ISU OTSUS DINILAI TIDAK RELEVAN LAGI.
Sementara itu Pakar hukum tata negara Dr.Abdul Aziz Hakim, SH., MH mencerna gerakan otsus sebagai hal lumrah dan positif saja dalam tataran wacana perkembangan sistem ketata negaraan.
Namun Aziz mengingatkan jangan sampai terjadi pemikiran yang mundur lagi ke belakang dalam perapektif demokratisasi.
Akademisi HTN UMMU ini mengingatkan semua pihak bahwa bangsa Indonesia sedang mencapai kemajuan demokrasi yang berarti dimana hak-hak azasi rakyat telah menemukan tempat nya secara bermartabat.
Oleh karena itu trend positif ini jangan sampai hilang dari kehidupan politik kita.
Asiz juga menegaskan bahwa terbukti dengan terbukanya Kran demokrasi pasca reformasi, partisipasi rakyat semakin terbuka dan. Hampir seluruh generasi baru bangsa bisa mengakses sumber-sumber kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi.Hal ini menurut Aziz merupakan capaian maju demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus terus dikembangkan.
Lebih jauh dan luas lagi, Sekertaris AP HTN-HAN pusat ini menjelaskan Bahwa konstitusi dasar negara kita telah menjamin seluruh rakyat memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali sehingga perlu ditumbuhkembangkan dinamika demokrasi dan iklusifitas bagi seluruh anak bangsa.Saat yang sama kata Aziz seluruh komponen harus menutup ruang ekslusivitas karena hanya akan membatasi hak-hak anak bangsa guna berpartisipasi lebih luas lagi.
Selanjutnya Aziz menjamin bahwa demokrasi bakal lebih memberikan makna kesejahteraan dan kemakmuran ketimbang sistem yang potensial membatasi partisipasi warga bangsa di berbagai bidang termasuk politik hukum dan pemerintahan.
Kembali Mukhtar Adam mengharapkan semua komponen untuk memulai sebuah keistimewaan Moloku Kie Raha yang menghargai kearifan loka Moloku Kie Raha.
“Mari kita memulai sebuah keistimewaan Moloku Kie Raha, dengan membangun model pemerintahan yang menghargai para Sangaji, para soa, menumbuhkan tradisi, dan budaya leluhur yg berorentasi pada mengembalikan nilai2 budaya, dengan membentuk kecamatan yg di pimpin Sangadji, kepala desa yg di rubah dengan Gam, di pimpin om Pala, yg didasari pada garis budaya sehingga sudahi model demokrasi pemilihan kepala desa yang berpotensi merusak pranata sosial desa, dari cara paham demokrasi yg memporak porandakan nilai babari.
Disaat yang sama nilai2 budaya berkonstribusi pada wisata, menarik wisatawan masuk ke Malut karena memiliki ciri dan budaya yang kaya dengan keragaman bahasa, tradisi dll tapi menyatu dalam rumah Moloku Kie Raha, sebagai bentuk dari etos Babari membangun bangsa dan negara.” Ajaknya.
Mukhtar pula mengajak semua komponen Jangan dulu membahas daerah istimewa atau otonomi khusus jika kita belum memulai membangun nilai-nilai tradisi yg menciptakan kekhususan model otonomi, atau atas tradisi dan budaya yang menciptakan Magnit bagi gerakan sosial kebangsaan yang terintegrasi sebagai keistimewaan Moloku Kie Raha yang menghargai dan menghormati keberagaman sebagai modal sosial berbangsa bernegera” pinta Mukhtar Adam(***)