oleh

Rubrik Demokrasi, Mendorong Politik Program di Pemilu Serentak 2024.

-HEADLINE-113 Dilihat

Keempat, Pemilu dilaksanakan dengan perangkat peraturan yang mendukung asas kebebasan dan kejujuran. Kelima,pelaksanaan Pemilu khendaknya mempertimbangkan instrumen dan penyelenggaranya, karena sangat mungkin adanya kepentingan penyelenggara (lembaga) sehingga dapat mengganggu kemurnian Pemilu. Dan keenam, pada persoalan yang lebih filosopis, Pemilu khendaknya lebih ditekankan pada manifestasi hak masyarakat.

Namun demikian, demokrasi modern yang kita kenal saat ini tidak tumbuh dalam ruang hampa.Kehadiran dan eksistensi demokrasi modern seperti yang dipraktekkan di Indonesia lahir dan bertumbuh diatas eksistensi budaya masyarakat Indonesia yang telah mengakar.Tak pelak, relasi demokrasi dan budaya ini melahirkan dinamika diametrikal yang pada saat yang sama positif dan negatif.

Prof Siti Zuhro, peneliti senior LIPI memaparkan bahwa Hubungan antara budaya politik dan demokratisasi sangat erat. Budaya politik memiliki pengaruh penting dalam perkembangan demokrasi. Demokratisasi tidak berjalan baik apabila tidak ditunjang oleh terbangunnya budaya politik yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Dalam merespons tuntutan perubahan, kemungkinan munculnya dua sikap yang secara diametral bertentangan, yaitu “mendukung ” (positif) dan kemungkinan pula “menentang ” (negatif), sulit dielakkan. Sebagai sebuah proses perubahan dalam menciptakan kehidupan politik yang demokratis, realisasi demokratisasi juga dihadapkan pada kedua kutub yang bertentangan itu, yaitu budaya politik masyarakat yang mendukung (positif) dan yang menghambat (negatif) proses demokratisasi.

Baca Juga  Masjid Raya Hal-Sel Telah Difungsikan, Perdana Salat Jumat Dibanjiri Jamaah

Budaya politik yang matang termanifestasi melalui orientasi, pandangan, dan sikap individu terhadap sistem politiknya. Budaya politik yang demokratis akan mendukung terciptanya sistem politik yang demokratis. Budaya politik demokratis adalah suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya yang menopang terwujudnya partisipasi (Almond dan Verba). Budaya politik yang demokratis merupakan budaya politik yang partisipatif, yang diistilahkan oleh Almond dan Verba sebagai civic culture. Karena itu, hubungan antara budaya politik dan demokrasi (demokratisasi) dalam konteks civic culture tidak dapat dipisahkan.

Adanya fenomena demokrasi atau tidak dalam budaya politik yang berkembang di suatu masyarakat tidak hanya dapat dilihat dari interaksi individu dengan sistem politiknya, tetapi juga interaksi individu dalam konteks kelompok atau golongan dengan kelompok dan golongan sosial lainnya. Dengan kata lain, budaya politik dapat dilihat manifestasinya dalam hubungan antara masyarakat dan struktur politiknya, dan dalam hubungan antarkelompok dan golongan dalam masyarakat itu.

Dalam konteks Indonesia, kiranya jelas bahwa yang dihadapi tidak hanya kemajemukan etnik dan daerah, tetapi pada saat yang bersamaan adalah “sub-budaya etnik dan daerah ” yang majemuk pula. Keanekaragaman tersebut akan membawa pengaruh terhadap budaya politik bangsa. Dalam interaksi di antara sub-sub budaya politik, kemungkinan terjadinya jarak tidak hanya antar budaya politik daerah dan etnik, tetapi juga antarbudaya politik tingkat nasional dan daerah. Apabila pada tingkat nasional yang tampak lebih menonjol adalah pandangan dan sikap di antara sub-subbudaya politik yang berinteraksi, pada tingkat daerah yang masih berkembang adalah ” sub-budaya politik ” yang lebih kuat dalam arti primordial.

Baca Juga  Bupati Bassam Kasuba Tegaskan Honorer P3K dan PTT Tetap Di Akomodir

Dari uraian di atas bisa dibedakan kiranya antara budaya politik (political culture) dan perilaku politik (political behaviour). Yang tersebut terakhir kadang-kadang bisa dipengaruhi oleh budaya politik. Namun, budaya politik tidak selalu tergantung pada perilaku politik. Apakah sistem budaya yang ada cenderung bersifat komunal/kolektif atau individual Masalahnya adalah apakah nilai-nilai demokrasi kompatibel dengan nilai-nilai budaya politik lokal dan sebaliknya.

Agenda demokratisasi seharusnya dipandang berdimensi horizontal (pengaturan hubungan antarinstitusi politik utama) dan vertikal yang membuka ruang bagi akses warga untuk terlibat dalam proses politik dan pemerintahan. Keduanya bisa saling memperkuat dan berjalan simultan. Untuk itu, diperlukan upaya memupuk vitalitas demokrasi seperti pengembangan nilai dan keterampilan demokrasi di kalangan warga, meningkatkan akuntabilitas dan responsivitas terhadap kepentingan publik dan meningkatkan checks and balances dan rasionalitas politik di antara lembaga-lembaga kekuasaan. Dengan melakukan hal tersebut, jalan bagi demokrasi menjadi lebih terbuka.(R. Siti Zuhro /Ahli Peneliti Utama LIPI)

Baca Juga  Dinilai Lebay, Warga Juluki Sherly Tjoanda Gubernur Tik Tok

Dikutip dari media Ponorogo (ponorogo.bawaslu.go.id), Dalam Tadarus Pengawasan Bawaslu RI (5/5), Sri Budi Eko Wardani dari Universitas Indonesia mengemukakan bahwa kampanye Pilkada masih acap kali diwarnai dengan hal-hal yang mengarah pada sikap primordialisme yang mengedepankan kesamaan etnis, suku dan agama, menurutnya hal tersebut dapat mengancam dan membahayakan keberagaman sebagai bangsa.

Lebih lanjut dirinya mengungkapkan banyaknya ulasan mengenai pilkada langsung yang perlu untuk dievaluasi, diantaranya mengenai pandangan yang lebih melihat pilkada dari sisi penggunaan dana, yang mengkerdilkan partisipasi politik yang sudah terbangun saat ini.

“Ada dua tujuan pilkada langsung, yang pertama bertujuan membangun tata kelola politik yang lebih demoktaris yaitu mengacu pada relasi antara kandidat dengan pemilih pada masa pra-pemilu-pemilu-pasca pemilu sehingga terbangunnya akuntabilitas politik. Serta yang kedua perubahan tata kelola pemerintahan (Good Governounce) dan Pemerintahan yan demokratis (Democratic Governounce).” Katanya.

Disisi lain Sri Budi Eko Wardani juga mengungkapkan juga terdapat Isu krusial yang berpengaruh besar adalah dalam praktik kampanye yang didominasi oleh kepentingan kandidat yang bersifat sporadis dan transaksional.

Untuk itu mbak dhani (sapaan akrabnya) menyarankan adanya pendidikan politik oleh Penyelenggara Pemilihan dalam memaksimalkan kegiatan kampanye pilkada yang lebih patisipatik.

Kelembagaan Partai Politik Dan Pengawasan Pemilu

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *