Keempat, Ganjar diduga kuat terlibat kasus mega korupsi e-KTP. Ia menerima tak kurang dari 520 ribu dollar AS. Hal itu diungkap Muhammad Nazaruddin, Bendahara Partai Demokrat, di pengadilan. Dihentikannya proses hukum terhadao Ganjar mungkin sekali terkait dengan posisinya sebagai elite PDI-P.
Kelima, elektabilitasnya sempat turun menyusul penentangannya terhadap kedatangan timnas Israel dalam ajang Piala Dunia U-20 yang akan diselenggarakan di bbrapa daerah di Indonesia, trmasuk Jateng.
Keenam, Ganjar diserang netizen terkait pengakuannya bahwa ia menyukai film porno ketika menjadi tamu di podcast Deddy Corbuzier. Sikap Ganjar ini menunjukkan ia tidak peka pada sentimen publik di tanah air.
Mungkin ia menganggap sikap jujurnya itu akan mndapat simpati masyarakat. Tapi ia lupa bahwa kasusnya merupakan pelanggaran etika dan norma masyarakat. Hal ini wajar. Di Inggris yang sekuler pun publiknya tak bisa menerima anggota parlemennya menonton film bokep, apalagi di tanah air di mana ajaran agama masih menjadi pedoman hidup.
Kalau melihat posisi Ganjar yang rentan di mata publik, mengapa tiba-tiba Mega mengusungnya setelah sebelumnya mencampakkannya? Para pengurus teras PDI-P malah menjulukinya sebagai pangeran tik tok krn ia lebih suka bermain di platform medsos ketimbang mengurus rakyat.
Menurut Rocky Gerung, ada sebuah ruang di Istana yang rutin dijadikan tempat berkumpul para oligark, menteri utama, dan lembaga survey, pada setiap pukul 4.20 pagi. Dari sini mereka membuat fabrikasi (pemalsuan) tentang keunggulan Ganjar demi menekan Mega agar segera mengusungnya sebagai capres. Mereka mengabaikan DPP PDI-P Puan Maharani yang sudah lama dipersiapkan Mega untuk menjadi RI1 sehingga dapat menjaga keutuhan PDI-P dan melanjutkan trah Soekarno.
Karena PDI-P butuh dukungan oligarki — dan mungkin juga tertipu oleh fabrikasi di Istana — Mega terpaksa mengusung Ganjar. Lalu, mengapa parpol-parpol lain di luar KPP (Nasdem, Demokrat, PKS) tak juga ikut bergabung dengan PDI-P untuk mengusung Ganjar? Bukankah itu berarti oligarki dan Jokowi tidak menghendakinya?
Alasannya, mungkin karena elektabilitas Prabowo telah jauh meninggalkan Ganjar setelah hasill survey yang tak dipublikasikan menunjukkan sesungguhnya elektabilitas Ganjar tidak seperti yang dilaporkan selama ini. Menurut hasil survey Litbang Kompas terkini, pendukung Ganjar hanya terkonsentrasi di Jateng dan Jatim.
Kedua, Ganjar telah berada di luar lingkaran pengaruh Jokowi setelah dirampas PDI-P. Dengan demikian, Ganjar akan lebih patuh pada Mega ketimbang Jokowi. Ketiga, terkait point kedua, Ganjar tak dapat diandalkan untuk mengamankan Jokowi dan keluarganya, meneruskan legacy dan kebijakannya pasca lengser.
Keempat, selain punya peluang menang cukup besar, oligarki lebih percaya pada Prabowo, seorang pebisnis, untuk menjaga kelangsungan status quo. Toh, Prabowo adalah menteri Jokowi sehingga mestinya ikut bertanggung jawab terhadap pemerintahan yang ditinggalkan pemimpinnya itu.
Terkait sikap Jokowi yang lebih condong pada Prabowo terlihat dari manuver Ketum PKB dan Ketum Golkar yang menjumpai Presiden ke-6 Soesilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Dewan Pembina Demokrat.
Komentar