OPINI

“Jawaban” itu datang di Ramadhan [Part.24].

Anwar Husen/kolomnis tetap.

Ada dua topik cerita malam tadi yang ingin sekali saya tulis.Kebetulan saja memang ada sisi menariknya dan sedikit spesial.Tapi itu semua harus masuk “daftar tunggu” gara-gara usai Sahur tadi,saya iseng membuka Facebook dan membaca postingan seorang kawan yang berdomisili di Sofifi,Oba Utara,ibukota Provinsi Maluku Utara.

Saya kutip : “Dalam sistim yang baik,orang jahat di paksa menjadi baik.Sebaliknya,dalam sistim yang buruk,orang baik di paksa menjadi jahat”.Saya sontak tertarik mengomentarinya.Dengan maksud bercanda,saya menuliskan : Sesama staf bisa saling mendholimi tanpa sepengetahuan Pimpinan.hhh”.

Sebetulnya ini bahasa manajemen dan tata kelola yang sudah sering kita dengar.Yang kebetulan membuat saya terinspirasi saja,yang “luar biasa”.

Inspirasi itu yang membuat saya menulis tentang ini : fakta yang saya alami dalam karir saya.Kebetulan saja saya seorang Aparatur Sipil Negara [ASN] yang berkarir di sebuah Pemerintah Daerah di Muluku Utara.Subjektifkah???sabar dulu.Subjektifitas itu kesan pribadi yang tidak bisa di “verifikasi” atau di kontrol pihak lain,publik.Kalau saya menyampaikan ini secara lisan kepada teman-teman saya dalam cerita lepas di “Teras Aton”,itu bisa jadi subjektif karena teman-teman ini bukan subjek yang “berkepentingan”.Tetapi jika saya menuliskannya dan di baca publik maka terbuka kesempatan kepada semua orang,khususnya yang merasa di “senggol” untuk bisa mengklarifikasi ataupun membela diri.Di sini bedanya.Jadi jangan terbiasa sedikit-sedikit mengklaim sesuatu itu subjektif.Oke???

Kebetulan juga,ada momentum yang mungkin jadi maksud dari postingan teman di Facebook tadi yang sedang “heboh” di sebuah Pemerintah Daerah,tudingan miring atas prilaku pejabat tertentu yang baru saja di geser jabatannya karena sesuatu hal terkait manajemen dan tata kelola bahkan hingga di anggap sengaja mengangkangi pimpinannya.

Begini cerita dan kronologinya : malam 31 Juli 2019 atau kurang lebih 3 tahun 8 bulan lalu,dalam perjalanan pulang dari Ternate usai mewakili dan melaksanakan tugas Pimpinan di sebuah hotel,ada telepon dari pejabat yang membidangi urusan kepegawaian meminta saya menghadiri upacara pelantikan di esoknya.Saat itu,jam di tangan saya menunjukan pukul 24.30 WIT.

Esoknya saya hadir di tempat acara sesuai arahan pada telepon tadi dan di situ baru saya tahu bahwa saya di berhentikan dari jabatan.Istilah umumnya nonjob.Tanpa berpikir panjang,saya kembali ke rumah.

Berselang beberapa waktu,ada surat yang datang berisi panggilan menghadap untuk di periksa terkait dugaan pelanggaran disiplin sedang/berat.Masih berniat baik,saya datang ke kantor bahkan hingga menawarkan diri untuk di periksa.Tetapi dua kali panggilan yang sama yang saya penuhi,tetapi tidak ada pemeriksaan.

Sekitar dua bulan ke depan,seseorang mendatangi rumah saya dan menyodorkan surat yang masih tersegel sembari “membujuk” saya untuk menandatangani tanda terima.Saya tanda tangani saja dan menerima surat itu.Tak lupa,Pria berpostur tinggi dan berkulit agak gelap ini berpesan bahwa saya di minta nanti bertemu atasan saya,sang Kepala Daerah,yang juga seorang yang sangat “perasa” dan cukup banyak pertimbangan ketika memutuskan menggeser pembantunya dari jabatan,apalagi menonjobkannya.Dalam hatipun saya ragu pesan yang mengantar surat tadi untuk bertemu sang atasan saya,jangan-jangan ini bagian dari “skenario” bumbu masak miwon,penyedap rasa.

Saya sontak membuka surat itu dan ternyata saya di jatuhi hukuman disiplin berupa pembebasan dari Jabatan.Belakang baru saya tahu ada informasi bahwa Komisi Aparatur Sipil Negara [KASN] merekomendasikan saya dan teman-teman yang nonjob untuk di kembalikan ke jabatan semula karena prosedur mutasi yang di anggap menabrak aturan.Dengan begitu baru saya sadar bahwa surat yang di antar ke rumah saya tadi adalah “jawaban” atas rekomendasi KASN untuk mendapatkan ijin Lelang guna mengisi jabatan-jabatan yang lowong tadi.

Di salah satu seri tulisan ini,saya pernah menulis dengan judul,Jika Usia Saja Ada Batasnya,Buat Apa Berlaku Dholim.Tidak apa-apa,dan tidak menuduh siapa-siapa tetapi sekedar mengingatkan kita bahwa ada saatnya,”Semua Akan Berakhir”,semua argumentasi dengan ekspresi dan gaya mengelak paling keren sejagatpun,saatnya akan ketahuan dan semua tak akan ada artinya lagi.

Postingan teman di Facebook tadi,mungkin hanya riak yang sengaja memberi isyarat bahwa ada sesuatu yang belum “beres”.Dan di Sepuluh hari pertama Ramadhan yang agung ini,saya mendapatkan Dua “jawaban” yang mungkin atas kehendakNya,yang satunya lagi,berpulangnya karib Fachry K.Sangadji,teman masa kecil hingga kini,yang kerap kami menyapanya,Tate.Semoga almarhum husnul khotimah aamiin YRA.

#ramadan kareen.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *