OPINI

Tulisan di Stiker itu : Roda Berputar,Ekonomi Lancar [Part.17].

Anwar Husen,S.Pd,M.Si. kolomnis tetap

Pagi tadi,[12/03] di Twitter,saya membaca berita KOMPAS.com,seorang Dosen Prodi Sastra Jepang di Universitas Brawijaya,Malang,namanya Ni Made Savitri,menuturkan sejumlah alasan orang Jepang tidak tertarik memiliki sepeda motor,padahal mereka produsennya.

Pertama,berbahaya di kendarai saat musim dingin kerena saat musim salju,banyak jalanan membeku [Black Ice] yang sangat membahayakan keselamatan berkendara dengan motor.

Kedua,identik dengan aksi kriminal.mereka berpandangan tidak positif dengan motor karena di nilai identik dengan aksi kriminal,di sebabkan pernah marak aksi Geng motor yang kerap menimbulkan kekacauan dan tawuran sesama Geng motor sehingga di asosiasikan sebagai tindakan kriminal bahkan di kaitkan dengan Yakuza,sindikat mafia asal Jepang.

Di tahun 1970 hingga 1980-an,Jepang pernah berkampanye untuk membatasi pelajar SMA mengendarai sepeda motor.di sana,sepeda motor lebih di gunakan untuk mengantar paket atau menyalurkan hobi saja,bukan untuk aktifitas sehari-hari.

Ketiga,transportasi umum lebih nyaman dan tertata.hal itu membuat warga Jepang merasa tak perlu memiliki sepeda motor.di banding sepeda motor,mereka lebih memilih mobil atau sepeda kayuh untuk aktifitas mereka sehari-hari.lebih lanjut,tutur Made, yang lama hidup di Jepang ini,sangat sulit di temukan sepeda motor di tempat umum bahkan jarang terlihat tempat parkirnya.

Mereka justru heran ketika berkunjung ke Indonesia dan melihat banyak sekali sepeda motor bersiliweran bahkan merasa ngeri melihat cara kita mengendarai sepeda motor.

Mengutip data yang di laporkan Statistik,menunjukan bahwa jumlah sepeda motor di Jepang beredar sebanyak 10,29 juta unit per Maret 2021.sementara jumlah penduduk Jepang 125,7 juta menurut data World Bank.artinya,hanya sekitar 8 persen jumlah kepemilikan sepeda motor dari warga Jepang.Bandingkan dengan jumlah sepeda motor di indonesia yang mencapai 128.410.564 unit menurut Kakorlantas Polri per 8 Maret 2023.Artinya,hampir 50 persen warga kita menggunakan sepeda motor.bahkan tidak sekedar menggunakan,juara modifikasi juga.di sini,mudah sekali di temukan sepeda motor menggunakan roda mobil atau sebaliknya.atau bahkan menambah rodanya,tidak peduli bahwa itu mungkin melawan “gaya” dalam hukum fisika yang berpotensi Lakalantas.
☆☆☆
Beberapa waktu lalu,saya pernah membaca berita bahwa Dinas pendapatan daerah provinsi Maluku Utara berencana [entah sudah di terapkan atau belum] menerapkan pengenaan pajak progresif.

Intinya,memiliki kendaraan lebih,akan di kenakan pajak dengan formula tertentu.saya tak paham apa filosofi kebijakan ini hingga saat ini,tetapi bagi orang yang pikirannya masih waras,akan berpendapat bahwa ini adalah target paradoks : memaksimalkan pendapatan daerah dan [sekaligus] berakibat mengurangi potensi orang untuk memiliki kendaraan pribadi lebih dari satu,yang artinya mengurangi potensi pajak itu sendiri.

Kebijakan ini juga,setidaknya terlihat paradoks jika di sandingkan pula dengan dua fakta lain : pertama,daerah atau provonsi lain sedang memaksimalkan pendapatan daerahnya dengan cara memberi keringanan dan insentif atas item pajak tertentu berupa penghapusan denda pajak kendaraan bermotor [PKB],Bea Balik Nama,dan lain-lain,karena terdapat data prosentase tunggakan pembayaran item-item di atas yang tinggi.Salah satu asumsinya di sebabkan karena pendapatan dan daya beli yang belum optimal pasca pandemi covid 19.kedua,dari aspek luas wilayah yang besar dan karakteristik wilayah yang berpulau,jumlah penduduk dan rasio jumlah kendaraan bermotor,di asumsikan bahwa ini membuat “sengsara diri”.Hal begini harus di jadikan data dan dasar analisis kebijakan sehingga sebuah produk hukum/kebijakan bisa di nilai logis.
☆☆☆
Seorang karib,juga pejabat di provinsi Maluku Utara yang berdomisili di Tidore,bertutur di “Teras Aton” bahwa jika ada urusan dinas di Ternate,dia lebih memilih menggunkan sepeda motor yang di seberangkan.Dalam hitungan waktu yang tidak terlalu lama,bisa tiga hingga empat agendanya bisa tuntas dan langsung menyeberang kembali ke Tidore,di banding menggunakan mobil,tidak efektif dan efisien.
☆☆☆
Di berita KOMPAS.com di Twitter tadi,bisa jadi skala,indikator dan variabel yang jadi alasannya,mungkin beragam,detail dan perlu di analisis lanjut dan memang tidak sederhana.Tetapi mengintegrasikan sarana transportasi umum yang di lakukan DKI Jakarta di masa Anies Baswedan,adalah salah satu alasan yang paling masuk akal di kaji dari aspek manapun,untuk kasus DKI Jakarta bahkan di kota-kota besar lainnya.bisa jadi ini yang paling relevan.

Untuk kasus,kebijakan pengenaan pajak progresif bagi kendaraan bermotor di Maluku Utara,meminjam istilah karib saya,”belum dapa dia pe sama dengan”,masih sulit di nalar dengan logika, kecuali untuk wilayah tertentu yang kecil dan punya mobilitas ekonomi tinggi,semisal kota Ternate,lebih realistis di capai karena ada target ganda yang sama-sama penting,misalnya mengurai kemacetan untuk saat ini.

Untuk kasus cerita teman saya yang menyeberangkan sepeda motor ke Ternate tadi,mungkin itulah pilihan paling rasional : menghindari menggunakan kendaraan roda empat untuk memangkas waktu tempuh untuk berurusan di tengah kondisi lalu lintas kota yang padat dan cenderung semrawut,meski harus menambah kuantitas jumlah sepeda motor yang mengaspal di Ternate di jam-jam sibuk,yang memang sudah terlihat “over capacity”.
☆☆☆
Masih segar di ingatan saya dulu, saat menumpangi kendaraan umum di Tidore,sempat terlihat ada potongan stiker kecil yang tertempel di pintu angkot bertuliskan, “roda berputar,ekonomi lancar”.Di Jepang,bisa jadi relevan.artinya,berputarnya roda lalu lalang kendaraan di jalanan berkorelasi signifikan secara ekonomis termasuk aspek pendapatan.tetapi di sini,bisa jadi belum tentu.jangan-jangan,harga BBM yang cenderung naik dan tak menentu ini karena memang sudah hukum pasar,ada kaitannya dengan mentalitas dan prilaku kita menggunakan kendaraan,khususnya sepeda motor : banyak “kapala gaya”,gaya-gayaan yang tidak ekonomis.wallahua’lam.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *