HEADLINE

WALHI DAN SYLVA TUNTUT GUBERNUR MALUT HENTIKAN DEFORESTASI.

Tutupan Hutan Di Malut Semakin Tergerus.

PIKIRAN UMMAT.Com—Ternate||Hari hutan sedunia diperingati Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Maluku Utara dan Sylva Universitas Khairun Ternate melalui aksi menuntut Gubernur Abdul Gani Kasuba menyelamatkan hutan pulau di Malut yang masih tersisa dari ancaman deforestasi, Selasa (21/3).Aksi digelar di depan kediaman Gubernur dan Landmark Ternate.

Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Malut Julfikar Sangaji mengatakan, kondisi tutupan hutan di Malut terus tergerus setiap waktu. Sebagaimana merujuk pada analisis spasial tutupan lahan Global Forest Watch, pada tahun 2001, Malut memiliki 2,27 juta hektare hutan primer yang membentangi 72 persen area lahannya.

Pada tahun 2021, Malut kehilangan 3,57 ribu hektare hutan primer yang setara dengan emisi sebesar 2,97 metrik ton karbondioksida.
Analisis spasial juga menunjukkan di tahun 2001 hingga 2021 Malut sudah kehilangan 268 ribu hektare tutupan pohon yang setara dengan penurunan 8,7 persen tutupan pohon sejak tahun 2000, dan setara dengan 206 metrik ton emisi karbondioksida.
Kehilangan tutupan pohon di hutan pulau di Malut ini secara signifikan disebabkan atas aktivitas pertambangan, perkebunan dan logging, karena dalam satu dekade terakhir misalnya kawasan hutan Maluku Utara menjadi sasaran empuk aktivitas ekstraktif,” ungkap Julfikar.

Padahal, menurut Julfikar, geografis Malut hanya memiliki 24 persen wilayah daratan sedangkan 76 persen perairan. Tapi sangat disayangkan daratan yang begitu mungil semestinya bentang alam hutan harus dijaga. Bila dikelola pun juga harus jauh dari dampak kerusakan ekologi yang ditimbulkan, bukan sebaliknya.

Seperti industri berbasis lahan secara agresif menggugurkan hutan, mencemari sungai seperti salah satu contoh aliran sungai yang rusak akibat sedimentasi ore nikel, tangkapan citra satelit memperlihatkan sepanjang 55 kilometer atau dari hulu hingga hilir badan air sungai Ake Kobe tampak berwarna cokelat, dan lebih parahnya lagi daya rusak itu merembet hingga ke wilayah pesisir dan laut dengan beban kerusakan dua kali lipat dari daratan.

Hingga Maret 2023 ini, kata dia, WALHI Malut mencatat ada 146 usaha berbasis lahan yang menduduki daratan Maluku Utara. Untuk tambang ada 110 izin usaha serta 2 kawasan industri pengelolaan nikel, sedangkan perkebunan dan kehutanan mengoleksi 34 izin usaha.
Semua usaha yang keluar dari tangan pemerintah ini mustahil tidak menciptakan deforestasi,” sebutnya.
Penambangan nikel, misalnya, tercacat ada 52 izin usaha dengan total luas konsesi 213.60 hektare yang saat ini tengah bergeliat menumbangkan pohon-pohon tanpa terkecuali membiarkannya untuk tetap tegak.

Senada dengan WALHI Malut, Ketua Umum Sylva Unkhiar Bahtiar S Malawat juga memproyeksi laju deforestasi hutan yang ke depannya akan lebih gila lagi. Hal tersebut karena ada proses penambangan dengan terus mengikuti luas garapan perusahaan penambang.

“Terutama penambang nikel ini kerena mereka akan lebih dulu melakukan pembersihan area dengan membabat habis tegakan hutan sebelum mereka harus mengeruk tanahnya,” katanya.

Selain itu, kata Bahtiar, bercokolnya perusahaan penambang nikel ini seiring juga dibangunnya pabrik pengelolaannya. Pabrik nikel ini sepenuhnya menggunakan batu bara sebagai saluran listrik untuk menghidupkan operasi pabrik.

Artinya, ada dampak yang tidak langsung yang timbulkan dari PLTU, selain dampak langsung dari PLTU yang terus menyemprot polusi ke udara,” ucapnya.

Untuk kasus deforestasi yang patut menjadi cermin adalah di semenanjung selatan kaki Pulau Halmahera, Gane, adalah fakta. Hutan dan kebun-kebun rakyat yang sudah ditanami tanaman produktif harus juga lenyap gusur korporasi Sawit, bahkan sungai-sungai yang dipakai sebagai sumber air minum juga ditengarai ditutup perusahaan sawit,” tandas Bahtiar.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *