PUTUSAN BELUM INKRACH, KADIKJAR MALUT IMAM MAKHDY HASAN DINILAI BELUM LAYAK DIPERIKSA.
PIKIRAN UMMAT.Com—Ternate||Pasca putusan tingkat pertama di pengadilan negeri ternate, Kejati Malut terus didesak segera memeriksa Kadikjar malut .
Desakan pemeriksaan atas Imam Makhdy Hasan itu dengan alasan karena yang bersangkutan dalam pertimbangan putusan hakim pada perkara dengan terdakwa mantan Kadikjar Imran Yakub disebut sebagai pihak yang bertanggun jawab atas proses pencairan paket nautika dan simulator di dinas Pendidikan dan pengajaran Provinsi Maluku utara.
Kejaksaan Tinggi Maluku utara dituding tidak menggubris fakta persidangan dalam perkara korupsi anggaran Rp 7,8 miliar untuk proyek Kapal Nautika dan alat simulator, dipertanyakan publik.
Padahal, sepanjang empat mantan terdakwa menjalani sidang, bahkan hingga putusan, terungkap bahwa yang bertanggungjawab adalah Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadikbud) Imam Makhdy Hasan dan mantan Plt Kadikbud Djafar Hamisi.
Dalam fakta persidangan menyebutkan, Imam Makhdy dan Djafar Hamisi disebut menandatangani pencairan uang muka 20 persen, 70 persen hingga pencairan 100 persen proyek Nautika dan Alat Simulator. Itu tertuang dalam salinan putusan mantan terdakwa Imran Yakub, Nomor 16/PID.SUS-TPK/2021/PN Ternate. Dalam Salinan itu menegaskan, bukan Imran Yakub yang menandatangani pencairan tersebut.
Nama keduanya masuk dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Ternate, saat membacakan putusan bebas terhadap terdakwa mantan Kadikbud Malut, Imran Yakub, pada sidang 16 Februari 2022 lalu. Sehingga, Djafar Hamisi dan Imam Makhdy disebutkan sebagai pihak yang seharusnya bertanggungjawab, karena telah melakukan pencairan tanpa adanya permohonan pencairan, progres pekerjaan dan berita acara serah terima.
Praktisi Hukum Maluku Utara, Iskandar Yoisangaji mengatakan, berdasarkan putusan pengadilan tersebut, maka ia berpendapat bahwa Kejaksaan Tinggi Maluku Utara harus menindaklanjuti untuk melakukan pemeriksaan terhadap Imam Makhdy dan Djafar. Itu karena perkara ini telah ditangani pihak kejaksaan sejak awal.
“Maka menjadi pertanyaan hukum adalah mengapa pada proses penyidikan masalah ini tidak terungkap sejak awal? Ini harus dibuka supaya terang dan publik juga tahu, bukankah dalam hukum pidana ada prinsip In criminalibus, probationes bedent esse luce clariores yang artinya dalam hukum pidana bukti itu harus lebih terang dari pada cahaya,” ujarnya menegaskan.
Namun demikian pandangan Iskandar Joisangaji dibantah pakar hukum lainya.
Menurut pakar hukum yang juga praktisi hukum, Dr.Abdul Aziz Hakim, SH.MH., Kadikjar Malut belum dapat diperiksa disebabkan kasus ini masih dalam proses kasasi di MA sehingga pertimbangan amar putusan hakim yang menyebutkan Imam Makhdy Hasan harus dimintai Pertanggun jawaban belum berkekuatan hukum tetap.
“Kasusnya masih dalam proses kasasi di MA olehnya Imam Makhdy Hasan belum dapat diperiksa”tukas Sekertaris DPP AP-HTN Pusat itu.
Hakim menegaskan apabila sebuah kasus belum berkekuatan hukum tetap maka tidak bisa dijadikan sebagai dasar pengembangan kasus.Pertimbangan dalam amar putusan hakim pun belum bisa dijadikan dasar karena belum berkekuatan hukum tetap seiring proses kasasi yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum atau JPU.
“Adanya kasasi oleh jaksa maka seluruh isi putusan hakim belum bisa dijadikan sebagai dasar hukum” tandasnya.
Abdul Aziz Hakim menyarankan agar semua pihak menahan diri dari pendapat atau persepsi dan asumsi yang kacau hingga potensial menghakimi seseorang yang belum bersalah.
Desakan kepada aparat hukum sebagai bentuk gerakan pemberantasan korupsi patut kita dukung namun harus memperhatikan azas dan norma hukum yang berlaku sehingga tidak bias dan membuat masyarakat skeptis terhadap upaya penegakan hukum itu sendiri.
“Penegakan hukum harus berdasarkan hukum ”pungkas Dr.Abdul Aziz Hakim, SH.MH.(***)