oleh

TRAGEDI PDI-P

-OPINI-97 Dilihat

Nyaris mustahil PDI-P akan mencapai tujuan dalam pilpres mendatang. Kelemahannya adalah ketidakmampuannya mengolah politik nasional yang sangat dinamis, sikap meremehkan Jokowi, dan ambisi yang tidak realistis.

Pada 4 April, dua hari stelah lima parpol (Golkar, Gerindra, PKB, PAN, PPP) membentuk koalisi besar, PDI-P menyatakan siap bergabung ke dalamnya. Tapi, menurut politisi PDI-P Budiman Sudjatmiko, syaratnya koalisi itu menjadikan Puan Maharani sebgai bacapresnya.

Kendati merupakan parpol terbesar, tawaran PDI-P itu tidak menarik, bahkan terkesan arogan. Paling tidak tawaran itu pasti ditolak Gerindra yang telah menetapkan Prabowo Subianto, ketua umumnya, sebagai bacapres. Ini harga mati.

Tidak masuk akal Prabowo bersedia didegradasi hanya sebagai bakal cawapres setelah dua pilpres sebelumnya dia adalah capres. Lagi pula, menurut hasil survey kekinian, elektabilitas Prabowo melejit setelah di-endorse Jokowi.

Baca Juga  Di Era Prabowo, Orang-Orang Yang Dibesarkan Jokowi Dibantai

Prabowo akan menjadi pecundang yang sempurna kalau ia bersedia menjadi pasangan Puan sebagai bakal cawapres. Bukan hanya karena dia harus membuang obsesinya menjadi presiden yang ia dambakan sejak kecil, tapi juga akan ditinggal pendukungnya karwna sikap itu memperlihatkan ketidakandalannya sebagai pemimpin. Suara yang diperoleh Gerindra dalam pemilu serentak pun akan anjlok.

Parpol lain juga akan berpikir seribu kali untuk menerima Puan sebagai bacapres mereka tanpa dukungan Gerindra, partai terbesar kedua. Pasalnya, elektabilitas Puan tergolong sangat rendah.

Di pihak lain, Jokowi belum tentu menyetujuinya. Toh, pembentukan koalisi besar merupakan respons Jokowi terhadao sikap PDI-P yang menentang keikutsertaan timnas Israel dalam ajang Piala Dunia U-20.

Baca Juga  TIGA PRESIDEN DALAM PERAHU YANG OLENG

Akibat penentangan itu, FIFA mencoreng Indonesia sebagai tuan rmh. Padahal, pagelaran bergengsi itu, yang diharapkan Jokowi mengangkat pamornya di dalam dan di luar negeri setelah oposisi terhadap pemerintahannya meningkat.

Perintah Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri kepada Gubernur Bali Wayan Koster dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo untuk bersuara menentang ajang itu dengan salah satu tujuannya adalah meraih simpati kaum Muslim tidak tercapai. Elektabilitas Ganjar pun ikut ngungsep. Sekarang ia bukan lg bacapres yang menjanjikan.

Terkait tawaran PDI-P di atas dan kemungkinan Jokowi menolaknya, secara implisit terbaca dalam pernyataan Puan: “Sy nonton di TV Pak Jokowi menyatakan, silakan para ketum parpol yang kemudian menjalankan hal (koalisi besar) tersebut, Presiden akan menjadi pendengar, gitu yang saya nonton di TV pernyataan dari Presiden.”

Baca Juga  KPK, Jokowi dan Pemeberantasan Korupsi

Artinya, menurut Puan, mestinya Jokowi tak keberatan kalau PDI-P bergabung kedalam koalisi besar karena posisi Jokowi dalam konteks pembentukan koalisi itu hanya sebagai pendengar atau “tak ikut campur dalam perjalanan koalisi besar”.

Terserah para ketum parpol dalam menentukan bacapres dan bacawapres. Padahal, Puan tahu bahwa bacapres yang di-endorse Jokowi adalah Prabowo. Bacawapres kemungkinan besar adalah Ketum Golkar Airlangga Hartarto.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *