OPINI

Why does North Maluku have to be Anies?

By.USMAN SERGI,SH/Direktur Eksekutiv PB.MAKABA.

Makna etimologi nya kurang lebih ”Kenapa Maluku Utara Harus Anies”, demikian Om Geogle menerjemahkan endorse saya di laman terjemahan Indonesia -Inggris.Thanx Om Geogle.Sedangkan makna terminologinya kira-kira, Anies adalah pilihan alternatif Presiden Indonesia pasca Jokowi.

Perspektif

Okay ! Pemilihan Presiden merupakan instrumen tunggal dalam rangka memilih Presiden dan Wakil Presiden.Bahwa dalam sistim demokrasi, kedaulatan ditangan rakyat dan dimandataris kan kepada Presiden yang dipilih rakyat melalui pemilihan yang luber jujur dan adil.Why ?Sebab melalui Pilpres yang luber jujur dan adil lah, harapan terpilihnya Presiden yang demokratis dan kredibel itu tercapai.Azas demokrasinya mungkin demikian.

Iklan.

Semua komponen bangsa haqqulyakin bahwa pilpres langsung sesuai azas pelaksanaan Pilpres merupakan instrumen strategis guna mewujudkan pemerintah yang pro rakyat.Terbangun relasi timbal balik yang mutual dan kuat antara rakyat dengan Presiden dalam penyelenggaraan negara terutama dalam public services dan pembangunan.Setiap Presiden amat sangat berhati-hati dalam kepemimpinanya.Di negara-negara barat terutama dalam sistim parlementer, Presiden atau perdana menteri yang takut dijatuhkan dan ingin tetap di cintai dan didukung rakyat akan bekerja All Out memenuhi aspirasi rakyat nya.Presiden dituntut melaksanakan amanat rakyat dengan baik dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai amanat sila ke lima Pancasila, keadilan sosial bagi seuruh rakyat Indonesia.Sebaliknya, Presiden yang gagal, tidak dipilih lagi apalagi dilanjutkan rezim nya melalui Presiden baru yang tak ubahnya Presiden boneka dari Presiden yang sudah pensiun.

Why Should Anies.

Pemilihan Presiden sejatinya adalah medium atau instrumen evaluasi kepemimpinan nasional.Substansinya, apakah rezim ini harus dilanjutkan karena telah menyungguhkan kepemimpinan yang konstitusional dan aspiratif  atau rezim harus berganti karena dinilai gagal total dalam membangun relasi politik dengan rakyatnya.

Ini substansi Pilpres dalam sistim demokrasi untuk mencapai tujuan hakiki Pilpres yakni melahirkan Presiden yang mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Dalam proses kontestasi, percaturan itu keniscayaan.Itu makna demokrasi bahwa demokrasi sesungguhnya pertarungan proposal dan gagasan mengelola negara untuk menghadirkan kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat.

Sejarahnya, ada dua kelompok yang terlibat dalam pertikaian politik abadi dalam konteks kontestasi politik yakni kelompok pro status quo yang biasanya dengan slogan “lanjutkan”dan kelompok reformasi dengan jargon “perubahan”.

Kelompok pro status quo sebagai kelompok pro rezim berkuasa yang akan melanjutkan kekuasaan rezim yang akan lengser karena limit konstitusional.Biasanya, upaya membangun rezim status quo ini diciptakan rezim lama yang tujuan utamanya adalah untuk melanjutkan warisan proyek mercusuar yang belum rampung dan melindungi diri dari potensi ancaman hukum.

Dalam aras ini, Kolaborasi antara rezim penguasa dengan capres pro status quo tidak bisa disangkal.Apa yang kita  saksikan dengan kasat mata, bagaimana Presiden Jokowi mengendors capres Ganjar Pranowo.Jokowi pun hadir langsung secara special dari Solo, terbang dengan pesawat kepresidenan yang dibeli dan dibiayai dari uang rakyat dengan Ganjar Pranowo ke Jakarta untuk ikut dalam agenda pengumuman pencapresan Ganjar oleh Ketum PDI P Megawati Soekarno Putri.

Kalangan pakar mencurigai Presiden Jokowi  sedang cawe-cawe untuk siapa capres yang melanjutkan kekuasaanya yang ironisnya asal bukan Anies Baswedan dari capres koalisi perubahan.Padahal, sebagai Presiden yang bakal mengahiri kekuasaanya, sikap negarawan Jokowi sangat diharapkan, jika tak bisa diam dan mengklaim untuk kepentingan bangsa, mestinya menjadi fasilitator yang netral agar Pilpres bisa berlangsung demokratis dan sistematis guna menghasilkan Presiden baru yang kredibel untuk bisa mengatasi warisan masalah bangsa yang bertumpuk ini..

Faktanya, Jokowi bernafsu menghendaki Ganjar Pranowo sebagai pelanjut estafet kekuasaanya.Mungkin, Jokowi haqqulyakin bahwa hanya Ganjar Pranowo lah yang dapat melanjutkan kekuasaanya sembari berharap bisa “melindungi” dia dan keluarganya.

Jika benar, ini akselerasi intervensi Jokowi yang mencederai nilai-nilai sakral demokrasi bahwa pemilihan Presiden harus berlangsung fairnes dari campur tangan kekuasaan.Manuver Jokowi layak dikhawatirkan dan dipertanyakan karena kekuasan Presiden dalam sistem kekuasaan presidensil amat sangat kuat bak raja Modern itu potensial mempengaruhi proses dan hasil Pilpres.

Ingat ! Siapa Presiden RI adalah pilihan rakyat bukan pilihan Presiden yang hendak pensiun.Anggao saja, yang mencalonkan Presiden dengan syarat PT 20% adalah legislator yang mau kadaluwarsa kita terima saja sebagai catatan kelam demokrasi sebagai pembelajaran generasi bangsa.

Ke dua, barisan reformis atau yang kita tahu sekaran kelompok perubahan.Tokoh sentral barisan ini adalah Anies Baswedan, capres dari koalisi perubahan yang digawangi partai Nasdem, Partai Demokrat dan PKS serta Partai UMMAT.

Pertanyaan nya, siapa dan kelompok mana yang layaj memimpin Indonesia ke depan pasca Jokowi ? Ini pertanyaan vicois atau pilihan karena Pilpres sejatinya adalah pilihan tentang siapa Presiden yang layak memimpin Negara 2024-2029.

Pertanyaan kritisnya, apakah rakyat Malut harus melanjutkan kepemimpinan Jokowi melalui Ganjar Pranowo yang pro status quo -mempertahankan protokol kekuasaan lama- atau   harus memilih Presiden baru, Anies Baswedan dengan visi perubahan nya ?.

Hemat saya, Indonesia saatnya harus berubah sebagai sebuah bangsa yang menglobal dan bermartabat melalui  Presiden baru yang kredibel, tentu bervisi perubahan, memiliki rekam jejak sukses dengan visi besar yang menglobal agar bangsa ini bisa mandiri dan bermartabat.Dengan begitu, malut ikut kecipratan danpak positifnya.

Why ! Karena Rezim Jokowi -Maluku utara adalah potret kegagalan total hubungan pemerintahan pusat dan daerah dan kegagalan fatal relasi kekuasaan politik Jokowi-rakyat Malut.

Sebab, Pertama :Jokowi adalah Presiden yang paling banyak mencabut subsisdi BBM.Terhitung 6 kali  Presiden Jokowi menaikan harga BBM selama dua periode berkuasa.Kebijakan yang tidak pro rakyat Maluku utara, Provinsi kepulauan dengan transportasi laut sebagai moda transportasi andalan.Kenaikan harga BBM dengan otomatis memicu kenaikan biaya transportasi masyarakat, kenaikan harga barang.Kebijakan yang menyengsarakan rakyat Maluku utara.

Ke dua :Kebijakan hutang di era Presiden Jokowi dinilai sudah pada tingkat mengkhawatirkan.Adapun jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN Valas hingga Januari 2023 sebesar Rp 1.375,09 triliunyang terdiri dari Surat Utang Negara sebesar Rp 1.057,63 triliun dan SBSN sebesar Rp 317,46 triliun. Kemudian, jumlah utang pemerintah dalam bentuk pinjaman sebesar Rp 860,62 triliun.Ini belum hutang BUMN.Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melaporkan utang konsolidasi Grup BUMN mencapai Rp1.640 triliun pada 2022. Jumlah utang tersebut naik 3,79% dibanding 2021, yang sebesar Rp1.580 triliun.
Akibat hutang Negara saja yang tinggi ini, beban APBN untuk membayar bunga hutang saja sudah sangat berat, belum cicilan pokoknya.Pemerintah harus Alokasikan 20,87% dari APBN untuk Bayar Bunga Utang pada 2022. Pemerintah mengalokasikan dana Rp 405,87 triliun untuk pembayaran bunga utang pada 2022 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dari data hutang dan cicilan yang bersumber dari APBN diatas, jelas bahwa beban cicilan hutang pemerintah menimbulkan ruang fiskal semakin sempit terutama untuk kebijakan pemerataan pembangunan di daerah termasuk Maluku utara.Kasus janji Presiden Jokowi untuk percepatan pembangunan infrastruktur Ibukota Sofifi sebesar Rp.3 Triliun dari sebelumnya Rp.15 Triliun yang hanya janji tinggal janji Musebabnya dari sini, cicilan bunga hutang yang tinggi menimbulkan efek sempitnya ruang fiskal sehingga kebijakan pembangunan ke daerah termasuk Malut jadi batal, ini belum termasuk kebijakan pembangunan IKN, jalan Toll dan jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung yang hampir menyandera APBN kita.

Ke tiga :Soal DOB Sofifi.Sampai dua periode berkuasa, Presiden Jokowi gagal melaksanakan Undang-Undang tentang pembentukan Provinsi Maluku utara yang didalamnya termasuk penetapan Ibukota Provinsi di Sofifi.Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang dituntut melaksanakan konstitusi secara murni dan konsekwen, namun Jokowi gagal total dalam melaksanakan amanat UU itu.Terbaca, Jokowi gagal memediasi stackeholder untuk merealisasikan amanat UU tentang pembentukan provinsi Maluku utara itu.

Ke empat :Rezim Jokowi diduga gagal dalam pelaksanaan UU tentang pemerintahan daerah walkhusus terkait pengangkatan dan penetapan penjabat kepala daerah.Jokowi meskipun tidak terlibat langsung dalam proses penetapan Pj.Bupati Morotai dan Pj.Bupati Hal-Teng, tetapi Presiden Jokowi telah lalai dengan tugasnya sebagai kepala pemerintahan dengan seolah melakukan pembiaran atas pengangkatan ke dua pejabat Bupati itu diduga mengangkangi konstitusi.

Secara sistematis, Pengangkatan Pj.Bupati harus diusulkan Gubernur Maluku utara, namun akhirnya Pj. Bupati ke dua daerah itu seolah ditunjuk langsung Mendagri RI.Kritik yang pedas dari berbagai kalangan dan diakui Mendagri Tito Carnavian sebagai sebuah kekeliruan dan ke depan bakal diperbaiki itu namun kenapa berlaku beguti saja dari atensi Presiden Jokowi.

Ke lima, Rezim Jokowi telah gagal secara substansial dalam Investasi pertambangan di Maluku utara dan potensial tidak mendorong investasi perikanan, kelautan dan perkebunan di Maluku utara yang lebih substansial terhadap kehidupan maayarakat Maluku utara yang dominan sebagai petani dan nelayan.

Presiden Jokowi memang bangga atas sumbangsih Malut dari sektor pertambangan atas pertumbuhan ekonomi 27 persen yang tertinggi di dunia lalu menyelamatkan muka Indonesia sebagai negara yang kondusif dan sexi Investasi dimata global namun apalah artinya pertumbuhan tertinggi 27% itu dengan kehidupan rakyat Maluku utara ?Kata orang India “nehi”, Malut yang bahkan dilabeli provinsi terbahagia itu kemiskinannya bertahan tak terseret turun.Rezim Jokowi gagal mengkapitalisasi manis madu pertumbuhan ekonomi dari sektor pertambangan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pada saat yang sama mengeliminasi kemiskinan.

Pengalaman politik rakyat Malut yang terbilang pahit.Hanya keledai yang ingin jatuh ke lubang yang sama.Rakyat malut bukan rakyat naif yang hanya menjatuhkan nasib dan menyalahkan langit atas nestapa kehidupan politik ini tetapi rakyat yang telah kritis dalam membaca kehidupan bahwa kemiskinan, kesengsaraan dan ketidak majuan daerahnya hanya karena soal struktural, kebijakan rezim yang tidak berpihak dan gagal dalam menjalankan amanat penderitaan rakyat.

Sementara pada saat yang sama, Ganjar Pranowo jauh dari capres ideal.Gubernur Jateng ini selain tidak mendapat apresiasi sebagai capres berkapasitas mampuni dengan visi besar untuk Indonesia, juga mengidap rekam jejak pemimpin gagal yang nirprestasi.

Sebagai Gubernur Jawa Tengah, Ganjar gagal mengeluarkan rakyat Jateng dari kemiskinan, bahkan Jateng merupakan provinsi termiskin di pulau Jawa.Apakah Ganjar Pranowo hanya di endorse Presiden Jokowi  sebagai Presiden untuk melanjutkan proyek IKN, Kereta Api cepat Jakarta-Bandung ?

Pilpres sejatinya mendaur ulang kepemimpinan nasional untuk menjadi atau lebih kredibel bukan mendaur ulang kegagalan kepemimpinan nasional.

Rasionalnya, rezim Jokowi harus diganti alias tidak bisa dilanjutkan kekuasaanya dengan menggantikannya Presiden yang punya kredibilitas, kapabel dan rekam jejak sukses sebagai pemimpin.Logis dan moril, pemimpin gagal tak layak dilanjutkan kepemimpinanya dan digantikan pemimpin baru yang kredibel.Itulah hakikat demokrasi dimana pemilihan Presiden digelar lima tahun sekali itu untuk memungkinkan rakyat mendesain ulang kepemimpinan nasional yang lebih potensial mewujudkan harapan rakyat.

So ! Pilihan cerdasnya hanya pada  capres perubahan yakni Anies Baswedan.Anies memang baru sebatas mimpi, namun kapasitas dan rekam jejak kepemimpinanya sudah teruji sukses.

Anies Baswedan dilihat dari profil nya sebagai intelektual tersohor, aktivis reformis, mantan Gubernur DKI Jakarta dan pandangan -pandangan politiknya sebagai kandidat capres RI, terbaca jelas punya kapasitas sebagai Presiden RI yang ideal.Dia mampu memotret permasalahan bangsa dan menawarkan gagasan solutif yang bisa diterima publik.Dia terpotret ikut galau dengan kondisi kehidupan bangsa terutama juga dengan kehidupan rakyat Maluku utara itu dengan memulai arah baru perubahan Indonesia.(***)

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close