oleh

THINKING THE UNTHINKABLE

-OPINI-103 Dilihat

Kalau sejarang mereka belum bergabung dengan PDI-P, nampaknya karen mereka diminta menunggu hasil upaya rezim menyingkirkan Anies Baswedan dari arena kontestasi pilpres. Saat ini KPK masih bekerja mencari-cari kesalahan Anies yang dapat dipersangkakan telibat korupsi. Di jalur lain, Peninjauan Kembali di MA yang diajukan KSP Moeldoko masih dalam proses. Baik upaya KPK maupun Moeldoko tetap punya peluang untuk berhasil.

Dus, kalau upaya ini berhasil — misalnya, Anies dituduh terlibat korupsi atau Moeldoko diakui Kemenkumham yang dikuasai PDI-P sebagai pemimpin sah Demokrat sesuai KLB Deli Serdang — maka Anies akan tersingkir dari arena kontestasi pilpres. Saat itulah rezim mendorong terbentuknya koalisi baru. Sebagian parpol dari KIB, KKIR, parpol-parpol yang tergabung Koalisi Perubahan untuk Persatuan atau KPP (Nasdem, Demokrat, PKS) akan bergabung dengan PDI-P dan sebagian lain bergabung dengan Gerindra.

Dengan demikian, pilpres mendatang hanya akan terdiri dari dua pasangan bakal capres-cawapres, yaitu pasangan yang didukung koalisi pimpinan PDI-P dengan Ganjar sebagai bakal capres dan koalisi pimpinan Gerindra dengan bakal capres Prabowo Subianto. Hal ini sesuai dengan rencana awal rezim yang telah menjadi rahasia umum. Tetapi rezim akan mengatur konfigurasi koalisi sedemikian rupa sehingga koalisi yang mendukung Ganjar punya peluang menang lebih besar. Dengan kata lain, koalisi pendukung Prabowo hanya jadi penggembira demi tercapainya amanat konstitusi yang menghrskan pilpres diikuti minimal dua pasang capres-cawapres.

Baca Juga  Ada RM di Kota Ternate Modern

Tetapi andaikan upaya rezim menyingkirkan Anies gagal dan KIB dan KKIR bertahan di koalisi besar dengan mengusung Prabowo, maka Ganjar yang hanya didukung PDI-P akan langsung tereliminasi di putaran pertama konstestasi elektoral. Dus, dalam konteks ini, sesungguhnya Mega mengambil resiko besar ketika mencapreskan Ganjar tanpa terlebih dahulu membangun koalisi dengan parpol lain. Nampaknya, ia sangat percaya diri bahwa pencapresan Ganjar akan menarik sbagian besar parpol bergabung dgn PDI-P.

Baca Juga  Semiotika Idul Fitri

Kendati hal ini nyaris mustahil akan terjadi, dalam politik tidak ada yang tidak mungkin. Politik adalah membuat hal tidak mungkin menjadi mungkin. Siapa tahu diam-diam Jokowi mendorong koalisi besar (KIB +KKIR) yang diinisiasinya meresmikan koalisi mereka dengan Prabowo sebagai bakal capres. Ini sebagai bentuk balas dendam Jokowi kepada PDI-P yang menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan merendahkan dirinya serta sikap Ganjar yang menolak timnas Israel sehingg ajang Piala Dunia U-20 gagal dilaksanakan di Indonesia.

Atau, menurut hasil survey internal parpol-parpol di KIB dan KKIR menunjukkan sesungguhnya elektabilitas Ganjar tak setinggi sebagaimana dilaporkan lembaga-lembaga survey selama ini. Elektabilitas Prabowo dan Anies jauh lebih tinggi daripada Ganjar. Menurut Rocky Gerung, sebelum Ganjar dicapreskan, para oligarki, lembaga survey, dan menteri utama rutin melakukan rapat di Istana, di sebuah ruang yang disebut war room, setiap pukul 4.20 pagi. Katanya, ini merupakan kegiatan fabrikasi untuk menekan Mega agar segera mencapreskan Ganjar yang dilihat para oligarki sebagai proksi mereka.

Baca Juga  Di Era Prabowo, Orang-Orang Yang Dibesarkan Jokowi Dibantai

Atau ada tekanan dari luar agar menjauhi Ganjar yang pro-Cina, tak punya gagasan tentang Indonesia ke depan dalam konteks persaingan Cina-AS di kawasan, pandangan ekonominya yang ekstraktif atau copy paste dari paradigma pembangunan Orde Baru, tak punya komitmen pada perlindungan lingkungan hidup yang merupakan bagian dari komitmen pada perubahan iklim, nirprestasi yang terlihat dari kegagalannya meningkatkan taraf hidup rakyat Jateng (Jateng merupakan provinsi termiskin di Pulau Jawa), integritasnya yang meragukan terkait dengan tuduhan keterlibatannya dalam kasus mega korupsi e-KTP, dan juga keraguan atas komitmennya pada penegakan hukum serta sistem demokrasi sebagaimana terlihat dari kasus kekerasan atas penduduk Desa Wadas di mana Ganjar mengirim aparat untuk mengintimidasi warga desa itu yang menolak menjual tanahnya untuk dijadikan tambang batu andesit milik oligarki.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *