Kepemimpinan profetik atau kepemimpinan kenabian mendapat perhatian berbagai kalangan.Di Indonesia, kepemimpinan profetik mendapat pembahasan menarik seiring wacana model kepemimpinan nasional ideal yang progresif populis.
Kalangan pakar mulai mewacanakan issu kepemimpinan profetik di Indonesia guna menjawab tuntutan kepemimpinan yang visioner dengan konsistensi pro rakyat.
Pemimpin dan Kepemimpinana profetik hemat saya adalah model kepemimpinan progresif populis yang bervisi masa depan namun tetap membumi sebagai pemimpin rakyat.Pemimpin profetik berpayung ke atas (transendental)namun tetap mengakar kebawah, membumi dan konsisten sebagai pemimpin rakyat yang humanis, adil dan empatik.
Perspektif akademik nya, kepemimpinan profetik adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain mencapai tujuan sebagaimana para nabi dan rosul (prophet) melakukannya (Adz-Dzakiey,)
Diskursus pemimpin profetik pertama kali dipopulerkan di Indonesia oleh Prof Dr.Kintowijoyo.
Prof. Dr. Kuntowijoyo yang dikutip Syahril Febriansyah dalam artikel bertajuk Kepemimpinan profetik di Indonesia, memaparkan bahwa kepemimpinan profetik membawa misi humanisasi, liberalisasi dan transendensi.
Misi Humanisasi yaitu misi yang mengajak manusia pada kebaikan atau ta’maruna bil ma’ruf. Misi liberalisasi yang membebaskan manusia dari belenggu keterpurukan dan penindasan atau tanhauna anil munkar.
Sedangkan misi transedensi yaitu tu’munina billah, yaitu misi yang me-manifestasi-kan misi humanisasi dan misi liberasi, kesadaran ilahiyah yang mampu menggerakkan hati dan bersikap ikhlas terhadap segala yang telah dilakukan.
Kepemimpinan profetik dipahami dalam berbagai kisah nabi dan rasul. Misalnya, dari kisah Nabi Musa kita belajar tentang kepemimpinan yang revolusioner yang menumbangkan Fir’aun. Dari kisah Nabi Yusuf kita belajar kepemimpinan yang reformis, Nabi Yusuf berhasil menguasai pemerintahan Mesir.
Dan yang paling di agung-agungkan adalah Nabi Muhammad yang mengajarkan Kepemimpinan Transformative secara bertahap dan dalam jangka waktu yang lama. Beliau memimpin umatnya dari zaman yang tertindas ke zaman yang penuh dengan kemerdekaan. Sehingga beliau biasa disebut sebagai sang revolusioner sejati.
Kepemimpinan Rosulullah Muhammad SAW merupakan contoh kongkrit dan sempurna tentang keemimpinan profetik atau kenabian.Nabi Muhammad SAW memimpin dengan penuh rasa empati. Rasul tidak pernah mencaci seseorang, tidak mencari kesalahan orang lain, tidak berbicara kecuali yang bermanfaat.
Syahril Febriansyah memetakan peran seorang pemimpin profetik Beradasarkan Q.S Al-Baqarah: 151, seorang pemimpin profetik memiliki tugas yakni, pada tahap yang pertama adalah Membaca, dengan membaca kita mampu menguasai konsep, teori dan paradigma dasar tentang sesuatu hal.
Tahap Kedua adalah penyucian, yakni penyucian pikiran dan perasaan dari muatan-muatan negatif Tahap ketiga yaitu pengajaran, tahap ini seorang pemimpin harus menguasai epistemologi dan metodologi untuk mengajarkan ilmu kauniyah dan ilmu kauliyah.
Tahap keempat adalah seorang pemimpin harus mengetahui pengetahuan-pengetahuan yang populer dan masalah masalah baru yang bersifat dinamis.
H.Ghani Kasuba.
Pertanyaan kritis nya, apakah kepemimpinan H.Ghani dapat dikategorikan sebagai pemimpin profetik ?Hemat saya, H.Gani Kasuba nyaris jika dibilang belum sempurna sebagai potret seorang pemimpin profetik.
Rekam jejak nya sejak berkiprah sebagai dai sampai sebagai pemimpin politik dan pemerintahan menunjukan konsistensi pembumian nilai-nilai keilahian.Penghargaan atas nilai-nilai kemanusian meliputi penghormatan atas martabat manusia sangat menonjol baik sikap pribadi dan sebagai pemimpin.
Mengawali kiprahnya di publik sebagai seorang dai selama tiga dasawarsa, H.Ghani konsisten mengusung misi keagamaan kemudian bermetamorfasis secara konsisten sebagai politisi dakwah.
Misi dakwah tetap diemban bahkan politik merupakan penegasan atas misi dakwahnya.
Sejak terpilih sebagai legislator DPR RI dari partai dakwah PKS, pindah ke PDIP dan terilih sebagai Gubernur Malut periode pertama dan kedua, kepemimpinan H.Ghani terpotret sebagai pemimpin transformatif kepemimpinan yang sarat dengan nilai religuis.Sikap dan tindakan kepemimpinanya tak terlepas dari aspek transendental.
Apa yang diungkapkan Gubernur Maluku utara itu terkait problem RSUD CB adalah puncak gambaran dari cara pandang H.Ghani Kasuba tentang kepemimpinanya yang transendental, senantiasa bersandar pada kemahakuasaan Allah SWT.
Seluruh sikap dan kebijakanya diawali dan dilalui dengan senantiasa bersandar pada kemahakuasaan Ilahiah.Dia terbaca menyatu genuine dengan nilai transendental dan horisontal.Sikap empatik kepada sesama manusia, merangkul semua kalangan, memposisikan diri sebagai orang tua bagi bawahan dan rakyat yang papah adalah tipikal kepemimpinan H.Ghani Kasuba.
Kebijakanya syarat dengan muatan nilai-nilai religuis dan secara struktural membangun konsolidasi masyarakat religuis.Kebijakan pembangunan pendidikan agama yang masif seperti Alkhaerat, pembangunan rumah ibadah dan promotif terhadap nilai-nilai religuis adalah potret nyata kepemimpinan H.Ghani Kasuba sebagai Gubernur Maluku utara.Pembangunan Mesjid Raya Shaful Khaerat dan mesjid serta rumah ibadah Gereja merupakan bukti kongkrit dari manifestasi visi kepemimpinan profetik.
Seiring, Nilai-nilai humanisme juga nampak sangat kuat dalam nilai kepemimpinan sosok Kiyai ini.Kebijakan dan pendekatanya lintas kelompok sosial dan menghadirkan nuansa keadilan sosial bagi seuruh warga.
Kita belum pernah menyaksikan dan melalui informasi publik, ada kasus H.Ghani Kasuba menghardik bawahan dan rakyat lemah dan prilaku yang mencederai kehormatan dan martabat seseorang atau bawahan.Belum pernah terjadi peristiwa dimana sebagai Gubernur, H.Ghani bersikap merendahkan harkat dan martabat bawahan baik secara tersembunyi atau di depan publik.
Kembali pada soal transendental, Di suatu ketika saat perbincangan dengan saya, H.Ghani mengungkapkan bahwa sejak berniat memimpin Maluku utara dan seluruh kebijakan besarnya diawali dengan bermunajat kepada Allah SWT.
”Saat punya niat ikut pilgub, saya pertama minta restu Allah dengan salat sunnat langsung di lokasi pembangunan kantor Gubernur yang kala itu masih dalam proses pembangunan.Demikian ketika berniat untuk bangun mesjid raya Shaful Khaerat, saya melakukan salah sunnat beberapa rakaat di lokasi Mesjid Raya memohon petunjuk dan pertolongan Allah SWT”ujar dia.
Kasus yang sama ketika melakukan loby Malut sebagai tuan rumah STQN ke XXVII di Ibukota Sofifi.
Saat itu, Malut bukan calon tuan rumah iven akbar nasional itu, tetapi Gubernur Malut itu dengan bermunajat kepada Allah dan melalui upaya lloby nya berhasil merebut jatah tuan rumah.
”Agar sukses, saya juga bermunajat meminta pertolongan Allah sehinga penyelenggaraan STQN di Sofifi sukses dan alhamdulillah diijabah Allah sehingga bisa sukses”.
Semua kalangan saat itu skeptis iven STQN ke XXVII di Sofifi bisa sukses karena Sofifi yang masih sangat terbatas dari segi infrastruktur pendukungnya.Namun dengan bekal menyandarkan diri pada kekuatan Allah, iven ini sukses terselenggara, ujar H.Ghani Kala itu.
Santunan untuk anak yatim dan bea siswa serta bantuan pribadi untuk mahasiswa mungkin tak terhitung lagi jumlah nya.
Kesimpulan.
Kepemimpinan Gubernur Maluku utara bisa disimpulkan sebagai contoh kongkrit kepemimpinan profetik di Maluku utara.
Spirit keilahian senantiasa menjadi basis kepemimpinanya dengan pendekatan populis yang kental.
Kritik atas sukses sebagai pemimpin profetik itu wajar sebagaimana kepemimpinan profetik para nabi yang dialektis oleh kalangan tertentu.(***).