Penghujung bulan September yang baru saja berlalu, Maluku utara kedatangan tamu istimewa.
Tamu kepala Negara RI, Presiden Joko Widodo.
Ini kunjungan yang ke empat kali sejak Gubernur H.Gani Kasuba memimpin Provinsi Mauku utara dua periode tepatnya di tahun ke tujuh.
Istimewa ! Itu kata apresiasi yang tak bisa Kita nafikan begitu saja karena kepentingan.
Sebab kunjungan Presiden ke provinsi Maluku utara memang barang langka.Era sebelumnya, sekali kunjungan dalam hitungan puluhan tahun saja kita menyambut gembira dan bangga.
Apresiasi buat Gubernur kita H.Gani Kasuba.Suka tidak suka, kedatangan tamu istimewa memang terkait erat dengan peran tuan rumah.Itu wisdom ketimuran walhusus Maluku utara yang kental dengan nilai adat se atoran.
Seirama, konon sang Kiyai memang akrab dengan orang nomor satu RI ini.Itu tak biasa dan jadi luar biasa.
Sapaan akrab AGK ini memang diluar ekspektasi ilmu pemerintahan dan politik yang diajarkan di kampus.
Orang mengenal AGK Gubernur kurang mampu dan sebagainya tetapi terbukti dia mampu melampaui semua akspektasi ilomoah sekalipun.
Mendatangkan dan atau dikunjungi Presiden sampai empat kali dalam dua periode kepemimpinan bukan barang gampang.
Loby AGK harus Kita akui clas tinggi melebihi mereka yang dikenal cerdas sekalipun.
Entah ilmu apa yang dia gunakan tetapi endingnya dia luar biasa.
Mengapa Gubernur AGK demikian ? Tersurat dia akrab dengan kata cinta dan hati,dua hal inilah yang kerap dikedepankan dan yang namanya urusan cinta dan hati dahsyat nya seng ada lawan.
Meminjam pameo “kalau cinta sudah bersemi, tai gigi pun terasa coklat.
Oportunity.
Kedekatan AGK dengan Jokowi dan berbuah Empat kali kunjungan Kepala Negara tak mungkin tanpa makna bagi Maluku utara.
Kita bisa mencatat beberapa momentum yang lahir dari relasi frendly AGK-Jokowi.
Pertama dan yang umum adalah perhatian Presiden kepada Maluku utara terutama terkait soal Ibu Kota Sofifi dan pembangunan infrastruktur Maluku utara.
Dari sinilah embrio dari beberapa kebijakan strategis nasional lahir untuk Malut.
Kita tentu masih ingat hasil loby hight class AGK jugalah mematik hati Presiden Jokowi untuk membahas status Ibu kota Sofifi.
Presiden awalnya membuka pintu lebar-lebar DOB Sofifi agar Ibukota provinsi Maluku utara ini bisa mandiri guna mengurus pemerintahan provinsi.
Mentok !Dimana ?Konon Upaya ini gagal karena tidak mendapat rekomendasi pelepasan wilayah kota induk yang kabarnya masih risau dengan hilangnya potensi pendapatan sampai Rp.150 milyar per tahunya.Tentu kita pun harap maklum atas sikap Tikep karena angka sedemikian memang cukup besar dengan ukuran APBD yang hanya berkisar 700-800 milyar per tahunya.Soal lain tak kalah sekai yakni ketakutan kehilangan wilayah adat kesultanan.Soal yang sensitif bagi pemerintah.
Berbekal kedekatan persahabatan dua pemimpin, Presiden kemudian mencari jalan lain yakni PP Kawasan khusus ibukota.Mendagri Tito Carnavian mengeksekusi konsep Presiden ini dan hampir jadi.Tapi kembali mentok !Apa masalahnya ?Masih soal komitmen political Will pemangku kepentingan lokal.Siapa ? Yang jelas bukan Gubernur karena AGK jualah yang meloby soal ini.
Sampai pada titik itu, Presiden dan Gubernur AGK nampak kehilangan akal dan membiarkan DOB Sofifi yang sudah diamanatkan konstitusi itu teronggok dalam lamunan rakyat malut walhusus warga Oba dan Sofifi.
Terakhir Presiden melalui skema percepatan infrastruktur .Basis logika skema ini seperti dianut Walikota Tikep Capt.Ali Ibrahim agar Sofifi idealnya di bangun guna mensejahterakan masyarakat Oba-Sofifi terlebih dahulu kemudian mekar sebagai DOB Sofifi.
Logika yang rasanya terbalik jika kita memakai logika Bung Karno saat debat apakah menunggu segala tetek bengek kesiapan dahulu baru proklamasi Medeka atau Medeka dahulu baru membangun.
Bagi Bung Karno jika kita menunggu segala kesiapan tetek bengek siap dahulu baru merdeka maka percayalah Indonesia tak kunjung Merdeka !
Bertaut pula kebijakan moratorium pemekaran maka klop lah DOB Sofifi kian imajiner seperti ada dan tiada, ada dalam UU nomor 46 tahun 1999 yang telah diubah dalam UU nomor 6 tahun 2009 tetapi tak bisa mekar.
Kesimpulan.
Kedekatan Gubernur AGK dengan Presiden Jokowi melahirkan oportunity yang besar bahkan monumental.
Andai saja bisa kita manfaatkan peluang itu, setumpuk keresahan Maluku utara bakal terjawab.
Sayangnya kita memang tidak siap baik secara hati dan pikiran.
Jika kita cerdas, perhatian kepala negara mestinya bisa kita kapitalisasi.Meminjam pameo orang Batak “jadilah itu barang”.(***)