OPINI

KACAMATA PROF YUSRIL.Judicial Review AD/ART Partai Demokrat, Terobosan Hukum atau Manuver Politik

Oleh : Muhammad Syukur Mandar.

Partai Demokrat (PD) belakangan ini  sedang diguyur manuver politik orang dalam istana. Moeldoko Kepala Staf Presiden Jokowi, terlihat sangat berambisi merebut kekuasaan Partai Demokrat dari tangan AHY.  Dalam demokrasi sesungguhnya hal itu sah-sah saja, asalkan tidak dengan cara liar (jalanan) melainkan dengan jalur  politik etik dan demokratis, sebab itulah ciri khas budaya politik ketimuran kita. 

Tulisan ini sengaja saya buat secara khusus untuk merespon dialektika pikiran hukum Prof Yusril Ihza Mahendra, dalam kapasitasnya sebagai seorang praktisi (lawyer) dan ahli hukum tata negara yang pikiran hukumnya telah dikenal luas di masyarakat. Bagi saya tulisan ini penuh tantangan,  Oleh karena saya harus secara kompleks membangun suatu  narasi hukum akan hal itu, narasi hukum yang kuat dan jelas alasnya, agar  publik dapat membacanya secara fair dan obyektif.  Sebab bahaya betul jika publik terkontaminasi pikiran hukum *a-politis* dalam  Judicial Review AD/ART Partai Demokrat.   

Dalam kacamata hukum Prof YIM, saya membaca ada semacam kepentingan politik yang disembunyikan untuk mengganggu eksistensi hukum partai demokrat, dan kepentingan tersembunyi itu dibungkus dengan juba judicial review AD/ART Partai Demokrat.  Ada semacam gejala ketimpangan hukum yang mulai dinampakkan.  Tentu patut kita kuatirkan, jika hukum menjadi perisai bagi penguasa dalam mengasah kepentingannya dan menyembeli hukum dan keadilan.  Bagi saya Prof. YiM mengajukan judicial review atas AD/ ART Partai Demokrat ini, sama halnya dengan beliau sedang memperlihatkan sisi lain dari keahliannya, yaitu sikap inkonsisten, tentu diluar nalar terbatas, sangat *a-politis* sebab antara sikap dan pengetahuan  jaraknya dalam kacamata ini cukup jauh. 

Saya  pengagum Prof YIM, tentu saja pikirannya, apalagi mengenai hukum tata negara.  Tetapi perasaan kagum saya makin kesini, makin berubah, bacaan saya ada semacam erosi konsistensi yang sedang dialami oleh Prof. YIM.  Entah kenapa, seketika saya berubah pikiran  menjadi apriori dengan beliau.  Bahkan ngin mendebatkan substansi judicial review yang diajukannya mengenai AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung RI.  

Kacamata Prof YIM, dalam hal mengajukan Judicial Review AD /ART Partai Demokrat di Mahkamah Agung,  lebih padat muatan politis dibanding kepentingan hukum.  Tidak hanya itu, substansi dan nilai demokrasi kepartaian kitapun sebenarnya sedang diakali dengan logika-logika hukum sesat.  Bukan tidak mungkin jika dikabulkan MA, apa yang dilakukan Prof YIM ini akan menjadi preseden buruk dalam sejarah hukum dan merusak iklim partai politik indonesia.  

Bahwa selaku kuasa, sudah tentu menjadi kewajiban hukum bagi Prof YIM untuk melakukan Judicial Review  atas nama kepentingan hukum klien yang tentunya memiliki legal standing.  Karena itu tulisan ini, tidak saya maksudkan dalam sisi etik Prof. YiM sebagai lawyer/advokat.  Saya lebih fokus menekankan Prof YIM dalam kapasitas  sebagai seorang pakar hukum tata negara yang sudah pasti memahami kedudukan objek dan legal standing Judicial Review ini. 

Dalam kacamata Prof YIH, AD/ART Partai Demokrat memiliki hubungan hukum dengan undang-undang Partai Politik.  Sebab itulah AD/ART Partai Demokrat dapat dijudicial Review.   Argumentasi hukum ini tidak sesuai dengan norma hukum judicial review yang berlaku dan diatur undang-undang.  Syarat  objek judicial tidak memenuhi norma hukum, syarat termohonnya juga bukan pihak dalam judicial review AD/ART Partai Demokrat.  Sehingga sudah tentu harus ditolak untuk diadli karena bukan pihak dan atau tidak memiliki legal standing. 

Bahwa AD/ART partai adalah suatu syarat mutlak ketika setiap orang ingin mendirikan Parpol.  Selain itu pendirian parpol lebih didasarkan pada kesamaan kehendak dan cita- cita, berkumpul dan ingin mendirikan organ parpol.  Dan keharusan adanya AD/ART dimaknai sebagai syarat administrasi dan perkumpulan organ, dengan kata lain negara melalui undang undang menjembatani hak setiap warga negara untuk berkumpul,  berserikat dan berpendapat sesuai pasal 28 UUD 1945, dengan tidak melanggar dan melawan hukum. 

Bahwa dengan demikian, tidak berarti AD/ART parpol kemudian secara serta merta menjadi produk hukum, oleh karena memiliki hubungan hukum dengan UU Parpol.

Kedudukan hukum lembaga parpol, sangat jelas telah diatur dalam ketentuan pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) UU No 2 Tahun 2011, tentang Partai Politik, disana dengan jelas diterangkan bahwa partai politik itu organ kelompok, didirikan atas dasar kesamaan cita cita dan kehendak kelompok,  karena itu secara substansi tentu produk AD/ARTnya lebih bersifat internal (kedalam) dan tidak bersifat  umum (keluar).  Dengan demikian AD/ART bukan produk hukum yang bersifat umum, karena asas sebuah produk hukum atau asas peraturan perundang undangan adalah berlaku umum, terbuka dan harus dibuat oleh badan/lembaga tata usaha negara dalam hal ini Pemerintah dan DPR/DPRD, tidak termasuk partai politik. 

Pertanyaannya adalah apakah bisa AD/ART Partai Demokrat dapat diajukan Judicial Review, jawabannya tentu tidak bisa, atas alibi atau dalil apapun, kecuali pertimbangan menggunakan dalil politik dan atau mau melenceng dari hukum.   Mengapa, karena telah jelas diatur dalam UUD 1945 pasal 24A, dan PERMA No.1 tahun 2011, tentang  batasan norma Judicial Review atas sebuah peraturan perundang-undangan.  

Ada dua norma utama dalam hal mengkaji kedudukan hukum judicial review pada AD/ART partai Demokrat yang dilakukan Prof YIM, *pertama*. AD/ART Partai Demokrat bukan produk hukum pemerintah, bukan pula sebagai peraturan perundang-undangan, sehingga menyalahi ketentuan bila AD/ART partai Demokrat dijadikan objek Judicial Review.  *Kedua*, pemohon dan termohon harus dalam kedudukan sesuai ketentuan undang-undang (legal standing).  Dalam hal judicial review AD/ART Partai Demokrat,  termohonnya haruslah badan dan atau lembaga tata usaha negara, yang memiliki hubungan ecara mutatis mutandis dengan obyek yang di judicial review.  Sementara kita ketahui AD/ART adalah Produk kongres Partai Demokrat, tidak ada hubungan mutatis mutandis dengan Kementrian Hukum dan HAM, namun dalam judicial review Prof. Yusril, kemenkumham didalilkan sebagai termohonnya,  pertunjukan Prof YIM dalam judicial Review ini tidak menjadi pendidikan hukum yang baik buat generasi masa datang. 

Pada  kacamata hukum Prof YIM, dalam judicial Review ini, saya berpendapat terlalu mengedankan pendapat pribadi dan politis, bila dibanding dengan pendekatan hukum.   Seharusnya Prof YIM terlebih dahulu menguji apakah AD/ART itu produk hukum berlaku umum dan terkategori sebagai sebuah peraturan perundang-undangan ke Mahkamah Konstitusi, sebelum Judicial Review ke Mahkamah Agung.  Sebab itu akan terang masalahnya dan selesai pertikaian dengan cara jalanan. 

Dalam undang undang no 12 tahun 2019 tentang Pembentukan peraturan perundang -undangan pasal 1 ayat 3 s/d 7 jelas menyebutkan apa saja peraturan perundang undangan, mulai dari Undang Undang, Perpu, PP, Perpres, Perda, tidak tercantum AD/ART disana.  Sehingga amatlah terang kedudukan Judicial Review Partai Demokrat kubu Moeldoko ini sebagai sebuah manuver politik, bukan terobosan hukum seperti yang diwacanakan karena ada kekosongan hukum.  

Dalam kacamata kekosongan hukum pada kelembagaan partai politik sesungguhnya tidak, sebab sudah tersedia mekanisme yang diatur undang undang partai politik dalam hal penyelesain konflik internal, mahkamah partai dihadirkan untuk menyelesaikan konfik internal. Dan kedudukan dan kewenangannya menurut undang undang jelas adanya.

Harus diingat bahwa hukum tertinggi dalam sebuah negara itu, moral hajat,  hukum tidak tertulis tetapi berlaku, meski tidak memaksa tetapi berkonsekwensi sosial, karena itu siapapun insan hukum, jangan hanya berkerja atas alasan profesional, tetapi juga atas dasar moralitas. Hal itu kita lakukan untuk menghilangkan stigma hukum bahwa hukum bekerja membela yang bayar, bukan yang benar dan sesuai norma.

Salam indonesia demokratis.  

*Tulisan ini dapat di bagikan*

*Tulisan ini dapat dimuat dimedia cetak*

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *