Oleh : M.Guntur Alting
“Rindu kami padamuu ya rasul
rindu tiada terperi
berabad jarak darimu ya rasul
serasa dikau di sini
cinta ikhlasmu pada manusia
bagai cahaya suarga
dapatkah kami membalas cintamu
secara bersahaja” . ( Bimbo—karya:Taufik Ismail)
Petikan syair lagu tersebut, dipopuperkan Bimbo, karya penyair Taufik Ismail. Begitu lekat di hati kami, saat memasuki kota Madinah. Lagu ini jika didengar dengan penuh penghayatan membuat “air mata berlinang”. Sambil bergumam “Ya Allah, kami bukan penduduk Makkah, Kami bukan penduduk Madinah. Tapi kerinduan kami terhadap Nabi, mengantar kami sampai di Kota ini, ingin berjampa dengan kekasih-MU”. Inilah salah satu doa yang kami panjatkan saat meninggalkan rumah.
Akhirnya, Rabu 8 Januari 2024. Pukul 03.00 dini hari, kami menuju ke Bandara Internasional Madinah, Kami diantar oleh mobil hotel, yang sehari sebelumnya diminta oleh Pak Thomas pada pihak hotel.
Saat mobil bergerak, kembali saya izin, sampaikan untuk sama-sama mengucapkan salam perpisahan pada Rasullah,“Jika kemarin meninggalkan Makkah” kata saya.“Anjurannya adalah tawaf wada/perpisahan, maka saat ini, meninggalkan Madinah, ada ziarah perpisahan. Sekalipun istilah ini tak ditemukan dalam tuntunan umrah. Ini hanya adab pada Rasullah, “ibarat datang minta izin, maka pulang pun harus pamit”. Demikian penjelasan singkat.
Kami pun sama-sama mengucapkan salam “Assalamu alaika ya Rasullah,assalamualaika ya Nabiullah, asssalamu alaika ya Habiballah, assalamu Alaika ya Syafwatullah warahmatullahi wabaraakatuh. Shallaulahu a’ala Muhammad, shallaulahu a’alaihi washallim 3x ” (dst..).
Ucapan ini kami lantunkan dengan suara yang “lirih dan sendu”, ketika di arah kanan terlihat payung mesjid Nabawi. Suara kami “bergetar”, suasana sedih dan haru menyelimuti karena akan meninggalkan tanah Madinah.
Sejenak, kembali kami, hadirkan Rasullah, ingat akan jasa-jasanya. Karena Beliau, kita mengenal Allah, karena beliau kita mengenal Islam dan karena beliau kita mengenal manisnya iman.
Kami-pun berdoa, semoga Allah masih memberikan usia,rezeki dan kesehatan untuk kembali lagi menziarahi Rasullah, dan semoga kali berikutnya kami datang lengkap bersama keluarga dan anak-anak kami.
Malam itu, mobil bergerak dengan kecepatan normal, sang sopir adalah laki-laki Arab yang usianya terbilang sepuh. Saya sendiri masih mekantunkan shalawat, dan masih diikuti Pak Tomas, Irma dan Dina.
Saya duduk di depan, samping sopir. Tidak ada percakapan yang terjadi. Seolah-olah sang sopir merasakan suasana hati kami, tiba-tiba Ia menyetel murottal Al-quran. Alunan Suara itu begitu “sahdu dan nikmat”, di tengah keheningan malam mengiringi perjalananan kami meninggalkan kota ini.
Ada suasana kebatinan kami yang tidak bisa dilukiskan malam itu. Kami larut di dalam bacaan. Terbetik di hati saya, “ suara Imam siapa ini? Irama lagunya khas sekali, dan sepertinya baru saya dengar.
-000-
Kurang lebih 40 menit, akhirnya terlihat gedung bandara Prince Muhammad bin Abdul Aziz. Sekilas bandara ini tidak terlampau besar, tapi nampak megah. Dengan sinar lampu yang bercahaya.
Sesaat kemudian, mobil berhenti di depan area gedung pemberangkatan. Koper-koper diturunkan untuk diletakan di troli. Ada yang menarik, ketika bagasi mobil di buka, sang sopir “diam terpaku” menatap kami. Lazimnya seorang sopirbantu turunin koper, bagian dari pelayanan. Penulis bersama Pak Tomas akhirnya yang turunkan sendiri dan meletakan di atas troli.
Ada perasaan dongkol dalam hati saya, “mengapa sopir ini tidak membantu kami, dan bahkan hanya menatap kami begitu saja”. Ada godaan untuk memberikan ongkos hanya 100 real dari 120 real yang telah disepakati dengan menejemen hotel.
Saya akhirnya menyadari dan istigfar, ini kota Rasullah, kota suci. Mungkin bagian dari ujian kesabaran untuk kami. Sisi lain adalah, saya berpikir positif dan bergumam di hati “oh iyaternyata usianya sopir ini tidak muda lagi, sehingga tak mungkin baginya untuk ngangkat koper”. 120 real pun diserahkan padanya.
Setelah berada di Gedung Bandara, kami pun ngantri. Proesesantrian ttak panjang. Kami pun akhirnya sampai di “waiting room”, tempat kami duduk sangat dekat dengan pintu “boarding”. Saat itu waktu menunjkan pukul 04.00, menjelangsubuh.
Kami sempatkan mengisi perut dengan roti. yang tak jauh belidari tempat duduk kami, sempat mengambil foto bersama. Penulis sempat mendatangi toko buku di salah satu pojok. buku-buku itulah buku-buku novel dan buku anak-anak yang berbahasa Arab. Penulis membeli satu buku Novel yang judulnya “Qalbi Mahmuun Bika” penulisnya Atsir Abdullah Al-Barkaan.
Saat yang sama, saya menerima telfon dari sahabat saya Basri Salama, kemudian melakukan kontak dengan Ka Ul (menayakan keadaan Ibu Mareku), juga pada Rosita Altingdan Ustadz Redwan Sese. Saya juga menerima telfon dari Prof.Dr.Saiful Deni, Rektor UMMU Ternate, membahas soal wafatnya sahabat Beliau (Pak Rektor) Dr.Usman jasad.
Saya tak menyangka Pak Rektor UMMU adalah sahabat dekat Almarhum Dr. Usman Jasad, Beliau sedikit berkisah, mereka adalah satu angkatan, saat Usman Jasad terpilih jadi ketua Senat Institut UIN Alauddin, Beliau saat itu sebagai SekretarisUmum Senat Fakultas Fak.Tarbiyah STAIN Ternate, dan Nasit Marassabessy sebagai Ketua Senat, yang menjadi utusan dan punya hak suara atas terpilihnya Al-marhum.
–000—
Di ruang tunggu, saya “menggogling” informasi tentang bandara. Untuk menjawab rasa penasaran saya terhadap profil bandara ini. Nama bandara ini adalah Prince Muhammad bin Abdul Aziz. Bandara ini mulai dibangun Tahun 1974. Saat itu masih dalam skala kecil. Sejak dibukanya, banyak jemaah yang mulai merasakan kemudahan.
Kini, jamaah tak harus menempuh jalan darat yang panjang dari Jeddah. Mereka bisa langsung terbang ke Madinah dengan lebih nyaman. Bagi Saya, inilah kali keduanya. Saat pertama, ketika dampingi jamaah beberapa tahun silam,penerbangan Jakarta- Madinah dengan mengguanakan Saudi Airlnes.
Tahun 2007 menjadi titik balik penting dalam sejarah Bandara Prince Mohammad bin Abdulaziz. Pemerintah Saudi mengumumkan proyek besar untuk memperluas dan memodernisasi bandara ini. Tujuannya tidak hanya untuk meningkatkan kapasitas penumpang, tetapi juga untuk menyediakan fasilitas yang setara dengan bandara-bandara internasional kelas dunia.
Proyek ini tidak kecil. Bandara Madinah diubah secara drastis menjadi salah satu bandara paling modern di wilayah tersebut. Terminal penumpang yang baru dibangun dengan desain arsitektur yang menggabungkan elemen tradisional Arab dengan fasilitas modern. Perluasan landasan pacu juga dilakukan, memungkinkan bandara ini menampung pesawat berukuran besar dari berbagai belahan dunia.
Saat ini, Bandara Internasional Prince Mohammad bin Abdulaziz memiliki berbagai fasilitas canggih yang memanjakan penumpang. Mulai dari area check-in yang luas, ruang tunggu yang nyaman, hingga banyaknya restoran dan toko “duty free” yang menawarkan berbagai produk lokal dan internasional. Bahkan, bagi penumpang yang ingin beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan, tersedia lounge VIP dan hotel bandara yang bisa diakses langsung dari terminal.
Selain itu, fasilitas bandara ini sangat ramah bagi para jemaah. Tersedia tempat ibadah di berbagai sudut bandara, lengkap dengan area wudhu. Ini tentu sangat membantu jemaah yang baru saja tiba atau akan berangkat, sehingga mereka tetap bisa melaksanakan ibadah dengan tenang selama berada di bandara.
Bandara ini dinamai sesuai dengan nama Pangeran Mohammad bin Abdul Aziz, yang merupakan gubernur Madinah saat itu. Nama tersebut diabadikan sebagai penghargaan atas peran beliau dalam memajukan pembangunan infrastruktur di kota suci ini. Pangeran Mohammad bin Abdulaziz dikenal sebagai sosok yang sangat berdedikasi untuk memperbaiki fasilitas umum, terutama yang berkaitan dengan pelayanan jemaah haji dan umrah.
Selain memudahkan akses bagi para jemaah, keberadaan Bandara Internasional Prince Mohammad bin Abdulaziz juga membawa dampak positif bagi ekonomi lokal. Pariwisata religi di Madinah terus berkembang pesat, dan hal ini tentunya memberikan peluang bagi sektor perhotelan, restoran, dan bisnis lokal lainnya.
Bandara ini juga membuka banyak lapangan pekerjaan bagi warga setempat, mulai dari petugas bandara, pekerja di sektor transportasi, hingga pemandu wisata yang membantu jemaah selama di Madinah. Perputaran ekonomi yang dihasilkan dari kedatangan jutaan jemaah setiap tahun memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan warga Madinah.
Keberhasilan modernisasi bandara ini tidak berhenti sampai di sini. Pemerintah Saudi terus melakukan inovasi untuk meningkatkan kapasitas dan pelayanan bandara ini. Salah satu rencana besar adalah pengembangan tahap selanjutnya yang akan semakin memperluas terminal penumpang dan menambah jumlah penerbangan langsung ke Madinah dari berbagai negara.
Dengan visi Saudi 2030, di mana Arab Saudi ingin menjadi pusat global bagi dunia Muslim, Bandara Internasional Prince Mohammad bin Abdulaziz diproyeksikan akan menjadi salah satu bandara tersibuk di kawasan Timur Tengah. Rencana ini tentu akan berdampak besar bagi perkembangan ekonomi dan pariwisata religi di Madinah.
Bandara Prince Mohammad bin Abdul Aziz adalah saksi bisu dari perkembangan pesat Madinah sebagai kota suci dan tujuan utama bagi umat Muslim di seluruh dunia. Dari awal pendiriannya yang sederhana hingga transformasi menjadi bandara internasional modern, bandara ini telah memainkan peran penting dalam menyambut jemaah dan wisatawan dari berbagai penjuru dunia.
–000–
Setelah kurang lebih 1 jam menunggu, akhirnya panggilanpada penumpang terdengar. Saat boarding pun tiba. Hanya beberapa menit kemudian kami sudah berada di depan petugas, karena jarak tempat duduk kami dekat dengan pintu boarding. Setelah pemeriksaan oleh petugas, kami pun menuju peswat melalui garbarata.
Tidak butuh antrian panjang, kami pun tiba di seat tempat duduk kami. Dengan bantuan khalisa, 4 deretan kursi ditempati kami. Urutanyan Pak tomas, Ibu Irma, Dina dan Penulis. Berbeda dengan saat penerbangan Jakarta-Jeddah, walaupun masih 1 deretan, tapi terpisah seat.
Suasana dalam pesawat tertib, hampir semuanya adalah orang turkey, yang baru pulang menyelesaikan umroh, terdapat beberapa penumpang dari Indonesia juga yang akan melalukan tour ke Istambul.
Tiba-tiba ada insiden kecil di deretan kursi sisi kanan kami, seorang penumpang dari Indonesia terlibat bertengkar dengan seorang penumpang yang menempati seatnya. lelaki turki yang sudah separu bayah, seatnya terpisah dengan istrinya, Ia menduduki seat berdampingan dengan istrinya, yang sebenarnya punya orang lain, sekalipun pramugari sudah memberi pengertian, tapi tetap tak bergeming.
Saya baru mengerti, lelaki Indonesia itu, hanya meminta untuk diperlihatkan boarding pasnya, agar Ia bisa menempati sebagai penggantinya. Setelah di bujuk oleh pramugari, sang penunampang turkey itu, akhirnya memperlihatkan potongan boarding pas yang menunjukan nomor seatnya.
-000-
Tepat pukul o6.45, “burung besi” ini pun perlahan-lahan bergerak (take of). Penerbangan Medinah-Istambulmenempuh waktu 3 jam. “ini seperti penerbangan Jakrata-Ternate” bisik saya pada Dina.
Turkish Airline, adalah jenis pesawat berukuran sedang. Walaupun kategori penerbangannya Intrenasional antara negara, tapi waktu tempuh Madinah- Istambul hanya 3 jam. Maka pesawatnya setara dengan pesawat penerbangan domestik. Soal fasilitas dan profile pesawat Turkish Airlines, akan ditulis pada bagian tersendiri.
Setelah pesawat terbang stabil. Saya ingin mengisi waktu dengan menulis repotase perjalanan, tapi ternyata tak fokus. Fisik terasa lelah, ada permintaan tubuh untuk distirahatkan, setelah terbangun dini hari (02.00) untuk persiapan ceck out hotel di Madinah. Saya pun tertidur lelap.
“Yang.. yang..bangun yang. Mau minum apa? Ini saatnya sarapan”. Tiba-tiba terdengar bisikan suara itu. Dina bangunkan penulis karena pramugari membagi-bagi makanan dan minuman”. Saya meminta juice jeruk, Sementara yang disuguhkan adalah roti, selei dan satu lagi sejenis omlet (tapi bukan omlet).
Salah satu problem menggunakan maskapai penerbanganasing adalah soal makanan, yang seringkali tidak “familiar”dilidah orang Indonesia. Ini yang kami alami dalam penerbangan ini, cita rasa makanan yang disuguhkan terasa “aneh dan tak familiar di lidah”. Namun tetap disyukuri, karena salah satu manfaat dari wisata adalah disamping mengenali budaya, tapi juga mengenali kuliner dan jenis makanannya.
Ada insedin kecil, yang jarang terjadi. Saat makan, Jaket Dina kena tumpahan orange juice, akibat gelas minumnya keserempet tangan penulis. Ada sedikit ekspresi kemarahan “ Ayah gimana sih, hati-hati dong”?, Iya maaf, maaf” kata saya (he.. he..). Usai santap makanan, penulis kembali melanjutkan tidur.
Saya baru terbangun, menjelang 40 menit pesawat mendarat. Ada yang terasa ,tiba-tiba gendang telinga terasa sakit, pendengaran terganggu. Sepertinya ada tekanan udara di kabin pesawat yang tak normal, saya melirik ke penumpang sebelah, Ia juga mengalami hal yang sama. Ia memegang telingannya, hal yang sama juga oleh seorang penumpang perempuan, terlihat meringis sambil menutup telinga.
–000–
Setelah keluar dari pintu pesawat melalui garbarata, ada 3 petugas berseragam, yang berteriak “Anatolia,Anatolia,Anatolia”. Teriak mereka berkali kali ke arah penumpang, sepertinya ditujikan pada penumpang transit, yang akan melanjutkan ke Anatolia, sebuah kota dari sekian kota lain di Turkey.
Sementara kami dengan penumpang lainnya, terus berjalan mengikuti arah penumpang tujuan akhir di Istambul. “kira-kira di mana pengambilan barangnya Guntur?” tanya Pak Tomas. “Belum ada petunjuk ini kak” jawab ku. “Lumayan juga jalannya ya”, kembali Pak Tomas komentar. “ntar ya.. saya coba tanyain dulu pada petugas” jawab–ku. Sementara Ibu Irma dan Dina narik uang di ATM yang tak jauh dari kami. Kami butuh uang lira, mata uang Turkey.
Dari petugas, Ia menunujuk ke arah tertentu sambil menyebut “Bapak ke arah sana, belok kanan, ada petugas kontrol, periksa pasopor baru belok kir, jalan, ketemu nanti pengambilan barang”. Gitu kira-kira yang saya terjemahkan dari pememahamn bahasa Inggris saya yang pas-pasan.
Sesampai di pengambilan barang kami pun ngambil bagasi. Saya dengan Dina sempat menuju duty free untuk mencari keperluan Dina, sempat juga ngambil foto.
Setelah itu, kami pun menuju ke pintu 8, tempat dimana kami telah ditunggu oleh orang yang telah dikontak Dina. Saat keluar, tidak butuh waktu lama, tiba-tiba ada sepasang anak muda turkey, laki dan perempuan hampiri kami. Dan benar, merekalah adalah penjemput kami. “Mereka ini adalah mahasiswa yang ngisi waktu liburannya mencari uang seperti ini” ujar Dina.
—000—-
Setelah istirahat sejenak, kami pun memasuki sebuah mobil private menuju ke hotel. “How long does it take to get to thehotel?”/(berapa lama sampai ke hotel?, tanya Pak Thomas pada sopir. “one hour” (1 jam) jawab, sopir. Mobil pun meluncur. Mobil tersebut terbilang mewah dan berkelas. Tempat duduknya berhadapan, interiornya unik, kursinya empuk dan nyaman diduduki.
Sepanjang perjalanan kami menkmati suasana kota Istambul, panorama di kanan kiri kami amat menakjubkan. Istambul adalah kota peradaban dan penuh sejarah. Kami melewati panyai, dan terlihat meditaranian dan Bosporus yang merupakan titik pertemuan barta dan timur.
–000—
Akhirnya pukul 13.57, tibalah kami di Hotel Erboy, sebuah hotel yang. Indah dan layak.Kami pun disambut dengan ramah oleh pihak hotel. Ada “welcome dring” ysng disuguhakan, Pak Tomas, Ibu Irma dan Penulis memilih teh, sementara Dina memilih kopi.
Kami pun, disodorkan semacam fom pengisian untuk kemudian di list dan ditanda tangani. Selanjutnya Pak Tomas menanyakan beberapa hal, kaitan dengan, bagaimana menggunakan tran, tiket ke bursa, letak haga sofia, tempat makan dan lainya.
Selanjutnya, kami diserahkan kartu kamar, dan segera masuk kamar, kamarnya sangat layak dan indah. Deskripsi tentang profil hotel Erboy, akan di tulis khusus dalam catatan tersendiri.
–000—
Sesaat kemudian kami turun untuk mengisi perut yang terasa amat lapar, makan di pesawat sepertinya tidak pas dengan lidah kami. Kami memilih sebuah tempat makan yang jarak hanya beberapa meter dari hotel.
Tempat itu namanya New Hazar Restoran, tersedia banyak menu, ada yang khas turkey, kebab, roti-rotian, sup, beberapa diantara menunya adalah ikan. Penulis memilih ikan bakar,dina spageti, sementara Pak Tomas dan Ibu Irma memili steak daging.
Sambil menunggu makanan, kami disuguhkan makanan pembuka, yakni roti khas tiumur tengah,bersama cream dan sup. Juga dengan minuman cofe late, gren tea dan milk tea, sesuai dengan pesanan kami masing-masing.
Bebarapa saat kmemudian makanan pesanan kami pun disajikan, awalnya hanya pensaran seperti apa ikannya, ternyaata sangat gurih, ukuran ikannya lumayan,ada sedikit nasi dan kentang. Sambil ngobrol kami pun menikmati hidangannnya.
–ooo—
Kami kembali ke kamar hotel, mandi membersihkan diri, setelah itu mengeluarkan pakaian ganti dari koper, berikutnya shalat ashar dan kemudian rebahan untuk memulihkan tenaga. Sambil rebahan, saya video call ibu (Mareku) bicara gantian dengan Dina, dan setelah itu, kembali rebahan.
Kuarng lebih 2 jam Istirahat. Perut terasa lapar, saya pun dengan Dina turun mencari makanan. Kali ini kami jalan sedikit ke titik lain sambil meikmati suasana malam di sekitarhotel. Suasana kedai yang kerlap-kerlip lampu yang temaran, menambah indah suasana malam itu.
Sesekali kamai bertemu dengan wisatawan dari korea, Kami akhirnya memilih sebuah kedai dengan memesan ikan. Kali ini pursi agak besar, terdiri dari aneka ikan bakar, ikan goreng,udang dan cumi yang terkenal sangat gurih.
Penulis lebih memilih minum teh aple, sementara Dina memilih coffe late.Ada yang perlu diingatkan kalau memilih menu harap hati-hati, perhatikan dengan jelas harga menu makanan dengan jelas, jangan sampai “diketok” hargai usai makan. Bagian ini, akan ditulis secara tersendiri
30 menit kemudian, kami telah tiba kembali di hotel. Dalam perjalan pulang, terlihat kedai-kedai tempat makan mulai tutup dan saat itu waktu menunjukan pukul 23,00.
___
Istambul,Erboi Hotel, Rabu 8 Januari 2024
Pukul : 23.00 Waktu Istambul.
Komentar