MEMBANGUN MANUSIA ANTARA ALI YASIN DAN EDY LANGKARA.
By.Dr.Mukhtar Adam, SE.MM.((Om Pala)Founder Kampung Malanesia & Ekonom.
Sekedar menjawab pertanyaan anggota DPRD dari Nasdem, partai Pendukung Pemerintahan Edi-Imon di Halmahera Tengah, dengan menyajikan data BPS dan pengamatan empiris di Halmahera Tengah, terkait statemen saya yang menyatakan Edy Langkara gagal membangun sumber daya manusia di Halmahera Tengah.
Pelambatan pertumbuhan point IPM, dimasa kepemimpinan Edi Langkara dalam 4 tahun terakhir tergambar dari data angka partisipasi murni, dalam melanjutkan Pendidikan pada berbagai jenjang Pendidikan, terlihat data angka putus sekolah pada jenjang Pendidikan sekolah dasar mencapai 97,23% dari total penduduk usia sekolah, artinya masih terdapat anak usia sekolah pada usia sekolah SD yang tidak mengikuti Pendidikan dasar, hal yang sama jika dilihat pada jenjang Pendidikan SMP, yang terserap di sekolah hanya sebesar 83.86% dari total penduduk, artinya kelompok usia sekolah SMP yang putus sekolah pada jenjang Pendidikan SMP mencapai 16,24% yang tidak melanjutkan Pendidikan SMP, efek kemudian terlihat pada data Angkatan kerja berdasarkan jenjang Pendidikan di Halmahera Tengah masih mengantungi ijazah SD dan SMP. Oleh karena pada jenjang Pendidikan SMA makin terperosok lagi, yaitu hanya sebesar 64.33% yang melanjutkan Pendidikan di SMA.
Angka Partisipasi Murni
Sekolah |
2019 |
2020 |
2021 |
SD |
97.68 |
97.07 |
97.23 |
SMP |
82.15 |
82.15 |
83.76 |
SMA |
64.28 |
64.15 |
64.33 |
Gambaran dari pelambatan pertumbuhan peserta didik di Halmahera Tengah adalah cermin dari gagalnya Edi Langkara membangun kualitas manusia Indonesia yang bermukim di wilayah Halmahera Tengah. Kebapa dinyatakan gagal, jika dibandingkan dengan Pemerintahan Ali Yasin justru pertumbuhan yang jauh lebih produktif yang tergambar pada Indeks Pembangunan Manusia.
Diujung kegagalan itu, terlihat Edi Langkara sebagai Bupati meminta Passing grade diturunkan adalah gambaran dari kegagalan Edi Langkara memimpin Halmahera tengah yang di sampaikan dalam forum yang bersifat nasional, padahal arah dunia makin mengarah pada era kompetisi, dimana seluruh instrumen kebijakan diletakan pada ruang kompetisi yang sehat dan terukur, agar setiap anak bangsa memiliki kesempatan yang sama dalam ruang kompetisi yang di sediakan negara sebagai penyelenggara pemerintahan.
Edi Langkara tidak berjuang untuk anak-anak Maluku Utara, bahkan mempermalukan anak-anak Maluku Utara utamanya Halmahera, yang menganggap anak-anak Halmahera tidak mampu berkompetisi dengan anak-anak di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan, ini sebuah pernyataan yang tidak elegan.
Anak -anak Maluku Utara memiliki talenta dan kreatifitas yang tinggi, problemnya tidak dikelola, dibina dan dikembangkan dengan roadmap yang jelas dan terukur sehingga terkesan tidak mampu.
saya menolak jika kami anak-anak Halmahera direndahkan di forum nasional. ini soal kegagalan kepemimpinan local, yang tidak secara baik mengelola manusia yang berkompeten. Faktanya bisa dilihat seberapa besar komitmen pemerintah Edi Langkara dalam mengatasi anak putus sekolah, dimana kebijakan yang pro pada anak-anak patani, weda, gebe, yang putus sekolah pada jenjang Pendidikan SD, SMP dan SMA. Fakta seperti di Ternate yang angka partisipasi sekolah relative cukup tinggi, kami masih menemukan 123 anak usia sekolah yang tidak bersekolah, sehingga bersama Ibu Nulela Syarif, Komonitas talas, dll membuat Gerakan kembalikan anak putus sekolah Kembali bersekolah adalah fakta pemerintah local tidak turun ke desar memotret lebih jelas anak-anak bangsa penerus pembangunan.
Karena Halteng juga menyumbangkan angka kemiskinan yang tinggi di tengah pertumbuhan yang tinggi, sudahi cara-cara mengeluh dan menyalahkan pemerintahan diatasnya.
Fokus saja benahi kebijakan pembangunan sesuai urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Halmahera tengah.
Diujung pemerintahan Edi Langkara, saya berharap edi langkara segera mendata Kembali, bahkan jika perlu terbitkan Peraturan Bupati yang memberikan sangsi (Punishment) kepada kepala Desa, camat, kadis Pendidikan jika ditemukan anak usia sekolah tidak bersekolah, sebaliknya memberikan penghargaan (reward) kepada desa dan camat yang anak bersekolah baik pada jenjang Pendidikan SD, SMP dan SMA. Untuk memastikan setiap anak usia sekolah wajib Kembali ke sekolah.
Lakukankanlah pembinaan pada kelompok usia diatas 20 tahun yang berpendidikan dibawah SMA, melalui inisiasi Pendidikan komunitas berbasis keahlian agar mereka memiliki kompetensi sesuai bidang peminatan yang dapat bekerja sama dengan BLK Kemenaker.
Mengerakan pembangunan seseungguhnya pada manusia bukan pada laju pertumbuhan investasi, bukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, bukan pembangunan GOR yang megah, bukan jalan yg hotmix, tapi pada pembangunan manusia yang menjadi modal pembangunan bagi perubahan.
Fakta yang dihadapi saat ini, investasi yang tinggi tapi Halteng penyumbang kemiskinan yang tinggi, maka berbenahlah merubah struktur kebijakan yang menyentuh pada pembangunan manusia seutuhnya di Halteng untuk Indonesia.(***)