LHP BPK WTP YANG DIBANGGAKAN DIKRITIK PAKAR.
PIKIRAN UMMAT.Com—Ternate||Kamis (11/5) kemarin, BPK perwakilan Maluku utara telah menyerahkan LHP BPK kepada Pemda-Pemda Kabuoaten dan Kota se Provinsi Maluku utara.
9 Kabupaten dan Kota meraih predikat WTP dan tersisa Pemda Kabupaten Pulau Taliabu yang naik satu tingkat hanya di predikat WDP.
Terpantai di media maeanstream baik cetak dan on line, para Kepala Daerah peraih WTP bangga atas raihan WTP sebagai prestasi kinerja pemerintahan mereka.
Pengalaman juga menunjukan WTP jadi bahan jualan kampanye prestasi dipanggung-panggung politik.
Namun pakar ekonomi melontarkan kritik tajam bahwa LHP BPK WTP bukan prestasi.WTP hanya sebatas adimiatrasi keuangan pemerintah bukan sukses kinerja kepala daerah .Lebih tajam lagi Ekonom Unkhair ini menyatakan WTP bukan SIM bebas Korupsi.
Oleh karena itu WTP jangan dimaknai bahwa pemerintah telah menjalankan fungsi secara bersih dari KKN.
“WTP itu adimistrasi keuangan saja sehingga jangan dimaknai sebagai sukses kepala daerah dan bukan SIM bebas Korupsi”tukas Dr.Mukhtar Adam, SE.MM.
Oleh karena itu dia menyarankan BPK melakukan sosialisasi terkait LHP BPK WTP dan predikat lainya sehingga publik tidak tersesat oleh domplengan politik para politisi yang kerap menjual isu WTP sebagai prestasi .
“BPK Harus buat sosialisasi sehingga publik tidak disesatkan dengan isu WTP”tandasnya.
Lebih jauh Founder lembaga nirlaba Kampoeng Malanesia Nuaantara ini mengungkapkan fonomena WTP bahwa Hampir seluruh daerah di Indonesia sudah WTP, standar akuntansi sudah di dukung dengan aplikasi pengawasan makin membaik, administrasi keuangan tertata makin membaik, pendokumentasian transaksi sudah makin membaik, standar akuntansi pemerintah sudah makin di pahami dan di taati, dan berbagai standar dalam pemeriksaan keuangan negara telah berjalan dengan baik karena itu Opini auditor bukan lagi menjadi standar tata kelola keuangan yang di perlukan baik kelas dari sekedar memenuhi standar administrasi keuangan negara.
Oleh karena itu dia menyayangkan kalau Pemda peraih predikat WTP sampai sibuk membayar media mengumumkan WTP.
“Sayang kalau Pemda harus sibuk- sibuk bayar media untuk mengumumkan WTP ke publik, apalagi Kepala daerah mengumbar WTP sebagai prestasi di berbagai pidato hanya utk pengakuan sukses pengelolaan keuangan ? Mungkin salah karena sudah bukan zamannya alias sudah tidak melenial lagi”ketus dia.
Akademisi Unkhair ini membeberkan bagaimana reformasi bidang pengawasan yang lahir diera reformasi.
Awal reformasi ditemukan banyak fenomena bahkan negara saja menyusun laporan keuangan masih tertatih- tatih apalagi daerah.
Langkah itu jelas dia ditempuh dengan investasi SDM yang dilakukan pada 5 tahun awal, selanjutnya 10 tahun kemudian setelah tersedia SDM dibuatlah alat motivasi bagi daerah, melalui WTP yang saat ini ramai
Lanjut dia, Saat pengelolaan keuangan masih sangat primitif di masa orde baru, para akademisi rumuskan ulang pengelolaan keuangan negara melalui berbagai seminar lokakarya yg bersifat nasional marak di awal reformasi hanya untuk mencari format pengelolaan keuangan negara yang tepat agar Asset negara dapat terungkap, ada dokumentasi ada pengendalian, ada tahapan rencana yang tepat ada pengawasan yang handal dalam menjaga Asset negara.
Ujung perdebatan itu merumuskan beberapa UU yaitu yakni UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, lalu banyak yang menyebut UU ini konsepsi dari hukum keuangan negara, UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang banyak di sebut Administrasi Keuangan Negara, UU 15/2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara, sekaligus mereposisi fungsi BPK, UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang juga mengamputasi fungsi Bappenas, dan mengeser full kewenangan ke Kemenkeu.
Oleh karena itu Muhktar Adam memintah pemerintah jangan geer dengan raihan WTP dan publik juga jangan sampai terkecoh dwngan WTP sebagai prestasi kinerja pemerintah karena WTP hanya sebatas penyajian laporan akuntansi pemerintah semata.
”Publik jangan kaget dan heran kalau belakangan terendus ada mega kasus korupsi daam LHP BPK WTP itu”pungkasnya(***)