oleh

PEREBUTAN KEKUASAAN: MEGAWATI-MAHFUD Vs JOKOWI-LUHUT

-OPINI-82 Dilihat

Sehari setelah skandal kementerian keuangan meledak, Jokowi dan SMI “kabur” ke Solo. Aneh, peristiwa terjadi di Jakarta, sementara presiden dan menterinya menyidak kantor pajak di Solo.

Tujuannya memberi pesan ke publik bahwa mereka “peduli” pada kasus itu. SMI bilang ia tak tahu apa-apa tentang transaksi yang mencurigakan itu. Tapi drama di Solo dan pengakuan SMI justru menguatkan dugaan ada tangan-tangan kekuasaan dalam kasus skandal itu. Terlebih, Jokowi tidak marah pada menteri kesayangannya itu. Padahal, Jokowi terbiasa melempar tanggung jawab kepada pembantunya untuk menjaga citranya sebagai pemimpin sederhana, bersih, dan kerakyatan.

Sekembali dari Solo, SMI tak dapat menyembunyikan kekecewaannya pada Mahfud. Sementara Jokowi, terlebih Luhut yang biasa tampil di depan seperti pendekar sakti tiap kali pemerintah menghadapi kesulitan, justru diam seribu bahasa.

Anehnya, mereka tak menegur, apalagi menghentikan Mahfud, yang terus saja memperlebar kasus ini. Tak berkutiknya Jokowi dan Luhut hanya mungkin terjadi karena ada beking Mega terhadap Mahfud.

Baca Juga  Ada yang Lindungi DPD di KPK?

Penolakan Jokowi terhadap reshuffle kabinet, yang berarti mencopot Mahfud dan SMI, nampaknya berdasarkan pada pertimbangan berikut. Pertama, tak mau bermasalah lebih jauh dengan Mega yang akan semakin menghancurkan basis pendukung Jokowi.

Kedua, Mahfud punya banyak info sensitif terkait kebobrokan pemmerintahan Jokowi. Ketiga, pemecatan akan membuat populeritas Mahfud kian melejit, yang memang diharapkan PDI-P untuk keperluan pilpres mendatang. Nampaknya, Mahfud akan dipasangkan dengan Puan Maharani sebagai bakal capres.

Terkait SMI, mestinya Jokowi memecat menteri keuangan itu untuk mencuci tangan dan mengembalikan kepercayaan publik. Fakta bahwa ia tidak melakukan itu mungkin karena SMI hanya menjalankan apa yang diminta istana. Memecatnya sama artinya membuka kotak pandora istana.

Dus, skandal ini merupakan upaya Mega-Mahfud untuk menghancurkan skenario penundaan pemilu. Dan nampaknya mereka berhasil. Tidak mungkin lagi pemerintahan Jokowi yang telah kehilangan keteladanan, bisa mewujudkan wacana itu.

Kehendak memperpanjang masa jabatan presiden didasarkan pada pertimbangan berikut. Bila pilpres diselenggarakan secara jujur dan adil, serta sesuai jadwal, maka Anies Baswedan sebagai antitesa Jokowi berpeluang untuk menang. Ia kini telah menjadi ikon pro-perubahan.

Baca Juga  Usut tuntas Teror Kepala Babi Jurnalis Tempo

Bakal capres yang dianggap sebagai kompetitor serius Anies hanyalah Ganjar Pranowo. Sayangnya, Mega tak bakal mengusungnya, meskipun dia adalah kader PDI-P, karena hanya dilihat sebagai pion istana.

Luhut adalah musuh besar Mega. Kendati tak berjasa bagi kemenangan Jokowi dalam dua pilpres, kekuasaan Luhut di pemerintahan sungguh luar biasa. Jokowi bahkan terlihat hanya sebagai bonekanya. Maka bila ambisi memperpanjang kekuasaan pemerintahan Jokowi terwujud, sama artinya dengan memperpanjang kekuasaan Luhut. Sementara PDI-P akan dikecam publik karena mendukung skenario Luhut.

Karena gagasan itu kini terkubur, sementara istana ingin program pembangunannya dilanjutkan pemerintahan berikut — serta juga kebobrokan pemerintahan Jokowi-Luhut tersimpan rapat dan kepentingan mereka terjaga — maka mereka membentuk bakal capres-cawapres baru. Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra dipasangkan dengan Ganjar sebagai bakal cawapres.

Maka kita menyaksikan manuver baru Jokowi untuk menjawab realitas politik yang berubah. Setelah di Solo, Jokowi membawa Prabowo dan Ganjar ke Kebumen untuk acara panen raya petani pada 9 Maret. Inilah untuk pertama kalinya Prabowo dan Ganjar tampil bersama. Di sana ketiga tokoh berfoto ria.

Baca Juga  Guru Tua di Antara Joshua dan Fuad

Sekembali dari Kebumen, Prabowo menyatakan membuka peluang berpasangan dengan Ganjar sebagai bakal cawapres. Untuk menegaskan kedekatan Prabowo dengan Jokowi, bobot Prabowo, dan memastikan Prabowo-Ganjar akan melanjutkan program pembangunan Jokowi-Luhut, Hashim Djojohadikysumo (Wakil Ketua Dewan Pembina sekaligus adik kandung Prabowo) menyatakan 99 persen program pembangunan pemerintahan Jokowi — yang sesungguhnya dirancang Luhut — sejak 2014 berasal dari Prabowo.

Pernyataan Hashim tentu saja tidak masuk akal. Tapi itu penting untuk menarik pemilih Jokowi-Ma’ruf Amin ke pasangan Prabowo Ganjar. Menurut hasil survey Litbang Kompas pada Januari lalu, pemilih Jokowi-Ma’ruf dlm pilpres 2019, sekitar 30 persen akan memberikan suaranya pada Ganjar, 15 persen pada Prabowo, dan 10 persen kepada Anies.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *