OPINI

“Cari Akal” Dalam Politik : Jangan Ada Dusta di Antara Kita [Part.40].

Anwar Husen/Kolomnis tetap.

Ketika memulai tulisan pendek ini,saya mengingat dua “kisah” yang lucu : dengan raut yang sedikit gelisah,seorang karib mempir ke serambi rumah karib lainnya,saat kami sedang mengobrol lepas.Ketika di tanya,dia menjawab singkat,sedang cari akal.”Cari akal”,maksudnya mencari pinjaman uang untuk sesuatu keperluan penting menurutnya.Itu analognya.

Di kisah lain,seorang peserta tiba-tiba memotong arahan pimpinan rapat karena semua peserta rapat di minta “mengambil langkah” untuk sesuatu kebutuhan seremonial pemerintahan yang tak di anggarkan di APBD tahun itu.Saya salah satu peserta rapat itu.Seorang tua yang punya banyak pengalaman jabatan dan humoris itu berujar,ambil langkah itu gampang saja tetapi yang sulit itu atur langkah.Maksud guyonannya,setelah di “ambil langkah”nya dalam bentuk meminjam,misalnya,harus ada kepastian “atur langkah”nya,misalnya di anggarkan kemudian di APBD berikut untuk menggantinya.Seketika ruangan rapat jadi riuh dengan guyonan “berkelas” ini.Maksudnya juga karena tradisi “ambil langkah” ini sudah berulangkali tapi “atur langkah”nya yang tidak jalan.


□□□□□
Hari-hari ini,ada banyak hajatan politik yang terlihat,karena memang sudah momentum dan saatnya.Baik itu di negara kita ataupun di negara lain.Di sini ada gawe pendaftaran calon anggota legislatif.Di Thailand dan Turkey [sekarang Turkiye],ada pemilihan umum.Tapi yang ingin saya tulis di sini bukan murni soal itu tetapi lebih pada bagaimana output kerja “peramal” yang menyertainya.Yang menamakan dirinya lembaga survey,maksudnya.

Kita tahu bahwa di negara tetangga kita,Thailand baru saja selesai pemilu.Begitu juga di Turkey,negara yang oleh kita di Indonesia,mungkin di rasa lebih dekat secara emosional.Dan sedikitnya,pemilu negara ini yang ingin di tulis singkat.

Pada pemilu Turkey untuk memilih presiden dan anggota parlemen seperti yang terbaca dari berbagai informasi,media resmi pemerintah Turkey,TRT World melaporkan pada senin [15/5/2023] pagi WIB,calon presiden incumbent Recep Tayyip Erdogan unggul jauh atas capres dari pihak oposisi Kemal Kilicdaroglu,dengan masing-masing meraih 49,47 persen dan 44,82 persen dalam posisi suara masuk hampir 100 persen.Dan kemungkinan putaran kedua akan terjadi karena tak ada calon yang meraup lebih 50 persen suara sesuai konstitusi negara itu.Seorang calon,Sinan Ogan meraih 5,27 persen dan satunya lagi,Muharrem Ince,meski mengundurkan diri karena terganjal skandal etik,namanya tetap ada di kertas suara dan meraih 0,44 persen suara.Putaran kedua nantinya di laksanakan pada 28 mei ini

Yang menarik,kemenangan juga di raih partai koalisi Erdogan melawan oposisi CHP di parlemen dengan 49,51 berbanding 35,06 persen.Dengan begitu,partai koalisi di bawah Erdogan akan menguasai parlemen di pemerintahan periode mendatang.Tetapi yang lebih menarik,justru output lembaga survey yang sejak awal menyertai hajatan ini.Hampir semua lembaga survey di anggap “salah” memprediksi hasil ini.Erdogan yang sejak awal di prediksi bakal kalah jauh di banding kandidat oposisi yang di anggap sekuler dan “pewaris” Kemal Ataturk ini,meleset.CHP yang di pimpin Kilicdaroglu adalah Partai Rakyat Republik yang beraliran sekuler.CHP merupakan “Kemalis” alias partai yang ingin menerusakan warisan Mustafa Kemal Ataturk.

Pemicu kekalahan Erdogan,demikian “jualan kecap”nya lembaga survey,adalah variabel tingginya tingkat inflasi dan biaya hidup serta efek ekonomi maupun psikologi bencana alam gempa bumi beberapa waktu lalu yang meluluhlantahkan beberapa wilayah.Tetapi fakta justru menunjukan bahwa di wilayah-wilayah eks gempa ini,Erdogan jadi pemenangnya.

Balik lagi.Di twitter,setidaknya kemarin hingga malamnya,ada topik yang sempat trending beberapa jam,nama sebuah lembaga survey.Hingga pukul 22.40 semalam,ada 6094 tweet.Ternyata memang hasil survey lembaga ini mendominasi beranda platform media ini.Bermacam-macam topik survey,dominan arahnya pada hal-ihwal pemilihan presiden nanti.Saya sendiri bertanya dalam hati,betapa lembaga ini punya banyak uang,bisa melakukan survey secara beruntun dan maraton.Baru kali ini saya menemukan ada lembaga survey yang jadi trending topik.Trending dapat bermakna sensasional,lepas dari baik-buruk.

Yang lucu,ada tweet teman yang,entah karena saking kesal dan bosan,sambil me-retweet potongan berita tentang salah satu hasil survey lembaga ini,dia menulis sedikit sarkasme bahwa kalau lembaga ini,dengan menyebut nama lembaga surveynya,ada di jaman pra kemerdekaan dulu,hasilnya bisa 80 persen rakyat Indonesia puas dengan VOC [persekutuan dagang Belanda yang terkenal dengan praktek monopoli itu] dan Indonesia tidak perlu merdeka.

Lembaga survey tadi,yang di pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017,salah juga prediksinya.Pasangan calon yang di prediksi tak masuk putaran kedua justru jadi pemenangnya di putaran kedua.Dan hal-hal begini,yang selama ini kita tahu,kerap terjadi dan bukan rahasia lagi.Yang masih menjadi rahasia adalah survey itu di lakukan atau tidak,kira-kira begitu.

Semua ini bisa terjadi karena fungsi lembaga kayak begini,tidak saja mau memetakan peta dan kondisi objektif dengan prinsip-prinsip keilmuan secara benar tetapi tentunya juga ada motif lain.Tetapi apapun itu,ada prinsip dasar yang harus di tegakan dan tak bisa di langgar : tidak bisa berbohong.Sebab ketika berbohong maka ada hak publik yang di langgar,hak untuk mendapatkan informasi yang benar.Apalagi jika kebohongan itu mengatasnamakan lembaga yang di persepsikan ” akademik”.Apapun lembaganya,termasuk media masa,tidak bisa memproduksi kebohongan karena berbohong sama artinya merendahkan derajat,martabat dan harga diri publik,yang itu adalah makhluk yang bernama manusia.Bagaimana rasanya di bohongi???apalagi di bohongi oleh orang yang kita percayai???Bukankah hal-hal begini bisa di sebut sebagai eksploitasi manusia atas manusia,sebuah fenomena jahiliyah yang telah lama terkubur kesadaran dan keinsyafan sejarah kemanusiaan???

Publik memang bukan orang per orang,tetapi terminologinya menunjuk manusia dan bukan binatang.Karib saya bercanda dalam sebuah cerita lepas,sekarang ini kebohongan sudah di lakukan secara TSM [terstruktur,sistematis dan masif],sama dengan terminologi pelanggaran aturan pemilu kepala daerah yang bikin orang saling gugat.

Jauh masih lebih baik dan terhormat karib saya yang datang dan menuturkan secara terbuka bahwa dia sedang “cari akal” tadi.Jika nanti belum sempat di ganti,minimal ada niat baik untuk tidak membohongi.Ataupin kejujuran peserta rapat rekan saya tadi,ingin memastikan bahwa harus ada kepastian untuk jangan ada dusta di antara kita,meski dengan sedikit nada guyon,atur langkah.Kita ingin ada mekanisme keterbukaan informasi di tegakan secara jujur dan benar,jangan ada drama “cari akal” dengan mengakali semua hal.Wallahua’lam.(***)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *