HEADLINEOPINIPOLITIK

MENANTI PUTUSAN BERSEJARAH MAHKAMAH KONSTITUSI (MK): KLIMAKS ATAU ANTI KLIMAKS?

Dr. Yosminaldi, SH.MM

 

_”Tidak ada perdamaian tanpa keadilan. Tidak ada keadilan tanpa kebenaran. Dan tidak ada kebenaran kecuali seseorang bangkit untuk mengatakan yang sebenarnya.”_- Louis Farrakhan.

Pemilu dan Pilpres 2024 usai sudah dengan telah diumumkannya Pemenang Pilpres dan hasil Pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 20 Maret 2024 lalu. Namun, prosesnya belumlah final dengan Keputusan KPU tersebut. Dua kubu yang dinyatakan kalah dalam Pilpres 2024, yakni kubu Paslon 01 dan 03 langsung mengirimkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menyatakan, secara keseluruhan hasil Pilpres 2024 dipenuhi dengan kecurangan-kecurangan.

Kecurangan pertama menurut mereka, terjadi disaat pra Pemilu dan Pilpres 2024, terlihat jelas pada Putusan MK yang meloloskan Gibran menjadi Cawapres. MK dibawah Komando Paman Usman, dengan kewenangan yang dimiliki merevisi dan menpreteli pasal usia minimal pada aturan UU yang berlaku demi keberlanjutan dinasti sang kakak ipar.

Hal ini berlanjut dengan strategi “cawe-cawe” sang Presiden dalam proses menuju Pilpres 2024 dengan secara terang-terangan mendukung Paslon 02. Puncaknya adalah intervensi pembagian bansos yang nota bene dari dana APBN untuk kepentingan politik Paslon tertentu, keterlibatan aparat TNI, Polri, ASN dan Kepala Desa agar tujuan politik tercapai.

Penggunaan dan penyalahgunaan kekuasaan demi memenangkan Paslon tertentu terlihat secara kasat mata, walau terkesan tak melanggar hukum. Pelanggaran etika, moralitas dan keadaban telah mewarnai aktivitas politik yang berlindung dibalik kekuasaan. Sampai-sampai kaum Akademisi sejumlah perguruan tinggi harus “turun gunung” untuk bersuara agar “abuse of power” tersebut tidak merusak sistem demokrasi yang sedang dibangun.

Dinamika kontroversi hasil Pemilu dan Pilpres 2024 tersebut akhirnya berujung di Mahkamah Konstitusi yang berdasarkan aturan UU menjadi benteng terakhir dalam meraih keadilan, penegakkan hukum & demokrasi.

Lalu, bagaimana prospek putusan MK terkait gugatan hukum oleh kedua Paslon yang kalah dalam Pilpres 2024? Mampukah MK mandiri, objektif, profesional dan berani melakukan terobosan dengan Putusan-putusan Hukum yang melawan arus kepentingan dan keinginan kekuasaan, atau MK cuma sekedar melakukan prosedur hukum kaku tanpa memperhatikan fakta-fakta, bukti-bukti dan kesaksian yang menguak tabir intervensi kekuasaan?

TEROBOSAN SEJARAH MK

Mengingat waktu penyelesaian gugatan perselisihan hasil Pemilu dan Pilpres yang diatur UU hanya 14 hari, Mahkamah Konstitusi (MK) langsung tancap gas. Sidang-sidang dilakukan setiap hari dengan mendengarkan Petitum dari masing-masing Pemohon, jawaban & penjelasan termohon, pemeriksaan, pengajuan saksi-saksi/Ahli serta bukti-bukti bahkan meminta keterangan kepada Pejabat tinggi yang terkait dengan kasus Pilpres 2024.

Satu hal yang menarik, MK telah melakukan terobosan dan keberanian dengan memanggil 4 (empat) Menteri di Kabinet Pemerintahan Joko Widodo untuk memberikan keterangan yang terkait dengan proses Pemilu dan Pilpres 2024. Secara normatif dan prosedural, pemanggilan Menteri untuk dijadikan saksi dalam sebuah kasus hukum adalah sebuah hal wajar, normal dan sah-sah saja. Bahkan Presiden pun dapat dimintai keterangan oleh MK sebagai lembaga tinggi negara yang diberikan kewenangan penuh dalam penyelesaian sengketa Pemilu & Pilpres.

Namun, yang patut dijadikan catatan khusus adalah, MK terlihat dan terkesan lebih mandiri, independen dan profesional dalam menangani perkara yang sangat sensitif ini. MK ingin menunjukkan kepada publik bahwa Tim Hakim MK dibawah kepemimpinan Suhartoyo tidak sama dengan Tim Hakim MK yang dikomandoi Anwar Usman yang telah mencoreng wajah dan reputasi MK sebelumnya.

MK sekarang adalah “New MK” yang bebas dari intervensi kekuasaan. Publik tentu berharap banyak dengan hasil penyelesaian sengketa Pemilu dan Pilpres 2024 ini ditangan “New MK”. Peran, fungsi dan tugas MK yang begitu mulia sebagai benteng terakhir pencari keadilan dan penegak hukum dan demokrasi di negara ini, akan memberikan “trust” alias kepercayaaan rakyat terhadap penegakkan hukum secara keseluruhan.

Karut-marut runtuhnya kredibilitas lembaga peradilan di negeri ini, sudah harus segera dihapuskan dan digantikan menjadi tumpuan harapan bagi segenap rakyat untuk mendapatkan keadilan hukum yang substantif.

Apapun hasil Putusan MK yang terkait dengan penyelesaian sengketa Pemilu dan Pilpres 2024, harus kita hormati, hargai dan patuhi. Tentu saja Putusan hukum yang benar-benar memberikan rasa keadilan yang substantif, bukan keadilan normatif-prosedural tanpa hati nurani dan roh kejiwaan rigid yang tak memberikan spirit penegakkan hukum dan demokrasi untuk penegakkan hukum di negeri ini.

Akankah MK akan membuat sebuah Putusan bersejarah dalam membangun sistem demokrasi dan perpolitikan Indonesia sebagai klimaks dari proses sengketa politik, atau justru anti klimaks yang jauh dari harapan dan aspirasi menegakkan demokrasi anti dinasti, kolusi, korupsi dan nepotisme? Kita tunggu saja Putusan MK pada 22 April 2024 nanti sebagaimana diatur Peraturan MK (PMK) No 1 Tahun 2024 tentang Tahapan, Kegiatan dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD dan Pemilu Presiden & Wakil Presiden.

Bekasi, 05 Maret 2024

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *