Sekecil dan sesederhana apapun sebuah peristiwa yang terlintas di depan kita,selalu saja ada “pesan” yang semestinya menjadi ibrah dan “madrasah kehidupan”.
Dalam hidup dan kehidupan,sering kita mengamati bahkan mengalami perbuatan dholim,baik itu dari hubungan antar pribadi ataupun di tempat kita bekerja.dan perlakuan itu bisa datang orang lain,atasan tempat kerja,kerabat dekat atau bahkan di keluarga sendiri.ini perlakuan yang umum kita dengar dari tuturan teman,mengamatinya sendiri atau bahkan kita lah pelaku yang di dholimi itu.
Perbuatan Dholim secara sederhana dapat di defenisikan sebagai tindakan menganiaya,tidak menunaikan hak-hak seseorang atau bisa di sebut sebagai tindakan tidak berlaku adil sebagai lawan dari perlakuan yang adil.
Dari aspek objek yang di tuju dari perbuatan dholim itu sendiri,di bedakan atas dholim terhadap Allah SWT.,dholim kepada sesama manusia dan dholim kepada diri sendiri.karena akibat yang tegas dari perbuatan dholim itu kemudian berefek pada pelanggaran terhadap hak-hak orang lain bahkan menginjak-injak harkat dan martabatnya sebagai manusia yang berimplikasi mempengaruhi hubungan-hubungan sosial dalam kehidupan maka yang di urai dalam refleksi singkat ini adalah berlaku dholim terhadap sesama manusia.
Apa itu perlakuan yang dholim terhadap sesama manusia dan mengapa perlakuan itu sangat tegas di larang agama?
Berlaku dholim kepada sesama manusia sama artinya melucuti hak-haknya sebagai makhluk Tuhan yang di nisbatkan kepadanya untuk mendapatkan perlakuan yang adil dalam perkara tertentu.melanggarnya sama artinya kita tidak rela hak dari Tuhan itu di nisbatkan kepadanya.Manusia adalah makhluk Tuhan yang punya harkat,derajat,martabat dan harga diri,yang dengan itulah,membedakannya dengan makhluk Tuhan yang lain.dan dengan potensi itu pula,manusia di lekatkan predikat “khalifah” untuk memimpin bagi dalam rangka memakmurkan kehidupan ini.setiap kita adalah khalifah.dan ketika peran kita makin besar bersinggungan langsung dengan hak dan kewajiban orang lain maka peran khalifah kita pun makin membesar dan makin menentukan kemaslahatan kehidupan.
Prilaku mendholimi diri sendiri relatif memiliki akibat atau berefek “pribadi”.begitu juga prilaku mendholimi Tuhannya memiliki akibat yang jarang terlihat tegas dan kasat mata.pembalasan atasnya lebih pada keyakinan akan hari pembalasan kelak.tetapi berlaku dholim terhadap sesama manusia memiliki akibat yang tegas terlihat dalam bentuk orang merasa teraniaya dan rendahkan martabat kemanusiaannya.dalam bentuk selanjutnya,bisa jadi memutuskan sumber daya yang di aksesnya, hak-haknya (rejeki) yang mestinya diterima dan bahkan lebih ekstrim bisa membuat orang menjadi miskin dan berpotensi menjadi kufur.Rasulullah SAW.bersabda : “Barangsiapa berbuat dholim kepada saudaranya,baik terhadap kehormatannya maupun sesuatu yang lainnya,maka mintalah kehalalannya darinya hari ini juga sebelum dinar dan dirham tidak lagi ada.Jika ia punya amal sholeh,maka amalannya itu akan di ambil sesuai dengan kadar kedholiman yang di lakukannya.Dan jiak ia tidak punya kebaikan,maka keburukan orang yang ia dholimi itu di bebankan kepadanya.” (HR.Bukhari).
Secara eksplisit maupun implisit,hadits ini menggambarkan secara jelas prilaku dholim terhadap sesama manusia itu sebagai sebuah bentuk prilaku yang memiliki “daya rusak” yang besar sehingga dengannya di bebankan balasan sebagai “konpensasi” atasnya yang teramat besar.
Dalam khaitan dengan lembaga maka konteks kepemimpinan bersifat publik saat ini banyak menyajikan fakta di mana praktek saling mendholimi adalah pamandangan yang nyaris terlihat biasa.kepemimpinan di maksud bisa menunjuk kepala daerah,usaha profit dan lain-lain.kewenangan yang terlegitimasi dari kekuasan yang di dapat karena jabatan dan lain-lain,sering menjadi “senjata pemusnah” menghabisi lawan-lawan politik,para pesaing usaha dan lain-lain dengan cara yang jauh dan mengoyak rasa keadilan publik.ironisnya,pemandangan itu di anggap hal biasa dan lumrah terjadi dan orang sepertinya merasa ada kepuasan bathin tertentu jika telah bisa mendholimi orang lain,sebuah hal yang benar-benar tragis.padahal,pemimpin,apapun levelnya,di nisbatkan kepadanya “syarat” yang paling berat dan beresiko : berlaku adil.banyak pesan-pesan Tuhan dalam kitab suci banyak agama yang mengaitkan kepemimpinan itu dengan kemampuan berlaku adil.mengutip seorang cendekiawan muslim hebat,(alm.) Nurcholish Madjid dalam tulisan saya di rubrik mimbar jum’at media ini berjudul “Keadilan Pemimpin” (Malut Pos,18/12/2020) :
Dari sudut pandang kosmologis Al-Qur’an,konsep tentang keadilan (adl’) yang secara etimologis berarti “tengah” atau “seimbang”,terkait dengan pandangan tentang hukum keseimbangan (mi’zan) yang menguasai jagat raya di sertai pesan agar kita tidak melanggar hukum keseimbangan itu.(lihat QS.55 : 7-9).jadi melanggar keadilan yaitu perbuatan dholim adalah sebuah dosa kosmis (melanggar aturan jagat raya atau alam semesta),sebuah dosa yang amat besar dan bukan sekedar dosa pribadi.karena itu,ancaman Allah SWT.untuk menghancurkan suatu negara,bangsa,masyarakat,umat dan lain-lain,di sangkutkan dengan kedholiman sosial.bahkan lanjut beliau,masyarakat yang tidak menegakan keadilan akan di hancurkan oleh Allah SWT.tanpa peduli masyarakat itu secara formal mengaku menganut agama yang benar atau tidak.(lihat QS.17:16 dan 47:38).
Demikian tanggungjawab dan ancaman Allah SWT.atas resiko amanah kepemimpin publik yang dholim begitu besar dan mengerikan.
Dalam “konteks” yang lain,meski tidak “tegas” membuktikan akibat atau resiko buruk yang di tanggung atas prilaku sebuah kepemimpinan publik karena berada di wilayah keyakinan agama,jagat media sosial kita pernah di hebohkan dengan spekulasi “hasil” mubahallah seorang pemuka agama terkenal terhadap perlakuan yang di anggap tidak adil terhadap umat dari aspek perlakuan bahkan penegakan hukum yang setimpal menurut hukum positif yang berlaku di negara ini.ini sengaja di sebut hanya sekedar sebagai gambar betapa resiko yang di terima oleh setiap orang akibat perlakuan dholim itu begitu “struktural” mengancam segala sisi kehidupannya,yang dhohir maupun bathin.dan akibat yang bakal di terima oleh sebuah kepemimpinan yang dholim,mempunyai daya rusak yang struktural juga yang bakal di rasakan secara luas dirinya dan objek yang di pimpinnya.sejarah sudah banyak bertutur untuk jadi pelajaran hari ini plus banyak fakta yang tersaji di depan mata kita betapa akhir sebuah kekuasaan yang “mendholimi” selalu tak jauh dan jelas terlihat “balasan”nya.wallahua’lam.
Setiap kita pernah punya masalah merasa di dholimi,di manapun kita berada : di lingkungan keluarga,tetangga,kerabat bahkan di tempat kita bekerja mengais rejeki buat menghidupi keluarga.sejarah telah banyak bertutur dan fakta empirik begitu banyak tersaji di depan kelopak mata kita betapa akhir sebuah kekuasaan dan kepemimpinan yang tidak berlaku adil,tak selamanya baik.pelajaran dan ibrah itu,selamanya mendahului peristiwa.dan pelajaran itu bisa baik baik,bisa juga tidak.Tuhan selalu punya caranya sendiri.wallahua’lam.semoga Allah SWT.melindungi kita sekalian.aamiin.
Tidore,22 februari 2023.