Oleh : M. Guntur Alting
____
MATA yang dingin itu menatapku, saat ditanya “how long does it take to get there?” (berapa lama kita akan tiba di sana?). Ia pun menjawab “ three hours if there’s no traffic “ (kira-kira 3 jam, jika tak macet)”. Dialah Emre, lelaki Turki, yang akan mengantar kami ke Kota Bursa.
Bursa jadi kota tujuan ke-2 kami. Letak kota ini hanya berjarak sekitar 150 km dari Istanbul. Pagi itu, sabtu 11Januari 2024, pukul 10,000, kami “ceck out” dari hotel Erboy. Mobil kami meluncur saat gerimis mengguyur kota Istambul..
Suasana Jalanan masih sepi, “mungkin ini hari libur”. Monolog ku dalam hati. Masih terlihat orang-orang yang naik skuter kecil meliuk-liuk di tengah jalan raya. Mobil kami melintas di pinggiran laut. Dalam 30 menit, kami sudah memasuki sebuah area pelabuhan.
Kami terkejut, karena itu adalah pelabuhan feri. Mobil kami sempat tertahan di gerbang masuk, ada masalah dengan kartunya Emre sang sopir. Mobil diminta mundur beberapa kali, sebelelum akhirnya berhasil masuk.
Perjalanan ke Bursa ternyata bisa melalui penyebarangan feri. Dalam gambaran kami. sebelumnya hanya bisa ditempuhmelalui jalan darat, namun “melalui feri jauh lebih murah ketimbang melalui tol ”. Kata Emre, menjelaskan.
Mobil kami berada pada deretan ke-2. dalam kapal feri. Kami diberitahukan sopir untuk menikmati perjalanan dengan naik ke dek 3, di sana terdapat tempat duduk, kafe yang menyediakan minuman, roti.
Di atas dek 3, kami mengambil posisi di depan, sangat nampak pemandangan laut dan pulau di hadapan kami. Sementara Dina dan Irma memesan minuman, saya minta izin ke toilet.saat itu berpapasan dengan Emre dan meminta foto bersama.
Saya membayangkan pulau dihadapan saya itulah Halmahera.“ko seperti mirip Sofifi”?. Kelakar Soni dalam WAG happy Family. Emre menyebut nama pulaunya adalah ‘Yalofa’. Saat pengambilan video terlihat puluhan burung-burung putihbeterbangan jinak dekat kapal, sesekali terlihat burung itu ‘menukik tajam’ mematuk ikan di atas permukaan air.
–000—
30 menit kemudian feri sudah sandar di pelabuhan Delofa. Mobl kami kemudian bergerak karena berada di deretan ke 2, saat itu waktu telah menunjukan pukul 13.17. Sepanjang perjalanan dari Yalofa menuju Bursa, terlihat hamparan perkebunan bunga yang di dominasi sakura dan lavender.
“Pemerintah Turki memang belakangan tengah giat mengembangkan wisata perkebunan bunga untuk mendorong pariwisata di negara tersebut. Sebagian pasarnya adalah warga Indonesia yang kerap berwisata ke Turki sambil menunaikanibadah umrah”. Demikian cerita Emre sang sopir.
Dibalik kaca, pemandangan lain yang terlihat, rumah-rumah yang artsiteknya hampir mirip, terdapat juga satu, dua rumah yang terlihat kumuh. “rumah-rumah begini ini jangan-jangan dikontrakan Ka Tomas”, kelakar saya. Pak Tomas tertawa kecil mendengarnya.
“yang Anaknya Ustad Rusli, Ibnu itu sempat sekolah di sini yang, tapi saya tidak tau di wilayah mana,”. Bisik saya pada Dina. Saya juga membayangkan, dulu Komarudin Hidayat dan Amin Abdullah juga kuliah di sini, ngambil bidang filsafat barat di (METU) Meaddle East Tecnical University (1990) walupun tempatnya di Ankara ibu kota Turki.
“Guntur, dari tadi saya tidak melihat mobil-mobil prodak Jepang” tiba Pak Tomas memecahkan kebisuan kami. Dan jika diamati dari tadi idak ada mobil keluran jepang,
Kami juga melewati area komleks pabrik, setelah diperhatikan ternyata seperti pabrik pencetak bahan bangunan . Sesekali kami melihat jalan-jalan tol yang terlihat agak jauh dari kami, di sisi jalan . Terdapat juga jemis tanaman dan pemohonan yang tumbuh di atas tanah berkaour yang tentunya tak dapat tumbuh di indonesia.
Tiba di Kota Bursa.
Perjalanan 1 jam dari Yalofa itu akhirnya sampai juga di kota Bursa. Untuk bisa tiba di hotel, sedikit butuh perjuangan.Harus melewati jalan memutar, setelah sang sopir komunikasi dengan pihak hotel, bill boy pun nyamparin kami.
Waktu menunjukan pukul 15.37 saat kami tiba di Hotel. Ada kejadian yang mengagetkan menjelang tiba di pintu hotel. Seorang pengemis tua, tiba-tiba nodong saya minta uang dengan sedikit memaksa, saking kagetnya sampai koper terjatuh.Ada rasa kasihan bercampur dongkol. “Saya juga di kejar oleh pengemis itu “, kata Pak Tomas, usai dengar saya..
Setelah “ceck in”, kami menuju kamar di lantai 5. Kami beruntung, pihak hotel meng”ap grade” kamar kami ke “room siute”, yang cukup besar.. Ada ruangan tamu, dari jendelakamar terlihat pemandangan kota Bursa. Malam hari, dari kaca jedela, nampak kerlap-kerlip lampu yang indah, dan subuh hari terlihat kota yang ditutupi oleh kabut.
Setelah menaruh koper, kami pun mencari tempat makan, disepanjang jalan depan hotel terdapat banyak tempat makan. Kedai Doner akhirnya jadi pilihan. Kami memesan kebab ayam dan daging, minumannya teh, kopi dan susu. Satu keunikan di Turki, untuk pemesanan teh dan kopi susu,dihidangkan dalam gelas kecil, beda dengan Indonesia yang gunakan gelas besar dan kadang bisa di retfil.
Hari mulai gelap, ketika kami selesai makan. Tak lama berselang terdengar suara azan. berkumang. Rupanya tak jauh dari tempat duduk kami, terdapat sebuah masjid kccil.. Kami pun akhirnya balik ke hotel Perjalanan di kota lokasi wisatasendiri baru akan dimulai pada keesokan harinya. Malam itu kami gunakan istrahat memulihkan tenaga untuk persiapan tour besoknya.
Hari : 1 (Wisata ke Gunung Salju/Uludaq, Greend Mosque & Toko Sutra).
Di balik kaca jendela kamar lantai 5 hotel Bilovet, telihatpanorama kota yang mempesona. Bursa dikelilingi oleh arsitektur bersejarah dan dipenuhi oleh banyak destinasi. salah satunya Gunung Uludag. Masjid Hijau, dan Pasar Sutra.
Gunung Uludag, adalah salah satu destinasi yang wajib dikunjungi oleh setiap wisatawan. Waktu yang ditempuh dari pusat kota Bursa menuju pegunungan membutuhkan sekitar 30 menit.
Minggu pagi 12 Januari 2024. Kami pun menuju ke gunung uludag.
informasi yang kami dapatkan, suhu selalu dingin. Namun, biasanya puncak terendahnya suhu terletak pada bulan Desember suhu di Gunung Uludag dapat mencapai 0°C hingga -6°C.
Dalam bahasa Turki, Uludag berarti “besar”. Ketinggian gunung ini mencapai 2.543 meter atau sekitar 8.343 kaki di atas permukaan laut. Pada musim dingin, salju menutup hampir seluruh wilayah pegunungan ini..
Tak perlu bersusah payah untuk menjangkau bagian atas Pegunungan Uludag. Turis bisa menaiki kereta gantung yang tersedia atau populer dengan sebutan teleferik.
Biaya untuk naik kereta ini sudah mencakup biaya tiket masuk kawasan wisata sebesar 45 lira (sekitar Rp.120 ribu). Kereta gantung ini konon merupakan yang terpanjang di dunia Panjangnya sekitar 8,3 km dengan waktu tempuh sekitar 45 menit.
Dari cerita sopir, beberapa jalur yang panjang dan beberapa bahkan cukup curam membuat jantung berdetak lebih kencang. Namun, katanya semua terbayar dengan pemandangan indah kota bursa dari atas serta hamparan pohon cemara yang masih meranggas.
Dalam perjalanan ke atas saya sempat khawatir, karena kondisi kesehatan. Apalagi bertinteraksi dengan udara sangat dingin. Namun saat tiba, suhu udara cukup nyaman meski tak juga bisa dibilang hangat. Ini tentu berbeda dengan pegunungan salju di korea yang dinginya “ekstrim” saat saya kunjungi 5 tahun silam.
Di Pegunungan Uludag, terdapat beberapa aktivitas yang bisa dilakukan, mulai dari bermain salju, ski, motor ski dan juga kereta gantung.. Kami memilih untuk melihat panonorama salju, sembari mengambil foto dan video dokumentasi.
Pengunjung Uludag setiap tahun bisa mencapai 2 juta orang.
Di atas Pegunungan, terdapat sejumlah ‘resor’ yang menyediakan kamar untuk menginap. Tak perlu khawatir jika pakaian Anda ternyata tak cukup hangat saat dikenakan di sana, karena terdapat sejumlah toko yang menjual pakaian hangat, penutup kepala, sarung tangan, hingga sepatu boots.Namun perlu diiingat, sebaiknya Anda menawar lebih dulu sebelum membelinya.
Pemandangan Kota Bursa di sepanjang jalan menuju ke atas, sangat indah. Jalanannya yang menanjak bersih dengan susunan rumah yang bentuknya unik, sangat homie, adem, tenang, rasanya ingin tinggal di Kota Bursa agak lama, menikmati kota tersebut.
Wilayah ini menjadi tampak sangat indah pada musim gugur dan musim dingin. Hujan sering turun dan udaranya sangat dingin. Tiga hari 4 malam kami berada di kota ini, kami dapati beberapa kali turun hujan.
Secara histori, Bursa adalah ibu kota pertama pada masa kejayaan Dinasti Utsmaniyyah antara tahun 1335 hingga 1413. Bursa disebut juga kota hijau atau Green Paradise karena memiliki banyak taman dan kebun yang asri. Lokasi Bursa juga dikelilingi oleh hutan hutan yang cukup luas.
|
Yang bikin menarik kotanya yang bersih, Menuju ke atas, ternyata harus melewati jalanan khusus Bus. Melewati jalanan kecil yang kanan kirinya dipenuhi pepohonan pinus yang lebat. (Mirip seperti di film-film Hollywood di daerah pegunungan). |
Arzu sang sopir bercerita di kawasan Uludag itu banyak sekali hotel yang dibuka ketika musim salju tiba. Harganya mahal, dan kebanyakan turis asal Indonesia, Malaysia, Arab dan China yang berkunjung untuk menikmati salju. News Feed |
Komentar