Diundang MPR RI dan MK, DR. Abd. Azis Hakim SH, MH, Presentasikan Problem Impeachment Presiden dan Sengketa Pilkada
PIKIRAN UMMAT-JAKARTA||Dr. Abdul Aziz Hakim, SH, MH kembali diundang dalam kapasitas sebagai pakar hukum tata negara. Kali ini yang mengundang adalah dua lembaga negara yaitu MPR RI dan MK RI untuk menjadi salah satu narasumber dalam agenda FGD yang diselenggarakan di Jember Jawa Timur. Ada dua persoalan krusial yang menjadi isu sentral dalam forum nasional ini yang diangkat kembali oleh akdemisi FH UMMU Ternate ini. Pertama soal isu seputar kejanggalan impeachment presiden maupun kepala daerah paca penerapan demokrasi langsung dalam UUD 1945. Dan yang kedua soal sengketa Pilkada. Akademisi FH UMMU ini mengatakan bahwa sistem impeachment presiden dan kepala daerah itu harus mengikuti konstruksi teori pemilihan langsung yang marupakan manifestasi dari teori demokrasi. Kan idealnya jika presiden dan kepala daerah dipilih rakyat maka harusnya rakyat juga diberi ruang untuk berhentikan. Kalau konsep impeachment presiden pada Pasal 7A dan 7B itu menggunakan mekanisme pemilihan tidak langsung. Maka bagi saya dalam konteks konsepsional dan filosofi tentu menabrak teori. Harusnya konsep impeachment presiden dan kepala daerah harus searah dengan pemberlakuan sistem impeachment juga, tutunya dalam forum nasional ini. Problem ini saya sudah kaji sewaktu menempuh jenjang kuliah di Pasca Sarjana, tetapi baru kali ini saya kembali mencoba untuk mempresentasikan dalam forum yang saya kira representatif karena dihadiri para pakar HTN/HAN se Indonesia ini. Disamping itu menurutnya bahwa dengan ada sistem impeacment presiden seperti ini sesungguhnya secara tidak langsung konstitusi kita masih mengakui eksistensi MPR RI sebagai lembaga yang punya posisi istimewa walaupun hanya disebutkan sebagai lembaga tinggi dalam struktur kelembagaan negara. Alasan saya sederhana karena secara konstitusional MPR RI punya kewenangan memberhentikan presiden. Itu implisitnya. Dari konteks ini juga kita melihat bahwa eksistensi MPR sebagai lembaga ,pemegang kedaulatan karena sebagai jelmaan dari nilai-nilai sila ke 4 Pancasila maka lembaga ini harus diberi peran yang kuat khususnya dalam menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara. Ini saya kira agenda pokok amandemen ke depan. Bagi saya konstitusi kita masih memberikan kedudukan istimewa bagi MPR RI, karena kalau kita mendalami roh konsitusi maka MPR itulah sesungguhnya pemegang mandat rakyat, ini amanah falsafah negara kita Pancasila. Sehingga menurut saya jika bangsa ini merendahkan martabat MPR maka sama halnya kita juga mendegradasi nilai-nilai Pancasila yang merupakan Volkgeist atau jiwa bangsa kita. Pancasila itu merupakan grundnorm atau norma dasar bernegara yang menjadi dasar dalam penyusunan berbagai produk perundangan-undandan, sehingga jika dalam penyusunan hukum kita tidak bisa keluar dari nilai-nilai Pancasila. Maka saya kira salah satu hal yang fundamental yang harus.menjadi PR kedepan bangsa ini adalah merawat kembali kedudukan MPR sebagai simbol representasi dari sistem kedaultan kita yang dikenal dengan demokrasi Pancasila. Disisi lain Dr. Abdul Aziz Hakim, SH, MH juga menyampaikan gagasannya dalam forum FGD yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi tentang eksistensi MK dalam menyelesaikan sengketa Pilkada. Ketua APHTN/HAN Malut ini melihat ada beberapa putusan terkait PHPU ini harus dikaji kembali hubungannya dengan pelaksanaan dari sifat kewenangan MK yang final tersebut. Dalam catatan Aziz, bahwa kadang para pihak dalam suatu kasus Pilkada tidak mengakui sebuah putusan MK yang dalam amar putusan sudah memerintahkan kepada KPUD sebagai adresat untuk melakukan eksekusi terhdap putusan MK tersebut. Biasanya persoalan ini sifatnya kasuistik dan sering terjadi dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU). Sehingga terkesan, khususnya pihak pemohon memaksakan kehendak padahal secara jelas apa yang diputuskan oleh MK sudah final dan mengikat. Dua catatan ini menjadi isu sentral yang diangkat oleh Doktor jebolan Fakultas Hukum UII Yogyakarta ini dalam forum nasional yang digelar oleh MPR RI dan MK RI.(***)
Lembaga tinggi negara (MPR) saat ini hanya sebatas menjadi simbolitas untuk tidak dikatakan tidak ada sama sekali sebagai representase kedaulatan rakyat.
Saat nya keanggotaan MPR sdh hrs dipikirkan lps dri tangan parpol yg sarat kepentingan shg MPR bsa menjalankan amanat konstitusi dgn baik