oleh

Kesultanan Ternate Gelar Pertemuan Lintas Kesultanan Dengan LP2D

-HEADLINE-99 Dilihat

1. UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA);
2. UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan;
3. UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;
4. UU Nomor 32Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
5. UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa;
6. UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;
7. UU Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.

Sementara itu, diungkapkan bahwa dalam berbagai Undang-undang sectoral pengakuan terhadap kedudukan dan eksistensi masyarakat adat dan perangkat adat dalam wilayah kesatuan NKRI namun belum mendapat kedudukan yang layak dalam masyarakat dan pemerintahan.

Problem mendasar dari pengelolaan masyarakat adat yang terimplementasi dalam Kesultanan di wilayah Maluku Utara adalam sumber-sumber pembiayaan kesultanan sebagai instrument penyelenggaraan adat, budaya dan tradisi yang menjamin kelangsungan adat di wilayah Maluku Utara selama ini tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
Untuk menjamin kelangsung Kesultanan dan masyarakat adat, maka dibutuhkan rumusan kebijakan pembangunan yang dapat memberi ruang fiscal bagi kesultanan sebagai sumber pendapatan kesultanan dalam membiayai dan memelihara tradisi, budaya dan adat istiadat masyarakat Moloku Kie Raha, karena itu hasil diskusi (Sidego) para pemangku adat di 3 kesultanan menyimpukan beberapa permasalahan antara lain :
1. Pertumbuhan Ekonomi Maluku Utara yang tertinggi di Indonesia, yang disumbangkan oleh sector pertambangan, menjadi momentum untuk menumbuhkan ekonomi bala (masyarakat) sehingga efek pertumbuhan ekonomi dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
2. Bala (Masyarakat Adat) perlu menumbuhkan usaha kecil dan menengah yang bekerjasama dengan industry pertambangan untuk memberikan efek bagi kegiatan ekonomi UMKM dan masyarakat di wilayah Maluku Utara.
3. Kesultanan menyadari bahwa investasi tambang sangat berpotensi merusak lingkungan baik pada lingungan alam, masyarakat dan adat istiadat masyarakat Maluku Utara, karena itu dibutuhkan kesadaran kolektif agar secara bersama-sama menjaga keberlangsungan alam Maluku Utara bagi anak cucu kedepan
4. Kesultanan sebagai institusi adat, yang dijamin dengan undang-undang perlu diberikan jaminan pendapatan kesultanan yang dapat membiaya penyelenggaraan budaya, tradisi dan adat istiadat untuk keberlangsungan adat dan budaya di Moloku Kie Raha.
5. Untuk menjamin sumber pendapatan kesultanan dengan merujuk pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) dan UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, maka diperlukan bagi hasil atas pengelolaan Sumberdaya alam di sector pertambangan yang bersumber dari :
1. Iuran tetap, bagi pemegang IUP, dialokasikan sebesar 2%, yang dibagikan ke 4 Kesultanan di Maluku Utara
2. Iuran Produksi (Royalti), bagi pemegang IUP yang mengeksploitasi sumberdaya alam pertambangan, sebesar 3% yang dibagikan ke 4 Kesultanan di Maluku Utara.
3. Iuran Produksi (Royalti), bagi pemegang IUP yang mengeksploitasi sumberdaya alam pertambangan, dan memilki Izin industry pertambangan yang pengakuan sebagai pemilik industry, dialokasikan sebesar 5% yang dibagikan ke 4 Kesultanan di Maluku Utara.
4. Bagi Hasil atas nilai ekspor tambang sebesar 3%, yang dibagikan ke 4 Kesultanan di Maluku Utara.

Baca Juga  Gugatan Perdata Dikabulkan PN Ternate, Pemprov Malut Wajib Bayar Hutang Sebesar Rp. 2,8 Miliar Kepada Kristian Wuisan.

6. Dalam rangka menjamin akuntabilitas pengelolaan sumber pendapatan dan belanja kesultanan, maka Pihak Kesultanan yang didukung LP2D, akan merumuskan Rancangan Peraturan Presiden, sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan Bagi Hasil Sumberdaya Alama bagi Kesultanan di 4 Kesulatan di wilayah Maluku Utara.
7. Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten/Kota se Maluku Utara, agar memperhatikan para Abdi Kesultanan dan pengelola di 4 Kesultanan, diberikan status yang layak dengan mempertimbangkan kesejahteraan para pengelola kesultanan melalui pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (disingkat PPPK), yang ditempatkan di Kesultanan, yang diikuti dengan Penetapan Peraturan daerah.
8. Para Bobato Kesultanan bersama-sama LP2D akan merumuskan Rancangan Peraturan Daerah, terkait pengelolaan Kesultanan di 4 Daerah, sebagai Dasar Hukum Pengelolaan, yang akan disampaikan ke DPRD dan Pemerintah Daerah.(***)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *