Pepatah klasik itu benar adanya “Kasih ibu sepanjang masa”.Kasih sayangnya bahkan melewati ruang dan waktu.Sampai dia tiada, pengabdiannya seolah tak hilang dan lekang oleh ruang dan waktu.Meskipun dia telah tiada, pesan moralnya senantiasa menuntun hidup kita untuk menjadi insan yang terbaik.
Bertarung nyawa untuk melahirkan bayi mungil lalu berpeluh untuk membesarkan nya dengan penuh sentuhan kasih sayang adalah giat yang mengisi hari-harinya sepanjang hidup Mama. Masa pengabdian terbaik yang kita rasakan dan nikmati sampai dia telah berpulang kerahmatullah.
Ibu bak bintang yang senantiasa bersinar menerangi gulita nya malam.
Setiap lebaran Idul fitri, senantiasa menyiratkan nomori indah nan berkesan Mama, terlebih karena dia telah tiada, pergi dikala aku bisa mempersembahkan pengabdian terbaik padanya.
Saat menulis kalimat terakhir ini, saya tak bisa menahan haru, mengenang jasa manusia terbaik dalam hidup ku ini.
Seperti semua ibunda di dunia, mama saya memang tak tertandingi jasanya.Ditengah keterbatasanya, tanggun jawabnya untuk saya bisa membaca Al-Qur’an, saya bisa pintar agar senantiasa mendapat juara setiap kenaikan kelas, nilai ajaran orang punya orang punya kita punya kita punya dan bagaimana menjaga etika sopan santun dan bersahabat dalam kehidupan sosial itu tak luput semasa hidupnya.
Ibu saya amarhum Hj.Asma Alwi dikapung di Desa Dalam, Ngofakiaha Makian pulau adalah ibu rumah tangga biasa yang populer dengan panggilan kalifah Asma.Dia dipanggil a kalifa karena Mama ku guru ngaji di kampung yang banyak menghasilkan anak didiknya (santri) biaa baca dan khatam Al qur’an —Semoga Alah SWT menerima segala amal ibadahnya sebagai amal jariyah, Aamiin Yarabbal Alamin.Alhamdulillah hidupnya bisa berguna untuk orang lain.Ingat pesan Rosulullah siapa manusia yang baik ? Adalah manusia yang bisa berguna bagi orang lain.
Banyak momentum penting yang Mamaku jalani dalam hidupnya.Dia adalah salah satu pagar hidup yang disentuh perhiasan rantai yang terbuat dari buah manyi-manyi -demikian sebutan di kampung saya-oleh Presiden RI Pertama kala menyambut kunjungan nya ke pulau Makian pada medio tahun 1950 an.
Ibu saya juga adalah qori langganan kala acara menyambut kedatangan para syeikh dari Arab yang kala itu kerap mengunjungi pulau Makian.
Oleh orang-orang dikapung, Ibu saya adalah sosok wanita yang pandai mengaji dengan suara yang merdu, demikianlah dia sering didaulat sebagai Qoriah untuk acara-acara istimewa.Saya mengenangnya dengan bangga.
Mengenang jasanya, rasanya tak mampu saya hitung dalam tulisan ini apalagi dengan nilai-nilai yang sangat berguna bagi hidup saya.
Dia adalah single parent dari Kami 5 bersaudara, ditinggalkan sang suami, ayah kami yang berpulang kerahmatullah saat kami masih kecil, saya baru naik jelas tiga SD dan kakak-Kaka saya yang baru tingkat SLTP kala itu.
Bisa dibayangkan, Mama saya mengemban tanggunjawab sebagai single parent atas 5 putra-putrinya.Sejak ayah saya meninggal dunia, kami pun balik dari Desa Moloku, Gane Barat kembali ke Pulau Makian tepatnya di desa Dalam, desa dimana Mesjid Raya At Taqwa yang diresmikan Presiden RI ke I Soekarno.
Saya membayangkan hari-hari yang dilaluinya begitu berat.Hidup di pulau Makian tanpa peninggalan harta yang pas untuk menopang hidup yang cukup, ditengah beban hidup 5 anaknya yang begitu tinggi.Biaya makan, kesehatan, pendidikan dan biaya enterteimen lainya yang tak bisa dia elakkan.
Ditengah keterbatasan, semangat hidup Mama saya memang tak ada duanya.Apalagi untuk memenuhi kebutuhan anak nya disetiap momentum istimewa.
Ibu saya seperti umumnya orang tua orang makian kala Itu yang terobsesi tinggi dengan pendidikan anak-anak nya, harus banting tulang menghidupi serta menyekolahkan semua anak-anaknya.Aneka jualan kue dibuat dan dijajakan saya dan adik saya yang kala itu baru masuk sekolah.
Saat lebaran seperti saat ini adalah moment yang tak terlupakan akan sosok Ibu yang penyayang pada anak-anaknya.
Ada satu moment yang senantiasa muncul di memori saya kala datang lebaran.Tak lain moment baju baru.
Suatu ketika ketika jelang H-2 lebaran, saya yang masih usia anak SD kelas 3 seperti anak-anak sebaga itu merengek baju baru.Pergilah saya dengan Ibu ke pasar yang terletak di desa tetangga, Desa Walo untuk belanja baju lebaran saya.Teringat saat itu yang saya minta dan belikan adalah kaos berwarna biru dengan tulisan Adidas, merek sporty yang lagi viral waktu itu.
Kala itu, jelang akhir ramadhan, seperti biasa, adat “bakalae” yang dipusatkan di depan Mesjid raya Ngofakiaha sedang memasuki waktu klimaksnya.Bayangkan dua kubu masing-masing ratusan orang setiap kubu berjibaku “bakalae” di jalan depan mesjid yang lebarnya hanya kurang lebih 4 meter itu.
Sekembalinya dari pasar, saya dan ibu saya tetiba terjebak di tengah “bakalae” dan ibu saya terinjak oleh puluhan kaki peserta bakale itu.Saya yang masih gesit bisa menghindar selamat dari amukan bakalae adat itu, dalam benak “oh mama dimana, jangan-jangan sudah terinjak”.Benar adanya, ditengah kerumunan itu rupanya Allah masih menyelamatkan Ibu saya, orang-orang yang terlibat emosional bakalae itu tetiba menyadari ada orang tua perempuan yang terinjak.Ibu saya sudah terkulai pingsan lalu diangkat ke halaman mesjid raya.Sesaat sadar, dia menjerit ampun penuh kesakitan tidak bisa bernapas, saya masih mendengar tangisan itu dengan jelas ampai saat ini ketika tibanya lebaran .Rupanya tulang Rusuknya terinjak mungkin bengkak dan hari-harinya dia urut dengan air panas dan diurut Om ipar saya dari keluarga Badarun yang diakui tergolong orang pintar urut di kampung.
Pasca peristiwa itu, saya yang masih usia anak SD memang kurang merasakan derita ibu saya dan juga karena tak nampak raut wajah penyesalan sang Ibu kepada anaknya, penyebab insiden yang nyaris menewaskan nya itu.Dia justru terkihat gembira dari raut wajahnya telah memenuhi asa anaknya, seperti umumnya semua Ibu yang hidup hanya untuk anak-anak nya.
Peristiwa itu selalu mengiang dalam ingatan ku kala lebaran apalagi saat di Mall hendak belanja baku “tambaru”.
Peristiwa yang hingga hari ini seolah menjadi dendam kesumat “pakoknya harus ada baju tambaru untuk saya dan ponakan-ponakan ku sebagai ritual mengenang nya”.
Itulah kisah Lebaran kaos Adidas bersama Mama ku tercinta.
Hari-hari pula kukenang Mama ku adalah sosok ibu yang penyayang tetapi tegas dalam pendidikan dan agama.
Saya masih ingat kesan darinya tentang pentingnya pendidikan dan mengaji (baca Aqur’an).
Suatu ketika, saya yang anak bandel di keluarga melawan perintah nya mengaji (belajar baca Al-Qur’an ) membuat Mama ku marah dan mengeluarkan semacam sumpah.
“Kalau ngana tara bisa mengaji, jangan ngana manangis di kita pe mayat”.Sumpah yang saya tanamkan bahwa suatu saat saya harus bisa baca Al-Qur’an dan alhamdulillah saya bisa baca Alqura’an sebelum dia menghembuskan nafas terakhirnya.Alhamdulillah saya bisa menghantarkan nafas terakhirnya dengan bacaan Alwaqiah dan Al Mulk.
Kenangan lain yang tak terlupakan adalah soal sekolah.Ketika masih di bangku SD, seperti biasa ada semacam ritual ambil raport disetiap triwulan.Ibu saya tidak pernah absen untuk mengambil raport saya dan pada momentum ini kerap muncul persoalan jika tidak memenuhi ekspektasinya.
Oleh Mama saya, dia harus berdiri duluan dari orang tua wali murid yang lain.Jelang H-1 acara ambil raport itu, Mama saya selalu mengeluarkan fatwanya “besok kalau mama harus tunggu panggilan ambil ngana pe raport urutan ke 4 saja apalagi panggilan urutan terakhir maka ngana jangan pange pa saya Mama lagi.
Fatwa yang membuat saya harus banting otak bisa juara dan alhamdulillah saya bisa memenuhi asa Mama saya disetiap ritual ambil rapor setiap triwulan.
Mama, memori manis itu masih tetap kukenang kala Mama sakit, Mama sempat meminta saya menggendong mu dan saya bisa menyaksikan dari raut wajah mu betapa senangnya Mama.
Saya yakin, Mamaku di alam kubur yang luas dan terang lagi menyaksikan saya yang gagah dengan baju lebaran.Saya tau, namaku senantiasa mendesah di setiap doa terbaikmu dalam setiap hembusan nafas mu untuk anak-anak mu.Demikian namamu senantiasa menyertaimu disetiap untaian doaku sebagaimana doanya Nabi Ibrahim AS“Rabbanagfirli waliwalidaiya walilmu’minana yaumayakumulhisa”.
Pesan ! Kepada kalian yang masih Bersama orang tua kalian, jangan sia-siakan kesempatan emas dan mulia itu.
Oran tua kita sesungghnya adalah keramat yang sebenarnya.Untuk apa kita mendaki gunung untuk ziarah keramat, jika dua keramat yang ada dirumah kita sia-siakan.Ingat kata Allah dan RosulNya “Ridho Ilahi adalah ridho orang tua”.
Seteguk air saja kita berikan dengan ikhlas percayalah pahalanya tak terhitung.
Selamat merayakan hari raya lebaran semoga kebahagian senantiasa menyertai kita semua.
Ngidi,22 April 2023.
Usman Sergi, SH/Jurnalis.