Kesultanan Ternate Gelar Pertemuan Lintas Kesultanan Dengan LP2D
Bahas Eksistensi Masyarakat Adat Berdasarkan Amanat Konstitusi, Hasilkan 8 Poin Kesimpulan.
PIKIRAN UMMAT.Com—Ternate||Kesultanan Ternate melalu Bobato menggelar pertemuan 4(empat)Kesultanan Moloku Kie Raha bersama LP2D, Kamis 2 Februari 2023 di Pandopo Keraton Kesultanan Ternate.Maksud pertemuan tersebut dalam rangka pembahasan kemaslahatan alam dan masyarakat di wilayah pertambangan di Moloku Kie Raha.
Berkesempatan hadir dalam pertemuan tersebut, antara lain :
Kesultanan Kesultanan Ternate :
1. Irwan Gani = Tulilamo
2. Adam Rahman = Jo Hukum Sangaji
3. Ridwan Idris = Kiemalaha Tamadi
4. Umar Abdullah = Sangaji Tafamutu
5. M. Sahil = Sangaji Tafaga
Bobato Kesultanan Jailolo:
1. Rahmadin Alham Gafur = Jogugi Jailolo
2. Adam Dano Bega = Tulilamo
3. Munawir Muhidin = Sangaji Jailolo
4. Rudi Jiko = Kiemalaha
Sedangkan Bobato Kesultanan Tidore sampai pertemuan selesai, tidak mengirimkan wakilnya dalam pertemuan tersebut.
Pertemuan 4 Bobato Kesultanan di Moloku Kie Raha, mengundang juga Lembaga Penelitian Pembangunan Daerah (LP2D) Maluku Utara, yang dihadiri oleh :
1. Dr. Mukhtar A. Adam,
2. Dr. Rahmat Sabuhari
3. Fajri Sidiq, SE. M.Sc
4. Asrudin Hormati, SE. M.Si Ak.
5. Gregerius J. Andre, SE. M.Si. Ak.
Menurut Bobato Kesultanan Ternate, Undang-undang Dasar 1945 telah menegaskan keberadaan masyarakat hukum adat dimana Dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 sebagai hasil amandemen kedua menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
Amanat UUD 1945 ini kemudian diatur dalam undang-undang. Ketentuan Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 diperkuat dengan ketentuan pasal 281 ayat (3) UUD 1945 bahwa identitas budaya dan masyarakat tradisional dihormati sepanjang selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
Selain UUD 1945, beberapa Undang-undang sektoral juga memberikan jaminan hak-hak masyarakat hukum adat, antara lain:
1. UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA);
2. UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan;
3. UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;
4. UU Nomor 32Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
5. UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa;
6. UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;
7. UU Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.
Sementara itu, diungkapkan bahwa dalam berbagai Undang-undang sectoral pengakuan terhadap kedudukan dan eksistensi masyarakat adat dan perangkat adat dalam wilayah kesatuan NKRI namun belum mendapat kedudukan yang layak dalam masyarakat dan pemerintahan.
Problem mendasar dari pengelolaan masyarakat adat yang terimplementasi dalam Kesultanan di wilayah Maluku Utara adalam sumber-sumber pembiayaan kesultanan sebagai instrument penyelenggaraan adat, budaya dan tradisi yang menjamin kelangsungan adat di wilayah Maluku Utara selama ini tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
Untuk menjamin kelangsung Kesultanan dan masyarakat adat, maka dibutuhkan rumusan kebijakan pembangunan yang dapat memberi ruang fiscal bagi kesultanan sebagai sumber pendapatan kesultanan dalam membiayai dan memelihara tradisi, budaya dan adat istiadat masyarakat Moloku Kie Raha, karena itu hasil diskusi (Sidego) para pemangku adat di 3 kesultanan menyimpukan beberapa permasalahan antara lain :
1. Pertumbuhan Ekonomi Maluku Utara yang tertinggi di Indonesia, yang disumbangkan oleh sector pertambangan, menjadi momentum untuk menumbuhkan ekonomi bala (masyarakat) sehingga efek pertumbuhan ekonomi dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
2. Bala (Masyarakat Adat) perlu menumbuhkan usaha kecil dan menengah yang bekerjasama dengan industry pertambangan untuk memberikan efek bagi kegiatan ekonomi UMKM dan masyarakat di wilayah Maluku Utara.
3. Kesultanan menyadari bahwa investasi tambang sangat berpotensi merusak lingkungan baik pada lingungan alam, masyarakat dan adat istiadat masyarakat Maluku Utara, karena itu dibutuhkan kesadaran kolektif agar secara bersama-sama menjaga keberlangsungan alam Maluku Utara bagi anak cucu kedepan
4. Kesultanan sebagai institusi adat, yang dijamin dengan undang-undang perlu diberikan jaminan pendapatan kesultanan yang dapat membiaya penyelenggaraan budaya, tradisi dan adat istiadat untuk keberlangsungan adat dan budaya di Moloku Kie Raha.
5. Untuk menjamin sumber pendapatan kesultanan dengan merujuk pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) dan UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, maka diperlukan bagi hasil atas pengelolaan Sumberdaya alam di sector pertambangan yang bersumber dari :
1. Iuran tetap, bagi pemegang IUP, dialokasikan sebesar 2%, yang dibagikan ke 4 Kesultanan di Maluku Utara
2. Iuran Produksi (Royalti), bagi pemegang IUP yang mengeksploitasi sumberdaya alam pertambangan, sebesar 3% yang dibagikan ke 4 Kesultanan di Maluku Utara.
3. Iuran Produksi (Royalti), bagi pemegang IUP yang mengeksploitasi sumberdaya alam pertambangan, dan memilki Izin industry pertambangan yang pengakuan sebagai pemilik industry, dialokasikan sebesar 5% yang dibagikan ke 4 Kesultanan di Maluku Utara.
4. Bagi Hasil atas nilai ekspor tambang sebesar 3%, yang dibagikan ke 4 Kesultanan di Maluku Utara.
6. Dalam rangka menjamin akuntabilitas pengelolaan sumber pendapatan dan belanja kesultanan, maka Pihak Kesultanan yang didukung LP2D, akan merumuskan Rancangan Peraturan Presiden, sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan Bagi Hasil Sumberdaya Alama bagi Kesultanan di 4 Kesulatan di wilayah Maluku Utara.
7. Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten/Kota se Maluku Utara, agar memperhatikan para Abdi Kesultanan dan pengelola di 4 Kesultanan, diberikan status yang layak dengan mempertimbangkan kesejahteraan para pengelola kesultanan melalui pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (disingkat PPPK), yang ditempatkan di Kesultanan, yang diikuti dengan Penetapan Peraturan daerah.
8. Para Bobato Kesultanan bersama-sama LP2D akan merumuskan Rancangan Peraturan Daerah, terkait pengelolaan Kesultanan di 4 Daerah, sebagai Dasar Hukum Pengelolaan, yang akan disampaikan ke DPRD dan Pemerintah Daerah.(***)