Anies unstoptable. Inilah yang kira-kira sedang dan akan terjadi. Upaya jegal Anies dengan kasus hukum, sabotase tiket parpol dan masifnya serangan buzzer sepertinya tidak cukup berhasil untuk menghentikan Anies. Tiga partai yaitu Nasdem, PKS dan Demokrat hanya menunggu waktu untuk deklarasi. Tidak menutup kemungkinan akan disusul PPP dan PAN. Golkar juga akan bersikap realistis ketika elektabilitas Anies terus naik.
Pilihan rasional parpol adalah mengusung yang berpeluang menang. Peluang Anies untuk menang paling besar. Sebagaimana diprediksi jauh-jauh hari oleh sejumlah pengamat dan pensurvei bahwa Anies paling banyak variabelnya untuk menang. Prediksi yang sama juga datang dari rival Anies.
Survei Voxpol Center Research and Consulting terakhir menampatkan elektabilitas Anies di atas kandidat-kandidat yang lain. Anies unggul dibanding Prabowo dan Ganjar. Hasil survei Voxpol ini tidak terlalu mengagetkan, karena dari semula sudah bisa diprediksi. Begitu juga hasil survei CSIS yang menempatkan Anies sebagai “The Winner” ketika head to head dengan kandidat manapun.
Sesungguhnya, tingginya elektabilitas Anies atas kedua pesaingnya itu sudah bisa ditebak sejak Prabowo atau Ganjar unggul beberapa bulan lalu. Kalau kita biasa secara cermat mengidentifikasi variabel politik, hal ini mudah untuk dijelaskan.
Kedepan, elektabilitas Anies akan secara bertahap meninggalkan Prabowo dan juga Ganjar di belakang. Semakin lama akan semakin jauh. Hal ini berkenaan dengan psikologi pemilih terhadap Prabowo yang sudah kalah dalam tiga kali capres. Masuknya Prabowo ke kubu istana telah mengurangi jumlah secara signifikan dukungan kepadanya.
Elektabilitas Ganjar sendiri bubble. Elektabilitasnya seperti gelembung. Ini karena bukan Ganjar yang membuat elektabilitasnya naik, akan tetapi lebih karena faktor kerja-kerja di luar Ganjar yang menjadi penopangnya. Bahasa vulgarnya, ada “siluman politik” yang bekerja secara terstruktur untuk Ganjar. Ganjar ditopang oleh kekuatan logiatik yang sangat kuat. Ini yang juga pernah disindir oleh kader PDIP lainnya.
Karena elektabilitas yang tidak original, ini akan jadi bubble, alias gampang kempes. Tidak akan mampu bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama. Secara konsisten saya sudah tulis ini beberapa kali dan sejak lama. Ini mungkin baru akan dipahami publik setelah pemilu 2024 usai.
Berbeda dengan Anies, elektabilitasnya bersumber dari diri Anies sendiri. Anies punya modal pada dirinya yaitu rekam jejaknya yang baik, diantaranya integritas, hasil kerja dan berbagai peran yang mencatat histori Anies di masa lalu. Disamping juga kemampuan bernarasi dan mengurai gagasan baru Anies yang di atas rata-rata. Inilah diantaranya yang menciptakan gelombang dukungan yang semakin besar terhadap Anies.
Segala upaya untuk mendelegitimasi integritas dan hasil kerja Anies ternyata tidak mampu menjegal dukungan dan laju elektabilitas Anies. Justru sebaliknya, mesin politik relawan Anies bekerja semakin kencang ketika Anies mendapatkan serangan.
Anies muncul pada saat yang tepat. Orangnya tepat, waktunya juga tepat. Kalau orangnya tepat di waktu yang salah, ini tidak memenuhi syarat untuk menang. Begitu juga, waktunya tepat tapi orangnya tidak tepat, ini juga akan sulit untuk mwngalahkan lawan. Anies memenuhi dua syarat itu. Anies memiliki kualifikasi dan hadir di saat yang tepat.
Jika ingin ikut berperan di dalam mengelola negara tahun 2024, pilihannya adalah mendukung dan mengusung Anies. Ini tidak berlebihan ketika kita cermat membaca variabel sebagai bagian dari sunnatullah. Tetap ada pilihan sebagai oposisi jika tidak ikut beramai-ramai mengusung Anies.
Tangsel, 19/11/2022