oleh

TRAGEDI PDI-P

-OPINI-148 Dilihat

Kalaupun Mega bersedia melakukannya, kecil kemungkinan Jokowi akan mengabulkan keinginannya. Pasalnya, selain dendam, nilai jual Puan yang rendah akan sulit menghadapi Anies.

Padahal, Jokowi sangat berharap pemerintahan mendatang bisa menjaga legacy-nya, melanjutkan program pmbangunannya, dan terutama bisa menjamin keselamatan dia dan keluarganya. Prabowo telah berjanji akan melakukan itu. Bahkan, ia mengatakan 99,99% program pembangunan Jokowi berasal dari dirinya sehingga pasti ia akan melanjutkannya.

Mega mungkin tak menyangka Jokowi bisa berubah drastis. Dia bukan lagi tukang mebel dari Solo, melainkan presiden RI yang punya pengaruh besar, sehingga efek ekor jasnya dibutuhkan bacapres dari PDI-P. Atas dorongannya, sangat mungkin koalisi besar bersedia mengusung Puan sebagau bacapres.

Sayang Jokowi tak akan melakukannya. Melihat posisi PDI-P sekarang yang terisolasi, saya yakin PDI-P akan menurunkan nilai jual Puan sebagau bakal cawapres saja. Ini pun peluang keberasilannya tak besar.

Baca Juga  Di Era Prabowo, Orang-Orang Yang Dibesarkan Jokowi Dibantai

Keadaan akan lebih mudah kalau PDI-P banting harga, yaitu Puan tidak lagu dijual sebagai bakal cawapres maupun bacapres. Namun, ini tak akan dilakukan PDIP — kecuali dalam kondisi sangat memaksa — karena pamor Mega sebagai pemimpin partai terbesar akan redup.

Alhasil, dalam keruwetan parpol-parpol membangun koalisi, kubu KPP lebih menguntungkan. Itu sebabnya, Jokowi masih terus berjuang untuk menyingkirkan Anies dari arena pilpres melalui dua jalur.

Pertama, menekan KPK untuk segera menjadikan Anies tersangka dalam isu Formula-E. Untuk itu, Ketua KPK Firli Bahuri menyingkirkan tiga komisioner KPK yang menolak status Formula-E dinaikkan ke level penyidikan karena ketiadaan bukti yang cukup.

Baca Juga  Fajrul Rahman dan Pidato “Sampah” Gubernur Sherly Tjoanda

Jalur ini nampaknya akan gagal karena Direktur Penyelidikan KPK Brigjen Endar Priantoro yang dipecat Firli bukan hanya melakukan perlawanan, tapi perlawanan juga datang dari Kapolri dan publik.

Kedua, mendorong kembali Kepala Staf Presiden Moeldoko untuk melakukan PK di MA terkait keabsahan kepengurusan Partai Demokrat saat ini. Tujuannya membegal Demokrat. Kalau berhasil, KPP diharapkan akan buyar karena Nasdem dan PKS saja tidak dapat mengusung capres-cawapres.

Sebelumnya, sudah 16 kali upaya Moeldoko gagal. Kini ia maju lagi dengan novum (bukti) yang sama, yang telah ditolak MA sebelumnya. Kemenkumham juga msh mengakui keabsahan Demokrat di bawah AHY. Dus, kalau sampai kali ini Moeldoko berhasil, ini akan menciptakan skandal hukum yang berpotensi mengganggu pilpres dan stabilitas politik negara. Dus, mestinya peluang menang Moeldoko kecil.

Baca Juga  Apakah Prabowo, KPK, Polri dan Kejaksaan mau Legalkan Korupsi rezim Jokowi?

Apapun, saat ini PDI-P menemukan diri dlm kondisi yang tidak menguntungkan. Kalaupun upaya Firli ataupun Moeldoko berhasil, peluang Puan menjadi bakal capres ataupun cawapres tetap kecil karena Nasdem akan bergabung dengan KIB mengusung Airlangga atau bahkan Ganjar. Sedangkan PKS akan bergabung dengan koalisi Gerindra-PKB yang mengusung Prabowo-Muhaimin.

Dengan begitu, PDIP sebagai partai terbesar di negeri ini tiba-tiba menjadi parpol “kecil” karena salah membaca dinamika politik nasional, salah menilai Jokowi, salah menilai dirinya sendiri, dan punya ambisi yang tidak realistis terkait kehendaknya menjadikan Puan sebagai bakal capres maupun cawapres.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *