HEADLINE

PROSES PENETAPAN PJS KEPALA DAERAH DINILAI MENG”HIANAT”I AMANAT REFORMASI IKUT MEMATIK REFORMASI JILID II.

Mendagri Tito Karnavian(Istimewa)
PIKIRAN UMMAT.COM—Ternate||Cara pemerintah pusat menetapkan pejabat sementara kepala daerah baik Pjs Gubernur, Pjs.Bupati dan Pjs.Walikota mengundang reaksi dan kritik keras kalangan pakar.
Pemerintah pusat dinilai telah menghianati amanat reformasi dimana otonomi daerah sebagai ruh nya.Reformasi jilid II jadi bergaum.

Dikutip pernyataannya, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra mengkritik penunjukan ratusan penjabat (Pj) gubernur, bupati dan walikota saat ini. Menurut dia, penunjukan tersebut merupakan kemunduran bagi demokrasi Indonesia.

Azyumardi mengatakan Indonesia mempunyai sistem otonomi daerah. Namun, penunjukan penjabat itu malah dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

“Demokrasi kita itu semakin cacat dengan proses resentralisasi,” kata Azyumardi dalam peringatan dan refleksi 24 tahun reformasi di Jakarta Selatan pada Sabtu (21/5/2022).

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa sentralisasi adalah permasalahan utama Indonesia selama berpuluh tahun. Oleh sebab itu, masyarakat memperjuangkan reformasi pada 1998.

Prof.Azyumardi Azra, Guru Besar dan Pakar Politik(Istimewa)
Sementara itu, salah satu buah reformasi adalah otonomi daerah. Ia menyayangkan kemunduran dengan penunjukan penjabat daerah tersebut.

“Ini bertolak belakang dengan reformasi. Kalau kita belajar dari sejarah, sentralisasi itulah yang kuat dijadikan perlawanan,” ujar dia.
Apakah dalam bentuk PRRI atau dalam bentuk perlawanan Daud Beureh, termasuk Permesta. Tapi kayaknya kita sudah amnesia tidak mau belajar dari sejarah,” lanjutnya.
Sementara pakar hukum tata negara Margarito Kamis menyatakan penunjukan pejabat sementara di sejumlah daerah cacat konstitusional.
Mendagri Tito Karnavian misalnya dinilai menyalahi konstitusi perihal penunjukan langsung Pjs Bupati Pulau Morotai tanpa memperhatikan usulan Gubernur Maluku utara.Sebab berdasarkan UU Ni 10 Tahun 2016, penetapan Pjs Bupati/Walikota hanya dapat dilakukan melalui usulan Gubernur.
Margarito menyarankan keputusan Mendagri digugat ke PTUN.
Namun pakar lain menilai kisruh penetapan Pjs Bupati dan Walikota embrionya ada pada pasal 5 ayat 3 Permendagri nomor 1 tahun 2018 yang memberikan kuasa penuh Mendagri menetapkan Pjs Bupati/Walikimota tanpa melalui usulan Gubernur.
Klausal pasal itu mengaskan bahwa dalam rangka kepentingan strategis nasional, Menteri dapat menetapkan Pjs Bupati/Walikota tanpa melalui usulan Gubernur.
Pasal ini oleh pakar hukum tata negara If derecord menilai cacat konstitusional karena tidak hierarki dengan UU diatasnya yang hanya mengatur hak Atributif Gubernur sebagai pengusul Pjs Bupati/Walikota.
Dia menyarankan Gubernur dan para calon Pjs Bupati/Walikota yang telah diusulkan agar melakukan judicial review ke MA atau mengambil langkah adimiatratif lain yang diperlukan.
Pasal ini menurut dia kategori pasal karet yang multitafsir dan potensial dimainkan guna keentingan politik berbagai pihak namun mengangkangi konstitusi dan amanat reformasi serta otonomisasi daerah.

Dr.Margarito Kamis, SH.MH., Pakar hukum Tata Negara,(istimewa)

Menurut Azyumardi, demokrasi di Indonesia harus direformasi karena terus mengalami kemunduran. Ia berharap reformasi kali ini bisa dilakukan dengan damai.

“Demokrasi kita harus direformasi. Karena demokrasi kita semakin koruptif, mahal, semakin merajalela praktik cukongisme,” ujar dia.

“Jadi kita sekarang memerlukan reformasi jilid II yang damai,” imbuhnya.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian telah melantik lima penjabat (Pj) gubernur untuk lima provinsi pada Kamis (12/5). Penunjukan penjabat gubernur di sejumlah daerah ini dilakukan agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan setelah masa jabatan kepala daerah tersebut habis.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya telah meminta jajaran menterinya agar menyiapkan penjabat pengganti gubernur, bupati, dan wali kota yang masa jabatannya habis pada 2022.

Jokowi mengatakan pada tahun ini terdapat 101 pengganti kepala daerah yang mesti disiapkan dengan rincian 7 gubernur, 76 bupati, dan 18 wali kota.
Penunjukan atau penetapan sejumlah Pjs kepaa daerah mengundang reaksi para Gubernur.
Beberapa Gubernur justru meninjau ulang SK Mendagri yang telah menetapkan Pjs Bupati dan Walikota.(***)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *