HEADLINE

DR.KING FAISAl SULAIMAN MENYEROTI PROBLEMATIKA DAN TANTANGAN PENYELENGGARAAN PEMILU PASCA PUTUSAN PN JAK-PUS TERKAIT PENUNDAAN PEMILU

PN Jak-Pus Dinilai Melampaui Kewenangan .

PIKIRAN UMMAT.Com—Jogyakarta||Putusan PN Jakarta Pusat menunda pemilu menuai tanggapan kritis seluruh komponen bangsa.Selain dinilai merusak tatanan hukum, putusan PN Jak-Pus juga secara langsung merusak tatanan bernegara dan potensial menimbulkan instabilitas negara.

King Faisal Sulaiman menyatakan Putusan PN Jakpus yang menyatakan KPU RI telah melakukan PMH sama saja dengan mendegradasi kewenangan PN sendiri karena bukan kompetensinya untuk mengadili sengketa administrasi Pemilu sesuai amanat UU Pemilu.

Ketua PBKH FH UMY ini menjelaskan, Merujuk Perma No.2/2019, Kewenangan mengadili PMH yang dilakukan oleh Badan TUN dan/atau Pejabat Pemerintahan sebagaiam maksud UU Administrasi Pemerintahan Kewenangan Obsulut PTUN alias bukan Pengadilan Negeri
“PMH secara perdata tidak bisa dijadikan objek terhadap KPU dalam pelaksanaan Pemilu”tegasnya.

Lebih jauh dan luas lagi dia menjelaskan bahwa Secara konstitusional, urusan sengketa administrasi Pemilu merupakan domain dari Bawaslu dan PTUN
“Urusanan sengketa hasil Pemilu domain Kenangan Mahkamah Konstitusi. Ini tegas diatur dalam rezim UU Pemilu”tegasnya.
“Perintah penundaan Pemilu oleh PN Jakpus merupakan pelanggaran Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang mengamanatkan Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan amanat UU Pemilu/ UU no/7/2017”tandasnya.

Pada tataran Undang-Undang Pemilu sebagai mekanisme penyelenggaraan Pemilu, King menyatakan Putusan PN JAKPUS Melanggar Konstitusi dan UU Pemilu No.7/2017
“Dalam spektrum UU Pemilu hanya ada dua skema yang diatur yaitu Pemilu lanjutan dan Pemilu susulan”papar dia.

Oleh karena itu King Faisal meminta KPU melakukan upaya hukum banding terhadap putusan PN Jak-Pus sehingga persoalan danpak putusan PN Jak-Pus ini bisa Clear.
“Sudah tepat jika KPU RI mengajukan Banding untuk membatalkan Putusan PN Jakpus No. 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst”ajaknya.

Pakar Hukum Tata Negara UMY ini juga meminta KY dan MA untuk melakukan kajian dan langkah investigasi terhadap hakim yang memutuskan perkara ini.

“Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung harus bertindak; mengkaji dan melakukan langkah investigasi terhadap hakim perkara a quo agar tidak menimbulkan spekulasi sesat dan kegaduhan publik.”pungkasnya.

Sebelumnya Putusan PN JAKPUS Pada hari Kamis, tanggal 2 Maret 2023 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) membacakan Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst antara Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) melawan KPU RI).

Dalam putusan a quo PN Jakpus menerima seluruh gugatan yang diajukan oleh PRIMA atas Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh KPU RI berupa tindakan yang tidak meloloskan PRIMA sebagai partai politik peserta Pemilu.

PN Jak-Pus dalam amar putusannya Menyatakan KPU RI melakukan Perbuatan Melawan Hukum;Memerintahkan KPU RI tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan Pemilu dari awal dan;Menghukum KPU membayar ganti Kerugian 500 juta kepada Partaai PRIMA.

King Sulaiman mengingatkan kepada semua komponen bangsa untuk melihat dan memahami tujuan daripada Pemilu sehingga mampu menempatkan agenda pemilu sebagai urusan utama dalam rangka menjaga tatanan kehidupan politik berbangsa dan bernegara yang baik.

King mengungkapkan Tujuan Pemilu sebagaimana Pasal 2 UU 7/2017 dalam rangka Perkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis,Pemilu yang adil dan berintegritas, Berikan kepastian hukum dan mencegah praktek menyimpang dalam Pemilu, Jamin konsistensi pengaturan sistem Pemilu,Menuju pemilu yang efektif dan efesien.

Demikian maka hemat King Sulaiman, putusan PN Jak-Pus berpotensi menimbulkan problematika pemilu antara lain Distribusi Logistik Pemilu yang terlambat karena faktor Manejemen/SDM; faktor alam/ Geografi;Pemutakhiran Data Pemilih dalam Pemilu/Pilkada;Pola Rekruitmen; Kapasitas dan Beban kerja Penyelenggara/KPPS;Massifnya Money politik dan minus pendidikan politik oleh Parpol/penyelenggara Pemilu;Defesit partisipasi politik masyarakat; apatis dan apriori karena calon dianggap tidak elIgible dan non kompeten;Minusnya Pendidikan politik Penyelenggara Pemilu dan Peserta Pemilu bagi rakyat;Meningkatnya floating mass di kalangana pemilih pemula;Massifnya Kampanye hitam/Hoax di berbagai medsos;Politisasi Birokrasi/Aparatur Sipil Negara.

Oleh karena itu maka dia merekomendasikan kepada seluruh komponen bangsa terutama stackeholder pemilu dan Pilpres antara lain :

UNTUK PILEG : PARTAI HARUS LEBIH TERBUKA DAN SELEKTIF DALAM MENJARING CALON MENGAJUKAN CALEG YANG YANG BERINTEGRITAS; KOMPOTEN TERMASUK BAGI CALON NON KADER PARPOL SEHINGGA TIDAK MEMILIH KUCING DALAM KARUNG;

UNTUK PILPRES : PARPOL MEMBUKA DIRI UNTUK KANDIDAT CAPRES/CAWAPRES DARI LUAR KADER PARPOL YANG KREDIBEL; BERINTGERTIAS; KOMPOTENS DAN BERJIWA KENEGARAWANAN
3. PERLU PENAMBAHAN REGULASI HUKUM ACARA KEPEMILUAN YANG MASIH KURANG TERUTAMA DALAM PENYELESAIAN PELANGGARAN/SENGKETA PEMILU YANG TERJADI
4. KE DEPAN UU PEMILU/PILKADA PERLU DISATUKAN DALAM SATU KITAB UU REZIM PEMILU AGAR TIDAK MENIMBULKAN POLEMIK DAN MULTITAFSIR YANG AMBIGU

5.KUALIIFIKASI PERBUATAN MELANGGAR/MELAWAN HUKUM HARUS EKSPLISIT DIATUR DALAM LAPANGAN HUKUM PERDATA/PIDANA DAN PEMILU SUPAYA TIDAK ABSURD DAN MULTITAFSIR SEPERTI KASUS PN JAKPUS TERMASUK ULTRA PETITA
6. PERADILALAN KHUSUS/AD HOC PEMILU URGEN UNTUK DIBENTUK AGAR TIDAK TERJADI LAGI POLEMIK SEPERTI KASUS PARTAI PRIMA TSB.
7. PENGADILANM AD HOC PEMILU BISA DIBAWAH LINKGUNGAN PERADILAN NEGERI ATAU PERADILAN TUN
8. ATAU DIGABUNG MENJADI BAGIAN DARI KEWENANGAN PERADILAN TUN.
Demikian pandangan pakar hukum Tata Negara dari FH UMY dan Advokad Dr.King Faisal Sulaiman,SH.LLM(***)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close