oleh

BADAI SERBIA JANGAN KE SINI

-OPINI-285 Dilihat

Smith Alhadar : Penasihat pada Institute for Democracy Education (IDe)

Sejak lima bulan terakhir badai politik melanda Serbia, negara Balkan pecahan Yugoslavia. Pemicunya adalah maraknya korupsi dan merosotnya demokrasi. Mirip dengan kondisi di Indonesia. Dus, pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka harus memberi perhatian serius pada isu-isu ini. Terlebih, kelas menengah Indonesia sedang merosot dan pengangguran meluas.  

Sejak November 2024, Serbia diguncang demonstrasi tak berkesudahan. Rakyat dari ibu kota Beograt sampai kota-kota kecil turun ke jalan memprotes wabah korupsi. Selama ini kota kecil dan perdesaan adalah basis dukungan Presiden Serbia Aleksandar Vucic dan partai penguasa, Partai Progresif Serbia. Demonstrasi dipicu runtuhnya atap Stasiun Novi Sad dan menewaskan 15 orang.

Padahal, stasiun baru selesai direnovasi (2022).Mahasiswa menilai kecelakaan itu disebabkan korupsi masif. Proyeknya tidak berkualitas karena pengawasnya menerima suap sehingga menyetujui begitu saja laporan kontraktor. Saat proyek direnovasi, Milos Vusevic masih menjabat Wali Kota Novi Sad. Sementara Tomislav Momirovic adalah Menteri Perhubungan dan Infrastruktur.

Keduanya terkait proyek renovasi stasiun. Belakangan, Vucevic menjadi Perdana Menteri dan Momirovic menjabat Menteri Perdagangan. Kini mereka mengundurkan diri. Bahkan Goran Vesic, pengganti Momirovic, ikut mundur. Kendati demikian, mahasiswa dan massa tetap demo sampai adanya perombakan pemerintahan dan struktur sosial politik.

Bagi rakyat Indonesi, unjuk rasa di Serbia hanya karena atap stasiun runtuh dan 15 orang tewas merupakan hal yang tak dapat difahami, apalagi dikaitkan dengan korupsi. Toh peristiwa Kanjuruhan pada 2022 menewaskan 135 orang dan melukai 500 orang tak ada pertanggungjawaban pejabat dan kompensasi yang layak bagi keluarga korban. Dan takada demo.

Baca Juga  Obituari AGK : PERGINYA ‘THE LEGEND OF DAKWAH”

Mengacu pada Transparency International, Serbia menduduki peringkat ke-105 dari 180 negara soal indeks persepsi korupsi. Hasil rilis Transparency International Indonesia, IPK Indonesia tahun 2024 naik tiga poin, menduduki peringkat ke-99. Tapi, menurut pakar korupsi dari UGM Rimawan Pradiptyo, kalau menggunakan metode tahun 2023 sebenarnya IPK kita stagnan di peringkat ke-115.

Korupsi di negeri ini memang sudah membudaya. Meskipun berpotensi menciptakan negara gagal dan merampas kesejahteraan rakyat, rasuah bukan kejahatan luar biasa di negeri ini. Inlah penyebab pemerintah tak serius menangani korupsi. Bahkan, pemimpin menjadikan korupsi sarana penyandera politisi untuk mengawetkan kekuasaan dan memaksa koruptor tunduk pada kemauannya.

Presiden Prabowo menyadari dampak korupsi bagi kelangsungan hidup negara. Maka kita menyaksikan, di antaranya, korupsi Pertamina dibongkar dan koruptor tambang timah diperberat hukumannya. Mungkin kasus-kasus korupsi lain akan menyusul. Tapi sepanjang para menteri pemerintahan Jokowi, yang terlibat korupsi didiamkan, sulit bagi Prabowo membangun kepercayaan rakyat.

Mahasiswa Serbia marah karena merasa ijazah mereka tak berguna selama korupsi dan kolusi mewabah. Mereka tak bisa memperoleh pekerjaan tanpa menyuap atau menjadi kroni. Sementara banyak rakyat hidup pas-pasan. Karena itu, sejak November tahun lalu mereka makan, tidur, dan masak di tempat demo. Tekad mereka agar semua kembali sesuai hukum.

Baca Juga  11 Tokoh Membangun Perlawanan Terhadap Oligarki

Sama dengan Serbia, demokrasi Indonesia pun merosot di bawah Malaysia, Timor Leste, dan Filipina.Berdasarkan indeks demokrasi dari The Economist Intelligence Unit, situasi demokrasi Indonesia menurun selama 2024. Indeks demokrasi ini diukur berdasarkan lima dimensi: proses pemilu dan pluralisme, berfungsinya pemerintahan, partisipasi politik, budaya politik, serta kebebasan sipil (Kompas, 17/3).

Demonstrasi mahasiswa Serbia mengingatkan kita pada demonstrasi mahasiswa Indonesia bertajuk“Indonesia Gelap” yang berlangsung di beberapa kota pada Februari silam. Mereka menolak sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro-rakyat. Misalnya, kelangkaan elpiji dan kritik atas program makan bergizi gratis. Selain itu mereka juga menyuarakan berbagai isu legislasi, termasuk revisi UU Minerba, dan mendorong pengesahan UU Perampasan Aset.

Sebagaimana mahasiswa Indonesia, mahasiswa Serbia pun punya sejarah panjang gerakan mahasiswa melawan pemerintah. Sejak Serbia masih jadi bagian dari Yugoslavia, mahasiswa di sana berulang kali demo menentang pemerintah. Dulu mereka protes pada pembatasan yang diberlakukan rezim komunis. Setelah itu, mereka memprotes wabah korupsi dan demokrasi semua.

Presiden Vucic merespons demonstrasi, di antaranya, menaikkan subsidi bagi perguruan tinggi. Presiden merespons dengan kebijakan populis seperti tiket murah menjelang dan sesudah lebaran dan mempercepat pengangkatan CPNS. Tapi UU No I tentang Efisiensi Anggaran memangkas anggaran di semua jenjang  pendidikan yang berdampak pada kenaikan uang kuliah dan kualitas Pendidikan.

Yang tidak simpatik adalah tuduhan Vucic bahwa rangkaian unjuk rasa dimanfaatkan oposisi dan kelompok asing. Ia menuding tak kurang dari 3,1 miliar dollar AS mengalir ke berbagai kelompok penentang dan penolak pemerintah. Dana itu dikatakan digunakan untuk menggulingkan dirinya, menghancurkan dasar-sadar kebebasan di Serbia dan bersedia jadi boneka asing.

Baca Juga  SHERLY TJOANDA ANTARA GOOD GOVERNANCE dan BISNIS INTERES

Tuduhan Vucic mirip dengan tuduhan Prabowo dengan sasaran yang berbeda. Dalam salah satu video, Prabowo mengatakan bahwa ada media di Indonesia yang kritis terhadap pemerintahannya didanai pihak asing. Mungkin yang dituding adalah Tempo. Di video yang lain, terdengar narasi yang disampaikan seseorang dengan suara yang tegas dan kalimat yang terstruktur tentang adanya pihak asing yang ingin memecah-belah Indonesia.

Lalu, beberapa hari lalu, Prabowo mengundang seluruh rektor universitas negeri dan beberapa rector universitas swasta buka puasa bersama. Pada kesempatan itu, beliau mengatakan membuka diri untuk dikritik para akademisi, tapi harus berbasis data. Kendati kritik harus bisa dipertanggungjawabkan, frasaharus berbasis data” berbau intimidatif. Karena eksistensi dan survival rektor bergantung pada dukungan pemerintah, pernyataan Prabowo bisa juga diinterpretasikan sebagai peringatan agar rektor mengendalikan mahasiswa.

Kita berharap api demo yang terus membesar di Serbia tak terjadi di sini. Untuk itu, pemerintah harus mendengar suara mahasiswa dan masyarakat sipil.Kelompok yang disebut terakhir sedang berupaya menolak revisi UU TNI karena khawatir dwifungsi ABRI kembali. Jangan buru-buru mengkambing-hitamkan mereka. Introspeksi diri adalah cara bijaksana sebelum badai Serbia menerjang negeri tercinta ini. Selamat berpuasa, bulan introspeksi diri.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *