Basis masa adat yang besar dan luas se provinsi Maluku utara potensial bersinggungan dengan kepentingan issu politik elektoral guna meraup kekuasaan merupakan danpak konflik yang tak bisa diabaikan.Aparat hukum harus mewaspadai konflik ini agar tidak melebar membara membakar negeri.Sebab adukan konflik internal kerajaan yang luas kekuasaanya ini potensial membakar luas jika sudah di kemas dalam kepentingan politik praktis.!
PIKIRAN UMMAT.Com—Ternate||Mantan Boki Kesultanan Ternate Nita Budi Susanti berkunjung ke Ternate sontak membuat Keraton Kesultanan Ternate kembali memanas.
Prahara lama nampaknya belum juga terkubur seiring terpilihnya Hidayatullah Mudhafar Sjah sebagai Sultan Ternate.
Bara api sekam konflik internal kesultanan Ternate itu nampak tersulut kembali dengan kunjungan mantan permaisuri isteri mendiang Sultan Ternate yang telah mangkat almarhum H.Mudhafar Sjah.
Masalahnya Nita Budi Susanti dinilai datang bukan sekedar misi ziarah ke makam mendiang suaminya namun terselip misi lain yang dirasakan menggoyang tahta sultan Ternate yang sudah diduduki Hidayatullah H.Mudhafar Sjah.
Nita Budi kabarnya tidak sekedar datang tetapi terselip Missi menggelar ritual adat Sinunako Ali Muhammad Tajul Mulk Putra Mudhafar Sjah sebagai Kolano Maduro bersama adik kembarnya Satria Gajah Mada Putra Mudhafar Sjah.
Oleh pakar adat Ternate, misi Nita yang satu ini jelas dan tegas sebagai bentuk halus dari kudeta kursi Sultan Ternate di tangan Hidayatullah H.Mudhafar Sjah.
“Sinunako Kolano Maduro kan maknanya memperkenalkan putra mahkota penerus Sultan”demikian analisis narasumber of derecord ini.
Kubu Sultan merespon tegas.Lembaga kesultanan menggelar press komfrens secara tegas menolak klaim mantan Boki kesultanan Ternate itu dengan menyatakan dua putra kembar bukan keturunan biologisnya mendiang Sultan Mudhafar Sjah.
Sikap yang juga sekaligus menolak status Kolano Maduro yang diberikan mendiang Sultan Mudhafar Sjah melalui Jaib Kolano atau hak veto Sultan itu sebab penerus monarki Kesultanan ternate harus memiliki darah biru keturunan Trah kesultanan Ternate.
Putusan pengadilan telah membuktikan bahwa dua putra kembar ini di palsukan identitasnya menjadi putra mendiang Sultan Ternate.Tes DNA lebih tegas menguatkan tudingan pihak Sultan Hidayatullah .
Pihak keraton bahkan meminta aparat hukum bertindak atas klaim Nita atas dua putra kembarnya sebagai darah daging mendiang Sultan almarhum H.Mudhafar Sjah sebagai melawan putusan hukum yang Inkrah itu.
Tetapi bagi Nita Budi Susanti ini soal martabat Jaib Kolano (Hak veto) dari Sultan H.Mudhafar Sjah yang dalam konstruk hukum adat kesultanan Ternate sah dan legal.Lihat dimana Nita lebih berpegang pada hukum adat ketimbang putusan pengadilan yang dia anggap sebagai cobaan semata itu.
So ! Potensi meletusnya konflik internal kesultanan ternate tak terhindarkan.Karena basis masa adat ikut terseret dalam pusaran konflik ini.
Masing-masing memiliki kekuatan dukungan.Baik Nita dan kubu Sultan Hidayatullah memiliki basis pendukung yang tak kalah besar dan kuat.
Nita Budi Susanti selain didukung putra-putri mendiang Sultan Mudhafar Sjah dari isteri-isteri yang lain semisal Nuzuluddin Mudhafar Sjah dan Firman Mudhafar Sjah juga sebagian masyarakat adat bala kusu se kano-kano di daerah tapal kuda masa adat seperti di Dufa-Dufa dan pulau Hiri.
Sementara kubu Sultan Hidayatullah Mudhafar Sjah juga sudah tentu memiliki kekuatan dukungan yang tidak sedikit.Struktur baru Kesultanan yang telah dibentuknya seperti pengangkatan kapita-kapita di seluruh wilayah kesultanan Ternate jelas merupakan fakta dukungan yang sangat besar.
Duss !perimbangan kekuatan dukungan ini menyiratkan potensi bara konflik yang cukup besar dan panas.
Momentum Tahun Politik.
Manivest nya bara konflik internal kesultanan Ternate seiring kedatangan Nita Budi Susanti ini terjadi di momentum tahun politik kemudian menyiratkan tanya besar publik.
Kenapa dan ada apa tetiba konflik terjadi ditengah riak politik tahun jelang agenda politik akbar pemilu, Pilpres dan Pilkada serentak di tahun 2024 ?
Pertanyaan kritisnya, Mengapa Nita harus datang saat ini ditengah riak politik akbar pemilu, Pilpres dan Pilkada serentak 2024 dengan Missi yang oleh salah satu pakar of derecord media ini sebagai Missi imposible atau berbahaya itu ?
Tetapi harus kita camkan apa kata Nita bahwa dia datang hanya untuk berziarah, keyakinan yang mesti dihargai oleh siapapun termasuk negara.
Namun apapun pretensi nya, riak di Keraton tetap menarik semua kalangan.Bagi banyak kalangan, kesultanan Ternate telah mengorbit sebagai salah satu titik episentrum politik local Maluku utara karena kesultanan ini dinilai memiliki wilayah pengaruh yang sangat kuat atas kekuasaan wilayah masyarakat adat yang tersebar luas di seluruh wilayah Provinsi Maluku utara.
Olehnya pula, Kesultanan Ternate juga dinilai telah menasional sehingga kepentingan politik nasional juga bisa di beduk dari keraton Ternate.
Tanpa menuding siapapun yang terlibat menyulut konflik ini, tetapi banyak pihak yang terkoneksi dengan politik elektoral Maluku utara baik pemilu, Pilpres dan Pilkada, sadar tidak sadar terdanpak atas konflik keraton ini.
Untuk level local Kota Ternate, sedang lagi dilanda demam pilwako tahun 2024, konflik keraton ini nyaris berdanpak signifikan.Pengaruh politik elektoral keraton Ternate diakui dahsyat dan menentukan peta politik kekuasaan kota Ternate.
So!Konflik keraton bisa klimaks dan anti klimaks bagi para pemain politik pilwako.
Faktual, banyak kandidat calon walikota telah bermunculan.Konsolidasi basis mungkin saja telah mereka namun siring pecahnya konflik keraton ini bakal ada kalkulasi baru strategi pendekatan basis di lapangan.Sebab masyarakat adat khususnya telah terfragmentasi dalam kubu-kuburan secara tajam.
So !Manuver rahasia para pemain pilwako tak terelakan untuk merebut kubu mana yang mereka anggap signifikan basisnya. Inilah salah satu danpak nyata dari konflik keraton.
Di pilwako sudah muncul Tauhid Soleman(Waikota Ternate), Syahril Rajak (Sekda Hal-Bara)Erwin Umar(Politisi Perindo),Muhadjirin Bailusy(Ketua Dekot),Mubin A.Wahid (PPP).
Mereka bukan aktor -aktor dalam konflik internal kesultanan Ternate tetapi dinilai potensial sedikit banyak kecipratan dari danpak konflik.
“Potensi untung rugi politik bagi kandidat di pilwako itu prediksi saya ada karena konflik ini ikut membelah basis akar rumput dari masing-masing kubu.Para kompetitor pilwako diam-diam bakal merebut kubu mana yang dianggap menguntungkan”nilai pakar of derecord media ini.
Nuzuluddin Mudhafar Sjah sendiri yang beberapa hari sebelum kedatangan mantan Boki Kesultanan Ternate ke Ternate minggu (11/3/2923) kemarin terlihat telah memasang baliho sebagai kandidat calon Waikota Ternate itu bahkan turut menyambut dan menyertai kunjungan Nita Budi Susanti sampai ke pulau hiri.
Tetapi ini jangan diartikan signal sebagai aktor kedatangan Nita Budi yang kembali memicu konflik internal keraton karena sikap Nuzuluddin murni silaturahmi putra mendiang Sultan Mudhafar Sjah dengan mantan ibu sambung nya semata.Namun, Nuzuluddin Mudhafar Sjah karena sikap dukungannya kepada Nita Budi Susanti dinilai telah memiliki posisi basis kubu Nita.
Dalam aras kepentingan politik di level provinsi, ada kepentingan pencalonan Gubernur, DPRD Malut.
Bagi pengamat, level ini juga pasti kena imbas baik positif atau negatif dalam konflik internal kesultanan Ternate.
“Masa adat kesultanan ternate kan juga tersebar luas dari utara sampai selatan Maluku utara.Jadi danpak politik basis nya pasti ada tergantung siapa yang memainkan ya dengan cerdas dan cantik”jelasnya.
Nah, pada tataran kepentingan politik nasional apa lagi.Baik kepentingan pileg, Pilpres dan DPD, eksistensi kesultanan Ternate memang sangat strategis.
Peran strategis Kesultanan Ternate memang terbukti ampuh jika dikapitalisasi baik dalam tataran meng konstruksi issu politik maupun kepentingan merebut langsung kursi kekuasaan terutama DPR RI dan DPD.Lihat saja keterpilihan mendiang Sultan dan Boki Nita dahulu silih berganti setiap periode bahkan dalam bentuk ganti kursi DPR RI dan DPD.
Dalam tataran kepentingan Pilpres, peran Kesultanan Ternate juga tak kalah strategis sebagai sebuah issu.lihat saja pengalamannya, Issu dukungan Keraton Ternate terhadap capres senantiasa menjadi incaran setiap capres disetiap hajatan Pilpres.
Dalam aras kepentingan politik pencalonan Merebut kursi Senator atau DPD, peran kesultanan Ternate juga tak kalah strategisnya.Mendiang Sultan dan Nita Budi Susanti sama-sama pernah menduduki kursi panas Senator RI ini.
Sultan Ternate saat ini Hidayatullah H.Mudhafar Sjah juga mencalonkan diri sebagai calon DPD RI.
Apakah konflik ini menguntungkan atau merugikan ?wallahualam bisawab.Tetapi ada yang memprediksikan konflik ini potensial merugikan Hidayatullah karena masa adat yang sudah sempat diam dan potensial rubu-rubu rame-rame mendukungnya bakal kembali terpecah dan membuat dukungannya sebagai calon DPD RI ikut melemah.
Nah ! Nita Budi Susanti sendiri apakah kedatangannya disengaja dan terselip kepentingan politik pileg, Pilpres dan Pilkada Gubernur dan Walikota Ternate ? Wallahualam bisawab.
Tetapi melihat jejak Nita Budi mengundang tanya politik.Apa Nita berkeinginan mencalonkan diri lagi sebagai anggota DPR RI atau kepentingan Capres atau pula kepentingan kandidat Gubernur dan Waikota Ternate ?itu juga wallahualambissawab.
Lihat saja Statemen Nita Budi Susanti bahwa dia datang hanya untuk berziarah ke makam mantan suaminya mendiang Sultan Ternate almarhum H.Mudhafar Sjah dan memenuhi undangan serta mengobati kerinduan masyarakat adat.Tidak yang lain !
Kesimpulan !
Mencerna posisi strategis kesultanan ternate dalam aras politik maka konflik internal keraton yang baru mulai memanas jelas berdanpak secara politik.
Basis masa adat yang besar dan luas se provinsi Maluku utara potensial bersinggungan dengan kepentingan issu politik elektoral guna meraup kekuasaan merupakan danpak konflik yang tak bisa diabaikan.
Aparat hukum harus mewaspadai konflik ini agar tidak melebar membara membakar negeri.Sebab adukan konflik internal kerajaan yang luas kekuasaanya ini potensial membakar luas jika sudah di kemas dalam kepentingan politik praktis.!