oleh

ANIES TIDAK AKAN KALAH

-OPINI-144 Dilihat

Kalau akhirnya terjadi head to head Anies-Ganjar — dengan catatan Ganjar diusung KIB — peluang Anies lebih besar karena ada kemungkinan PDI-P bersikap netral sebagaimana sikap Demokrat pada pilgub Jakarta setelah AHY-Silvy keok di putaran pertama. Megawati adalah pribadi yang keras. Kalau Prabowo dengan pasangannya kalah di putaran pertama — kemungkinan ini cukup besar — tidak masuk akal Megawati akan mendukung koalisi yang mengusung Ganjar. Wibawanya akan jatuh. Kendati politik itu cair dan kepentingan mendikte keputusan, logika ini tidak masuk dalam kamus Megawati. Banyak kasus yang menunjukkan keputusan politik Megawati irasional.

Kalau nanti PDI-P bergabung dengan KIB dengan mengsung Ganjar dan pasangannya (bisa jadi Airlangga Hartarto) — meskipun ini kecil kemungkinan — Anies tetap menang karena nilai jual Ganjar sudah merosot akibat keterlambatan dan keraguan koalisi mengusungnya. Ganjar juga bukan lawan sepadan bagi Anies dalam debat presiden. Terlalu banyak rekam jejak negatif Ganjar yang dapat dieksploitasi Anies.

Baca Juga  REVISI UU TNI BUKAN LEGITMASI DWI FUNGSI ABRI

Politik nasional masih cair. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar adalah politisi yang sangat licin. Kalau PDI-P tidak bergabung dengan koalisi Gerindra-PKB yang belum resmi, haqul yakin PKB akan meninggalkan Prabowo. Cak Imin membawa PKB bergabung dengan Gerindra hanya merupakan taktik untuk menarik parpol lain bergabung.

Bila jumlah partai tidak bertambah, terutama bila PDI-P ogah bergabung, tak ada faedahnya PKB bertahan dengan Gerindra, koalisi yang segera masuk kotak dalam putaran pertama. Akibatnya, pilpres hanya diikuti dua pasang calon karena Gerindra sendirian tak bisa mengusung calon. Muncul pertanyaan: dengan koalisi mana Gerindra akan bergabung?

Sebagai yatim piatu, Gerindra akan berhitung kubu mana yang punya kemungkinan menang lebih besar: kubu Anies (koalisi perubahan) atau kubu Ganjar (koalisi status quo)? Hasil perhitungan pragmatis akan menentukan ke koalisi mana Gerindra akan bergabung. Mudah-mudahan kali ini Prabowo yang “lugu” tidak salah bertindak.

Baca Juga  BADAI SERBIA JANGAN KE SINI

Taruhlah ia akan bergabung dengan KIB, yang sebenarnya hanya mengandalkan sebagian pemilih Golkar karena, kontras dengan pilihan ketua umum kedua partai, pemilih PAN dan PPP lari ke kubu Anies. Kalau demikian, kemungkinan hanya dua pasang calon yang bertarung: kubu Anies yang didukung Nasdem, Demokrat, PKS, PPP, PAN, dan Partai Ummat melawan kubu Ganjar dukungan PDIP, PKB, dan sebagian pendukung Golkar dan Gerindra.

Tiga pasangan mengingatkan kita pada pilpres 2009. Waktu itu Megawati-Prabowo didukung PDI-P, Gerindra, dan tujuh partai nonparlemen. Pasangan SBY-Boediono didukung Demokrat, PKS, PAN, PKB, dan PPP. Pasangan ketiga JK-Wiranto diusung Golkar dan Hanura.

Baca Juga  KPK: Kasus Hasto bukan kriminalisasi dan politisasi. KPK tidak usut Kasus Jokowi dan anak2 dan Kroninya. Apa nama?

Hasilnya, SBY-Boediono yang tak didukung PKB menang telak dalam satu putaran dengan perolehan suara 60,80 persen. Megawati-Prabowo hanya 26,79 persen. Dan JK-Wiranto 12,41 persen. Dengan demikian, PDI-P, PKB, dan Gerindra tidak menjamin kemenangan. Dus, pilpres 2024 lebih berpihak pada Anies karena ia juga dilihat sebagai mazlum sebagaimana SBY pada pilpres 2004. Artinya, upaya-upaya kentara penguasa dalan menindas Anies justru meningkatkan simpati orang padanya.

Hitungan saya, bila punya pasangan yang tepat (AHY, misalnya), maka dengan siapa pun yang jadi kompetitor Anies dan pasangannya akan memenangkan pertarungan, yang sebenarnya lebih mudah ketimbang Anies melawan Ahok 2017.

Syarat yang tak kurang penting, pasangan Anies harus secara tegas mengidentifikasi diri sebagai kubu pro-perubahan. Jangan sekali-kali mengesankan diri sebagai penerus Jokowi. Pro-prubahan-lah yang menjadi nilai jual Anies dan pasangannya. Semoga.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *