oleh

KHIANAT

-OPINI-2 Dilihat

Anies taat pada janjinya, tapi Prabowo justru membujuk mantan Gubernur DKI Jakarta untuk mencampakkan perjanjian itu untuk menjadikannya cawapres dalam pilpres 2019. Sandiaga Uno juga menandatangani perjanjian dengan Anies dan Prabowo bahwa dia akan bertugas di Jakarta mendampingi Anies sampai masa baktinya selesai pada 2022.

Nyatanya, dia dan Prabowo sendiri membuang perjanjian itu ketika dia menerima pinangan menjadi cawapres Prabowo pada pilpres 2019, sekaligus meninggalkan Anies. Tak sampai di situ. Kini Sandi tak menyembunyikan ambisinya untuk berada di puncak kekuasaan sebagai capres atau cawapres melawan Prabowo bila ada parpol yang mengusungnya. Kekuasaan memang nikmat, nyaris sama dengan kenikmatan yang ada di surga.

Yang tak diduga-duga, Sandi melangkah lebih jauh, bahkan terlalu jauh, dengan mengumumkan Anies berutang padanya sampai Rp 50 miliar. Utang untuk membiayai pilgub 2017 di mana Anies dan Sandi adalah pasangan cagub-cawagub. Sebagaimana biasa, Anies tak menggubris omong kosong ini.

Tapi melalui orang-orang yang menghubunginya untuk menanyakan kebenaran isu ini, Anies mengaku perjanjian utang-piutang dengan Sandi memang ada. Tapi klausul perjanjian dengan tegas dan jelas menyatakan, piutang Anies akan dibayar bila keduanya kalah dalam pilgub. Bila menang, utang-piutang ini dinyatakan selesai.

Baca Juga  Mampukah Konsolidasi 11 Tokoh Gagalkan PIK-2?

Simpatisan Anies mengkonter dan mengecam Sandi, yang berkat kemenangannya bersama Anies, ia menjadi politisi yang populer. Menyadari populeritasnya bisa merosot dalam konteks politik elektoral — bila ia menudutkan Anies dengan fitnah — Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini menyatakan dia tak mau memperpanjang masalah ini. Setelah shalat istikharah, katanya, ia mengikhlaskan piutang Anies itu. Sungguh Sandi arogan. Dengan menyatakan demikian, sebenarnya ia merendahkan Anies dan mencoba mempertahankan citranya sebagai hartawan yang dermawan dan tulus.

Tapi Sandi keliru. Rasanya Anies dan simpatisannya tak akan menerima testimoninya. Mereka mendesak dia untuk membuka ke publik isi perjanjian itu. Juga isu tentang perjanjian Anies-Prabowo. Walakin, harapan publik akan sia-sia karena kedua tokoh tak akan membukanya, yang akan menjadi bumerang bagi mereka. Bukan tidak mungkin, apa yang diklaim Sandi itu merupakan desakan dari istana.

Baca Juga  11 Tokoh Membangun Perlawanan Terhadap Oligarki

Memang rasanya tidak mungkin Anies berjanji pada Prabowo untuk tidak ikut pilpres 2024 karena perhelatan itu masih jauh, sementara di pilgub pun Anies-Sandi belum tentu menang. Lagi pula, Anies bukan ketua parpol yang bisa mencapreskan dirinya sendiri. Anies akan terlihat jumawa dan irasional bila pada 2016 berjanji tak ikut pilpres delapan tahun lagi. Diamnya Prabowo dalam hal ini menunjukkan perjanjian semacam itu memang tidak ada.

“Keikhlasan” Sandi merelakan Rp 50 miliar juga tidak masuk akal. Sandi adalah seorang pengusaha, yang biasanya melihat pertemanan sebagai hubungan transaksional. Kalau memang perjanjian Anies-Sandi dan Anies-Prabowo memang seperti yang mereka klaim, haqul yakin mereka akan buka ke publik karena inilah instrumen politik paling efektif untuk melakukan pembunuhan karakter Anies di mana, dalam konteks pilpres, Anies berada di kubu seberang. Bukankah dalam pandangan mereka politik itu kotor? Terlebih bos mereka, Jokowi, pasti senang dengan isu yang menghantam Anies ini.

Baca Juga  Bahlil “BL” Lahadalia dan Spirit Demokratisasi di Partai Golkar Maluku Utara

Memang munculnya isu ini saat ini, bukannya sejak dulu, tak bisa dilepaskan dari konspirasi besar yang diorkestrasi tangan-tangan yang powerful untuk menyingkirkan Anies dari arena atau mengalahkannya dalam pilpres. Kendati belum resmi, Nasdem, PKS, dan Demokrat telah menyatakan tekad mereka mengusung Anies. Dan ekektabilitas tokoh ini meningkat dari hari ke hari.

Mengingat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kemungkinan tak ikut kompetisi pilpres, maka saingan Prabowo yang sangat berat adalah Anies. Kemungkinan Ganjar tak dicapreskan berdasar dua faktor berikut. PDI-P nyaris tak akan mengusungnya karena Megawati tak menghendakinya. Kedua, belakangan ini, Jokowi memperlihatkan keberpihakannya pada Prabowo. Itu terlihat dari relawan Jokowi — yakni, Ganjar Mania — yang selama ini menyatakan dukungan pada Ganjar kini berpindah pada Prabowo. Mungkin atas dorongan Jokowi.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *