birokrat muda profesional di 3 era kepemimpinan Kota Ternate itu menyampaikan pemikiran tentang perlunya perubahan status 18 kelurahan di kecamatan Pulau moti dan kecamatan batang dua menjadi desa.
RM yang berkutat dengan program pembangunan kota Ternate selama 25 tahun terakhir memahami betul problem dan solusi nya.Perubahan status 18 kelurahan menjadi desa disadarinya sebagai solusi strategis yang nantinya mampu mengurai beragam problem.
Pemikiran RM ini sontak mematik berbagai respons.Hemat saya, ini gagasan yang menarik, bernilai strategis bagi distribusi pembangunan 18 desa husus nya dan kota ternate umumnya yang setara dan adil dalam memajukan pembangunan di 18 kelurahan dan pembangunan kota ternate.
Namun ada yang ketus “wong orang kota mau dibalikin jadi orang desa”.
Perspektif yang hemat saya sangat keliru dan harus diubah seiring perkembangan sistim politik ketatanegaraan yang kian memperkuat tatanan Desa.Sebaliknya, status kelurahan sebagai status adimistratif level desa tak disadari telah menggerus dan mengerdilkan Masyarakat kelurahan “self determination”, kemandirian untuk memanfaatkan potensi SDA dan SDM untuk mengurus diri sendiri dan memajukan serta Mensejahterakan masyarakatnya.
Kelurahan menjadi desa hemat saya adalah pemikiran maju.Gagasan RM dari 18 kelurahan menjadi 18 sejatinya mewujudkan kebijakan anggaran, pelayanan publik dan pembangunan yang setara, berkeadilan dan maju serta Mensejahterakan.
Sebagai calon wakil rakyat DPRD Provinsi Maluku utara pada pemilu 2024 dari PKS yang mewakili rakyat di daerah pemilihan Kota Ternate dan Kabupaten Halmahera Barat, saya sangat mendukung gagasan ini untuk diwujudkan.
Perspektif.
Desa dan kelurahan merupakan dua bentuk entitas adimistratif pemerintahan yang se level namun diametrikal.Privelage desa dan Kekurahan berbeda jauh yang ditandai dengan perbedaan kekuasaan lokal mengelola demokrasi dan recources nya.
Desa menurut Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui.
Sedangkan Kelurahan adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia setelah kecamatan. Kelurahan merupakan wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kota. Kelurahan dipimpin oleh seorang lurah yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Kelurahan merupakan unit pemerintahan terkecil setingkat dengan desa.
Dari pengertian Desa dan Kelurahan terdapat benag merah bahwa Desa memiliki kewenangan otonom untuk mengatur dirinya sedangkan kelurahan tidak otonom dan semua nya bergantung pada niat baik pemerintah.Banyak potensi dan sumber daya yang hilang karena kontrol dan kendali penuh pemerintah daerah maupun pusat.Padahal sebelumnya, kelurahan-kelurahan itu adalah desa yang memiliki hak kelola atas SDA nya atau pula, kelurahan yang masih bercirikan desa dan memiliki potensi SDA yang besar.
Mengapa Harus Desa ?
Otonomi Desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa, maka desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda.
Sebagai perwujudan demokrasi, di Desa dibentuk Badan Perwakilan Desa yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan Keputusan Kepala Desa.1 Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dijelaskan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sendiri sesuai kondisi dan sosial budaya setempat.
Kondisi Factual.
Ciri desa ditandai dimana Desa dan masyarakatnya sangat dekat dengan alam. Kegiatan mereka sangat bergantung pada iklim dan cuaca.Penduduk desa merupakan satu unit kerja dan unit sosial. Dengan jumlah yang tak besar, mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian.Ikatan kekeluargaan penduduk desa lebih kuat dengan penduduk lain.
Sedangkan Kelurahan adalah daerah pemerintahan yang paling bawah yang dipimpin oleh seorang lurah. Ciri-ciri wilayah kelurahan umumnya berada diperkotaan.Warga kelurahan kurang saling mengenal ataupun tidak memiliki ikatan batin yang kuat antara warga yang satu dan yang lain.
Berdasarkan urain ciri khas dan karakteristik Desa dan kelurahan diatas maka bisa kita ditarik kesimpulan bahwa 18 kelurahan di kecamatan pulau Moti dan Kecamatan Batang Dua lebih bercirikan Desa dari pada kelurahan.
Selain citi khas diatas, 18 kelurahan juga memiliki rentang kendali wilayah yang sangat jauh dengan pusat pemerintahan.
So ! fakta rentang kendali itu Berkonsekwensi logis pada problem percepatan akselerasi pelayanan publik dan pembangunan.Apa yang kita saksikan kasat mata dan yang kita ikutu selama ini terutama lewat media bahwa tuntutan keadilan pelayanan pembangunan bergema lantang dari ke dua kecamatan Pulau tersebut.Kondisi yang menandai problem rentang kendali wilayah menjadi salah satu problem serius dalam issue pembangunan.
Pemerintah Kota ternate, Walikota Dr.M.Tauhid Soleman, M.Si seperti yang kerap dicurigai bukanya tak adil dalam kebijakan pembangunan namun terbatasnya ruang fiskal di APBD kota ternate dan persoalan rentang kendali wilayah tidak memungkinkan untuk melakukan akselerasi pembangunan ke wilayah kecamatan Pulau Moti dan Batang Dua secara adil dan setara dengan kelurahan-kelurahan di Ternate sebagai pusat pemerintahan dan pusat kota.
Pemerintahan Kota Ternate baik Eksekutiv dan legislatif sejak era Walikota Syamsir Andili, H.Burhan Abdurahman sampai Tauhid Soleman justru sedang dan terus mencari strategi dan formulasi kebijakan pembangunan dan pelayanan publik yang efektif dan maksimal dalam mewujudkan pembangunan yang merata bagi seluruh rakyat kota ternate.Namun lagi-lagi kembali pada soal rentang kendali wilayah dan sempitnya ruang fiskal.
Pada sisi lain, status kelurahan seolah menutup pintu masuk kebijakan pembangunan nasional.Nyaris tak ada kebijakan pembangunan nasional yang singgah di 18 kelurahan ini.
Desa Sebagai Solusi.
Berubahnya status 18 kelurahan menjadi Desa secara sistimatis bakal mendatangkan banyak keuntungan.
Pertama ; Pertama, gagasan mewujudkan 18 kelurahan menjadi 18 desa merupakan gagasan inovatif untuk mengurai problem fiskal, Efektifitas pembangunan dan pelayanan publik di 18 kelurahan.
Tak dapat disangkal bahwa 18 kelurahan di kecamatan pulau Moti dan kecamatan Batang Dua merupakan kelurahan yang rentang kendali pelayanan publik sangat jauh dari pusat pemerintahan.Konsekwensi logisnya, 18 kelurahan itu tertinggal jauh dalam pembangunan, mengalami pelayanan publik yang lemah dan minimnya kemampuan untuk membangun kelurahan.
Letak geografis sebagai wilayah pulau terluar mengandung sejumlah problem kompleksitas yang menganga bagi pemerintahan kota baik Eksekutiv maupun legislativ Kota ternate untuk melakukan akselerasi pelayanan publik dan pembangunan serta pengawasan.Pada saat yang sama, problem 18 kelurahan ini akumulatif dengan hanya menggantungkan nasib mereka di pusat pemerintahan Kota Ternate yang terbatas ruang fiskalnya.
Dengan perubahan status menjadi Desa, pemerintah desa dan masyarakat bisa merespons perkembangan pembangunan dan pelayanan publik secara mandiri.
Jika 18 kelurahan di pulau Moti dan kecamatan Batang dua menjadi desa maka peluang ruang kuasa guna membangun kreatifitas lokal guna mampu membangun kehidupan ekonomi dan pembangunan nya sendiri.
18 Desa yang otonom akan memiliki kemandirian untuk mengelola SDA Desa nya melalui prakarsa dan kreatifitas mereka sendiri.Demokratisasi juga akan bertumbuh di Desa.
Ke dua ; Dengan menjadi Desa, 18 kelurahan akan memperoleh hak anggaran yang bersumber dari APBD dalam bentuk alokasi dana desa dan APBN yang bersumber dari APBN.
Penggunaan Dana Desa itu sendiri akan diatur melalui Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Sedangkan untuk Alokasi Dana Desabersumber dari APBD yang merupakan kewajiban dari Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Kota.Akumulatif, 18 Desa itu akan memperoleh limpahan anggaran dalam jumlah ratusan Mikyar rupiah.Ini angka yang besar dalam mendorong keadilan fiskal, pertumbuhan ekonomi, kemajuan pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat.
Tantangan dan ancaman.
Gagasan 18 kelurahan menjadi desa memang tak luput dari tantangan dan ancaman, namun itu alamiah dan sunatullah.Namun terpaku pada tantangan dan ancaman semata adalah sifat dan sikap yang manusia dan pemerintahan yang tidak visioner.
Berkaca pada praktek penyelenggaraan pemerintahan dan demokratisasi di desa selama pemberlakuan sistem pemerintahan desa, banyak kasus yang muncul.Perpecahan antar warga desa sangat terbuka yang selama dalam kelurahan tergolong tertib, SDM yang masih rendah dalam rangka pengeloaan pemerintahan desa yang profesional dan efektif serta problem lainnya.
Tetapi jangan lupa, status desa juga tidak sedikit mengantar Desa pada gerbang kemajuan pembangunan Desa dan kesejahteraan masyarakat desa.
Pengalaman menunjukan di Kota Tual, ada beberapa desa yang masih kental dengan nilai kearifan lokal nya enggan berstatus Kelurahan.Desa Debut dan Desa lainya di Kota Tual menolak perubahan status desa menjadi kelurahan.Pertimbangan mereka, diantaranya dengan berubah menjadi kelurahan maka hak demokrasi dan otonom untuk mengelola potensi SDA menjadi hilang.Terbukti Desa-Desa di kota Tual itu mengalami perkembangan yang pesat dari hasil hak pengelolaan SDA nya.
Peta Jalan 18 Keurahan Menuju 18 Desa.
Jalan untuk menjadi desa tidaklah sulit sepanjang masyarakat desa, pemerintah desa, DPD dan Walikota, DPRD Kota Ternate serta Gubernur memiliki political Will dan visioner untuk mewujudkan.
Prakarsa masyarakat tersebut dibahas dan disepakati dalam musyawarah forum komunikasi kelurahan atau sebutan nama lainnya, dan hasilnya dilaporkan kepada bupati/wali kota.
Pemerintah kabupaten/kota lalu membentuk tim untuk melakukan kajian dan verifikasi usulan perubahan status kelurahan menjadi desa.
Hasil kajian dan verifikasi tersebut menjadi masukan bagi bupati/wali kota untuk menyetujui atau menolak terhadap perubahan status kelurahan menjadi desa.
Jika usulan perubahan status diterima, bupati/wali kota menyusun rancangan peraturan daerah (Perda) kabupaten/kota tentang perubahan status kelurahan menjadi desa atau menjadi desa dan kelurahan.
Rancangan Perda kabupaten/kota tersebut akan dibahas dengan DPRD kabupaten/kota untuk disetujui bersama.
Apabila telah dibahas dan disetujui bersama, bupati/wali kota kemudian menyampaikan rancangan Perda kepada gubernur untuk dievaluasi dan mendapat persetujuan.
Membaca keunggulan komparatif Desa, Gagasan RM sangat ideal untuk diwujudkan pemerintahan Kota Ternate baik Walikota dan Legislativ.(***).
Ternate, 10 Oktober 2023.
Dari Cafe Axelco Jati Land Mal Ternate.
Usman Hi.Sergi, SH./Caleg DPRD Prov.Maluku utara Dapil Ternate-Halmahera Barat dari PKS.