Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi tinggi, investasi asing sangat diandalkan sampai-sampai pemerintah membuat konsesi-konsesi besar bagi investor, termasuk melelang BUMN-BUMN, untuk menciptakan lapangan kerja, transfer teknologi, dan percepatan industrialisasi.
Pemertaan dikaitkan dgn pembangunan infrastruktur di mana akses ekonomi bagi rakyat makin besar dan diharapkan daya saing produk dalam negeri meningkat.
Namun, ternyata, Jokowinomics melahirkan banyak masalah. Misalnya, selain yang sudah disebutkan di atas, Jokowinomics juga melahirkan pelanggaran HAM, KKN, dan lembaga legislatif serta yudikatif telah terkooptasi oleh eksekutif yang dikendalikan oligarki. Sementara keadilan sosial tidak tercipta. Bahkan, pengangguran dan kemiskinan meluas. Yang menjadi lebih kaya justru oligarki.
Sekali lagi, Jokowinomics ini juga yang menjadi komitmen Prabowo untuk dilanjutkan. Dan hal ini cukup membuat Luhut bahagia. Kalaupun Ganjar atau bakal capres lain pendukung status quo yang nanti berkuasa, itu pun akan membuat Luhut happy karena ada jaminan keberlanjutan Jokowinomics yanh dijalankannya selama ini.
Ada dua alasan mengapa para bakal capres ini akan melanjutkan program pembangunan Jokowi. Pertama, mereka tak punya visi tentang Indonesia masa depan. Kedua, Jokowinomics — yang tak lain merupakan reinkarnasi Orba — telah menjadi berhala.
Dalam rilis hasil survey Indikator Politik Indonesia yang dilakukan pd 13-18 Maret lalu, secara mengejutkan menunjukkan kepuasaan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi mengalami peningkatan. Ada 73% responden yg menyatakan puas, sementara yang tdk puas 26%.
Yang puas beralasan Jokowi membangun infrastruktur dan “membagi-bagi” uang pada rakyat kecil. Yang tdk puas mendasarkan pada kenaikan harga bahan-bahan pokok. Sementara elektabilitas Prabowo meningkat signifikan setelah adanya endorsement dari Jokowi pada pencapresannya.
Data ini — kalau memang dapat diandalkan — menunjukkan tidak ada korelasi antara Jokowimomics dengan ekses yg ditimbulkannya dan apa yang dikesankan Jokowi kepada rakyat banyak. Toh, menurut hasil survey itu juga, rakyat menyukai Jokowi karena “kebaikan” dan “kesederhanaannya”.
Bertahannya kepuasan pada kinerja pemerintahan Jokowi — padahal banyak anomali yang merugikan rakyat, bangsa, dan negara — disumbangkan juga oleh sikap para cerdik pandai die hard Jokowi yang selalu merasionalisasi apapun kebijakannya yg, dengan begitu, menyiapkan infrastruktur politik bagi keberlangsungan berhala Jokowinomics.
Rakyat dirayu dan dihipnotis untuk menjadi pemuja Jokowinomics yang bercirikan imoralitas dan antiintelektualisme. Berani sumpah sesungguhnya tidak ada kelebihan apapun dari Jokowi dalam konteks kapasitasnya sebagai presiden.
Kalau nanti Prabowo (atau Ganjar) terpilih, maka Jokowinomics sebagai kekuatan destruktif akan terus menggelinding untuk menggilas apa saja yang ada di depannya. Luhut akan ikut serta di dalamnya sebgau cofounder Jokowinomics bersama Prabowo. Kalau demikian, reformasi 1998 menjadi hal yang sia-sia.
Nubuat bhw RI akan menjadi negara dgn besaran ekonomi terbesar ke-4 dunia pd 2045, bertepatan dengan perayaan 100 rahun RI, pun sangat mungkin cuma mimpi.
Tangsel, 27 Maret 2023.
Komentar