PKBH FH UMY TOLAK PUTUSAN PN JAK-PUS
Meminta KPU Melanjutkan Tahapan Pemilu Sesuai Jadwal Konstitusional.
PIKIRAN UMMAT.Com—Jogyakarta||Putusan PN Jakarta pusat nampaknya menohok akal sehat hukum semua komponen bangsa.Betapa tidak, dalam amar putusan majelis hakim pengadilan Negeri Jakarta Pusat Pada hari Kamis, tanggal 2 Maret 2023 itu memerintahkan KPU menunda Pemilu hal mana dinilai mengangkangi konstitusi dan mendegradasi kompetensi Pengadilan Negeri itu sendiri.
Pusat Bantuan Dan Konsultasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jogjakarta menyatakan menolak dan meminta KPU melanjutkan tahapan pemilu sesuai jadwal yang telah ditetapkan dalam konstitusi.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diketahui sebagaimana dalam amar Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang mengadili sengketa perdata antara Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) melawan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI)menerima seluruh gugatan partai prima.
Dalam putusan a quo PN Jakpus menerima seluruh gugatan yang diajukan oleh PRIMA atas Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh KPU RI berupa tindakan yang tidak meloloskan PRIMA sebagai partai politik peserta Pemilu.
Putusan a quo mendapat banyak perhatian dari publik berhubung amar putusannya dinilai akan menunda Pemilu yang akan dilaksanakan pada tahun 2024. Adapun amar putusan yang dimaksud adalah: Pertama, menyatakan KPU RI melakukan PMH (Poin 3 amar putusan). Kedua, memerintahkan KPU RI tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan Pemilu dari awal (Poin 5 amar putusan).
Menurut PKBH FH UMY dalam rilisnya yang diterima media ini, Putusan PN Jakpus yang menyatakan KPU RI telah melakukan PMH sama saja dengan mendegradasi kewenangan PN sendiri karena bukan kompetensinya untuk mengadili sengketa administrasi Pemilu sesuai amanat UU Pemilu. Perlu diketahui bahwa kewenangan mengadili PMH yang dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan sejatinya merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagaimana dinyatakan secara ekspresif verbis dalam Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019. Di sisi lain, PMH secara perdata tidak bisa dijadikan objek terhadap KPU dalam pelaksanaan Pemilu.
Menurut PKBH FH UNY, Secara konstitusional, urusan sengketa administrasi Pemilu merupakan domain dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Peradilan Administrasi bukanlah Pengadilan Negeri.
Sedangkan urusan sengketa hasil Pemilu lanjut PKBH FH UNY menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi. Ini tegas diatur dalam rezim UU Pemilu. Oleh karena itu, Perintah penundaan Pemilu oleh PN Jakpus merupakan pelanggaran keras terhadap Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang mengamanatkan Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Disamping itu, Putusan a quo juga menunjukan adanya persoalan pada hakim dalam memahami hukum Pemilu.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, PKBH FH UMY menyatakan sikap sebagai berikut
1. Mendukung langkah KPU RI dalam mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk membatalkan Putusan PN Jakpus No. 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
2. Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung sebaiknya mengkaji dan melakukan langkah investigasi terhadap hakim yang menangani perkara a quo agar tidak menimbulkan spekulasi sesat dan kegaduhan publik.
3. Meminta kepada setiap penyelenggara Pemilu agar tetap fokus mempersiapkan dan melaksanakan Pemilu pada tahun 2024 dan tidak terkontaminasi oleh hal-hal yang menyesatkan.
Demikian siaran pers Pusat Bantuan dan Konsultasi Hukum Fakuktas Hukum Universitas Muhammadiyah Jogjakarta yang disampaikan ke media ini.(***)