HEADLINE

FH UMMU –APHTN/HAN Gelar Diskusi Publik

 

Ket. Gambar: Foto  Bersama Pemateri& Moderator Diskusi Publik FH UMMU-APHTN.

PIKIRAN UMMAT–Ternate |Agenda Diskusi Publik yang diselenggarakan Fakultas Hukum UMMU bekerjasama dengan APHTN/HAN Malut, di ruang Fakultas Hukum UMMU menghadirkan Dr. Baharudin Hi. Abdullah, Dr. (Cand) Abdul Kader Bubu, SH, MH, Dr. Abdul Aziz Hakim, SH, MH. dan Gunawan Tauda, SH,MH melahirkan beberapa pandangan terkiait tema Diskusi yakni Terobosan Hukum Judicial Review AD/ART. Agenda yang dipandu Hairun Rizal, SH, MH ini melahirkan beberapa point penting yang menjadi catatan akademik terhadap isu  yang hangat saat ini. Acara ini dimulai dengan sambutan sekaligus membuka acara oleh Malik La Dahiri, SH, MH yang mewakili Dekan FH UMMU.  Setelah sambutan  acara ini langsung diisi oleh Dr. Abdul Aziz Hakim, SH, MH dengan memberi pengantar soal tujuan diselenggarakannya diskusi publik ini. Mantan Dekan FH UMMU ini mengatakan bahwa tradisi diskusi ini merupakan forum ilmiah yang harus diagendakan secara intesif oleh pihak kampus untuk membedah isu-isu faktual dan aktual agar proses dealitika intelektual tidak monoton pada ruang-ruang kuliah. Fenomena soal Judicial Review terhadap AD/ART partai Demokrat merupakan fenomena yang dianggap baru dalam praktek hukum di negeri ini sehingga urgen untuk dibedah agar prinsip-prinsip keilmuan dalam soal ini dapat ditransformasi secara dinamis khususnya kepada mahasiswa. Walaupun kesadaran berdiskusi dikalangan mahasiswa akhir-akhir ini sangat menurun namun agenda akademik ini harus ditradisikan.  Saya kira isu ini menarik yang harus diketahui oleh mahasiswa, ya paling tidak dijadikan bahan riset jika melakukan riset nanti, tutur Aziz. Sementara narasumber kedua Gunawan Tauda, SH, MH menilai bahwa dalam kontek teori perundang-undangan soal fenomena terobosan hukum AD/ART sangat kecil peluangnya untuk diterima oleh MA. Sebab menurutnya bahwa posisi AD/ART dalam sistem tata urutan perundang-undangan tidak masuk. Namun alumni FH UGM ini mengatakan bahwa kita tetap menghormati Judicial review yang oleh kubu Moeldoko dan dikuasakan kepada sang begawan hukum tata negara Prof. Yusril Ihza Mahendra. Mantan Tim Asistensi Bawaslu Malut ini tetap mengingatkan bahwa karena basis kita adalah dari Fakultas Hukum maka kita harus konsistensi konsep negara hukum atau rechstaat yang menjunjung tinggi asas legalitas. Narasumber kedua Dr.(Cand) Abdul Kader Bubu, SH, MH. Menurutnya bahwa dalam catatan sejarah bahwa partai sejak awal dibentuk pada zaman Romawi, sudah punya kecenderungan oligarkis, maka jangan heran perilaku partai Sampai detik ini prilakunya seperti itu. Kandidat Doktor Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengatakan bahwa dalam dunia hukum konsep terobosan hukum itu merupakan hal    yang lumrah. Isu ini saya kira biasa-biasa saja, cuman yang menarik karena ada Prof Yusril, yang berkapasitas sebagai pakar HTN. Selanjutnya menurut Dade bahwa AD/ART ini masuk dalam ranah hukum.private bukan hukum publik sehingga peluang untuk dilakukan Judicial Review ini sangat kecil. AD/ART itu bukan produk negara tapi produk internal partai jadi itu dibentuk atas kesepakatan bersama oleh pengurus partai bukan internal.partai. Dade sapaan akrab Dr. Abdul Kader Bubu mengatakan justru yang menjadi perhatian kita sebagai ilmuan hukum adalah bagaiman mendesaian sistem hukum kepartaian kedepan agar dapat mengantisipasi problem yang dihadapi dinternal partai ini. Ini yang harus kita pikirkan sebagai ius constitiendum. Narasumber terakhir Dr. Rudhi Achsoni, SH., L.LM. sebagai pengganti Dr. Baharuddin.  Mantan tim Ahli Bawaslu Malut ini menilai bahwa kita harus membuka ruang diskusi ini pada ranah yang lebih luas soal hakekat berhukum kita di republik ini. Doktor lulusan FH UNIBRAW Malang ini memandang bahwa dalam melihat fenomena terobosan hukum atas gugatan AD/ART ini kita tidak bisa jumud. Sebab ajaran-ajaran atau  doktrin hukum kita memberi ruang untuk menyelsaikan dengan cara terobosan hukum. Metode ini tentu telah dikonstruksi dalam ilmu hukum seperti metode penafsiran hukum. Tanggung jawab intelektual kita walapun dalam tingkatan penafsiran hukum, posisi akademis letaknya dibawa hakim dan pejabat negara lainnya, tutur Doktor HTN yang baru menyelesaikan studi ini. Acara ini bukan hanya dihadiri oleh mahasiswa hukum namun dari beberapa perguruan tinggi lainnya juga bergabung. Disisi lain menurut Dekan FH UMMU bahwa agenda-agenda diskusi ini kami akan gelar secara rutin untuk membangun nuansa akademik secara  maksimal. Kali ini kami mengundang beberapa narasumber lokal yang berkompeten dalam kajian hukum ketatanegaraan. Agenda-agenda selanjutnya juga kami akan gelar dengan mengundang beberapa pakar nasional untuk memberikan materi dalam diskusi seperti ini.(***).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *